Oleh : Abdul Razid Fatahuddin
Melinjo adalah suatu spesies tanaman berbiji terbuka (Gymnospermae) yang berbentuk pohon. Tanaman ini berasal dari Asia tropik, melanesia, dan Pasifik Barat. Tanam ini mudah juga dijumpai di Tanah Papua, termasuk di Kabupaten Manokwari.
Daun Ganemo (melinjo) muda bisa dimasak dengan cara ditumis bersama bunga pepaya dan cabai, sedap rasanya. Pasti. Sayur Ganemo biasa juga disandingkan bersama Ikan Kuah Kuning dan Papeda. Masyarakat sering memanfaatkan daun mudanya untuk buat sayur. Tapi, disini tidak berbicara soal kuliner.
Di sini, kita bicara soal Noken yang terbuat dari serat benag Ganemo. Noken itu tas multi fungsi. Noken identik dengan Papua. Noken memiliki elastisitas, ini bukan karena bahannya, tetapi jalinan rajutan yang demikian.
Noken Ganemo dibuat dengan dari serat pohon Ganemo yang dipintal menjadi tali/benang. Awalnya, di kalangan masyarakat Papua, noken hanya dibuat dengan menggunakan benang/tali kulit pohon Ganemo atau lainnya. Saat ini, noken banyak dibuat dengan memakai benang sintetis (Polyester dan Policheri). Salah satu fungsi noken dan memiliki nilai lebih adalah bisa mejadi buaian yang nyaman untuk bayi.
“Noken ibarat kandungan/rahim seorang Ibu (Papua). Kandungan yang melahirkan anak-anak yang sehat, cerdas, dan kuat yang menjadi pemimpin bagi bangsa Papua. Manfaat noken ini sangat luas, bisa dipakai untuk mengisi hampir semua barang bawaan, bahkan seorang anak bayi pun bisa diisi di dalam noken,” ucap Yulita Yeimo, Ketua Kelompok Pengrajin Noken, Ganemo.
Kelompok Pengrajin noken ini berada di Jalan Trikora, Kelurahan Wosi, Distrik Manokwari Barat, Kabupaten Manokwari, Papua Barat. Home base kelompok Ganemo jaraknya kurang dari 1 kilometer dekat ke areal operasi Fuel Terminal (FT) Manokwari—sebelumnya Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM).
Untuk bisa mewawancarai kelompok Ganemo, saya dibantu oleh Muhammad Haekal, salah seorang karyawan FT Manokwari. Meski lingkungan kelompok Ganemo tersebut tak asing bagi saya, karena masa kecil hingga tumbuh dewasa, saya habiskan di lingkungan sekitar.
Bantuan Haekal sangat berarti, terutama soal kesediaan Yulita Yeimo dan kelompoknya sehingga mau diwawancarai. Dalam kesempatan yang sama, hadir mendampingi Luis Komat, pendamping dan fasilitator lapangan dari Kitongbisa enterprise—kelompok ini ikut konsen pada isu pembinaan dan pemberdayaan masyarakat lokal. Misalnya, kelompok Ganemo.
Yulita Yeimo mengisahkan, pembentukkan kelompok Ganemo ini diinisiasi oleh PT Pertamina Persero FT Manokwari, melalui salah seorang karyawan—yang biasa disapa Ari. Yulita Yeimo beberapa kali janjian untuk bertemu denga Ari tidak terwujud. Nanti pada kesempatan kali keempat baru bisa bertemu dan berdiskusi langsung soal pembentukan kelompok pengrajin noken.
“Mas Ari sampaikan kalau mau buat kelompok binaan pengrajin noken. Setelah berbicara, saya oke-kan dan mengumpulkan ibu-ibu. Kita bertemu kembali dan bersepakat membentuk kelompok. Saya ditunjuk sebagai ketua kelompok tanpa ada undian-undian lagi. Langsung ditunjuk saja,” ujar Yulita Yeimo.
Haekal menjelaskan kepada saya, Ari adalah rekan se-kantor-nya telah lebih dulu ditugasi mendampingi kelompok Ganemo terkait pelaksanaan program CSR PT Pertamina Persero Market Operation Regional (MOR) VIII. MOR VIII membawahi 4 provinsi, yakni: Papua; Papua Barat; Maluku dan Maluku Utara.
“Saya yang menggantikan posisi Ari sejak Agustu lalu. Ari sudah dipindahkan,” singkat Haekal.
Kelompok Ganemo beranggotakan 18 orang. Anggota termuda berusia 18 tahun dan masih duduk di bangku sekolah—sedangkan anggota paling tua—berusia 82 tahun, Namanya, Mama Maria Pigome. Umumnya, anggota kelompok Ganemo adalah ibu rumah tangga, kecuali Yulita Yeimo seorang honorer di salah satu instansi pemerintah.
