MANOKWARI, PAPUAKITA.COM—Hari Pendidikan Nasional di Kabupaten Manokwari dirayakan dengan cara berbeda. Puluhan pemuda, mahasiswa, dan pelajar dari Forum Pimpinan Kota Mnukwar dan Forum Independen Mahasiswa West Papua, menggelar aksi massa di Kantor Sekretariat Majelis Rakyat Papua Provinsi Papua Barat (MRPB) di Jalan Siliwangi, Kamis (2/4).
Ada dua hal mendasar yang menjadi tuntutan, yakni diberlakukannya pendidikan gratis di seluruh Tanah Papua, dengan menerbitkan Peraturan Daerah/Peraturan Daerah Khusus. Dan menolak militerisasi pendidikan di seluruh tanah Papua. Artinya, militer dilarang masuk ke kampus.

“Militerisme di kampus? Gelar mereka apa? Mereka ditugaskan sebagai keamanan, mengayomi, dan melayani masyarakat. Jangan asal jalankan tugas,” ujar salah seorang orator.
Dua hal itu dinilai mendasari terjadinya kapitalisasi pendidikan, intervensi militer di dalam lingkungan kampus dan sekolah, serta diskriminasi pendidikan (bagi) orang asli Papua. Massa aksi meminta pemerintah segera mengubah sistem pendidikan di tanah Papua sesuai dengan konteks lokal dan budaya di tanah Papua.
Dalam orasi lain, ditegaskan bahwa dunia pendidikan tidak membutuhkan militer. Sebab, militerisasi pendidikan membunuh ideologi pembebasan generasi Papua dari ketidakadilan di atas negerinya sendiri. “Tolong dibuat regulasi yang pro kebebasan pendidikan. Bebas dari militerisme di lingkungan kampus,” teriak orator lainnya.
Mengapa kuliah umum militer masuk kampus? Tugasnya di mana? Tidak ada pengajar di tanah Papua? Kami desak MRP/MRPB dan DPRP/DPRPB buat regulasi penghentian militerisasi di lingkungan pendidikan,” tandas orator yang sama.
Disebutkan juga alokasi APBD dibidang pendidikan minimal 20 persen, tetapi tidak tercapai karena dibelenggu oleh praktik KKN. Mereka menilai, jika pemerintah abai terhadap masalah ini, maka akan berdampak terhadap hal-hal fundamental.
“Sumbangsi dana otsus dan BOS dibidang pendidikan, kami orang asli Papua tidak dapat. Apakah ini diprioritaskan bagi anak anak pejabat. Pembangunan pendidikan dari kota ke kampung atau kampung ke kota, guru menumpuk di kota. Kenapa?,” teriak salah seorang orator lainnya.
Beranjak dari kondisi di atas, kelompok ini menuntut, pemerintah provinsi Papua, Papua Barat, MRP Papua dan Barat untuk menyusun perdasi/perdasus tentang pendidikan tinggi di tanah Papua dan pendidika gratis di tanah Papua;
Mendesak pemerintah kedua pemerintah provinsi Papua serta kedua lembaga kultur secara aktif terlibat mengontrol peraturan tentang besar biaya pendidikan di setiap kampus di tanah Papua serta mendorong subsidi pendidikan di setiap kampus di tanah Papua demi meningkatkan kualitas pendidikan.
Juga mendesak Kapolri dan Panglima TNI melarang kehadiran anggotanya di dalam kampus atau menangkap mahasiswa di dalam kampus demi menghormati otonomi dan kewibawaan kampus sebagai lembaga akademis.
Selanjutnya, mengimbau rektor atau direktur perguruan tinggi di seluruh tanah Papua agar tidak bekerjasama atau mempersilahkan tentara/polisi masuk hanya karena aktivitas politik mahasiswa yang damai dan tidak membahayakan nyawa orang lain.
Dalam tuntutannya, mahasiswa, pemuda, dan pelajar ini mendesak agar, kedua pemerintah provinsi, DPRP/DPRPB serta MRP/MRPB segera melihat situasi pendidikan di Nduga, Papua. Dan mengubah sistem pendidikan di Papua dan Papua Barat sesuai kehidupan orang Papua. (RBM)