Meski di usia uzur, Mama Maria Pigome masih memiliki semangat tinggi untuk merajut noken, khususnya noken yang terbuat dari serat benang Ganemo. Keterbatasan pada penglihatannya tak memudarkan semangatnya. Selain mama Maria, awalnya ada seorang anggota juga yang mampu merajut noken Ganemo, (Alm) Mama Gobai. Kini, tinggal mama Maria yang menjadi satu-satunya mentor pembuat noken berbahan serat benang Ganemo.
“Awalnya ada 2 orang yang bisa merajut noken dari benang Ganemo. Tapi, mama satunya sudah meninggal. Saya mulai menekuni cara pembuatan noken dari bahan Ganemo. Kalau noken dari benang kain (sintetis), anggota kami rata-rata sudah mahir,” tutur Yulita Yeimo.
Dengan adanya kelompok ibu-ibu pengrajin noken, serta pembinaan dari PT Pertamina Persero, kegiatan merajut noken kian terorganisir dengan baik. Kendala yang muncul dalam membaca peluang dan tantangan kian pula bisa disikapi secara bersama. Kelompok Ganemo ini sudah ada sejak 2018. Dan masih bertahan hingga kini.
“Dalam perjalanannya memang ada kendala dan masalah. Tantangan yang ada tidak membuat kami patah semangat untuk tetap merajut noken yang merupakan salah satu warisan nenek moyang, leluhur kami yang tidak boleh kami tinggalkan. Kami tetap semangat merajut hingga anak cucu kami, tidak boleh berhenti sampai di kami saja,” ucap Yulita Yeimo.
Manfaat Ekonomi
Pembentukkan kelompok Ganemo sedikit-banyak telah memberikan nilai tambah bagi ibu-ibu yang di Kampung Wosi. Salah satu dampak positif, adalah bisa memanfaatkan waktu senggang untuk menghasilkan karya bernilai ekonomis, berdiskusi tentang kemajuan kelompok. Juga bisa saling mengisi satu sama lain antarsesama anggota adalah hal yang paling berkesan.
“Sangat berkesan dengan adanya kelompok pengrajin noken Ganemo ini. Tidak sekadar mendekatkan ibu-ibu di lingkungan tempat tinggal. Akan tetapi menjadi manfaat bagi yang lain, karena bisa membagikan pengalaman dan pengetahuan merajut noken. Saling mengisi satu sama lain antar anggota itu sangat berkesan,” kata Yulita Yeimo.
Di awal pembentukkan kelompok dan kegiatan pelatihan berjalan, anggota kelompok Ganemo mampu menghasilkan 100 an lebih noken, semua noken itu terjual habis. Sekarang ini, mereka memulai dengan merajut noken yang baru lagi, tetapi masih menggunakan bahan yang sama yakni, serat benang Ganemo maupun berbahan benang Polyester dan Policheri.
“Kami akui masih baru berlatih sehingga hasilnya tentu belum sebagus yang sudah dijual di pasar maupun di galeri-galeri. Puji Tuhan noken-noken yang kami buat habis terjual. Keutungan hasil penjualan noken ini sangat, sangat membantu sekali kekurangan keluarga. Ini yang kami rasakan,” ucapnya.
Noken hasil rajutan kelompok Ganemo, ini biasanya dijual mulai dari harga Rp20 ribu untuk ukuran smartphone, ukuran yang lebih besar sedikit dihargai Rp50-100 ribu. Sedangkan untuk ukuran tamblet hingga ukuran buku dibanderol dengan harga Rp500 ribu. Harga noken tergangung ukuran, motif dan bahan. Biasanya, noken dari benang Ganemo harganya lebih mahal.
Proses merajut noken tergolong rumit bagi (anggota) pemula. Biasanya, satu noken dari benang sintetis bisa dikerjakan lebih dari 2 hari. Berbeda dengan yang sudah piawai, butuh waktu 1 hari saja sudah bisa ramping. Sementara, noken dari benang Ganemo bisa dikerjakan hingga 1 pekan. Apa lagi jika benangnya masih harus dipintal, bisa lebih dari sepekan.
“Noken dari benang Ganemo paling tinggi itu harga Rp300 ribu, karena ukurannya tidak terlalu besar. Kami tak memiliki papan reklame atau galeri permanen. Tetapi pesanan yang masuk sangat banyak, bahkan kami kewalahan melayani. Biasanya pesan itu dengan warna tertentu dan minta dipakaikan nama,” ujar Yulita Yeimo.
Kondisi di tengah pandemi Covid-19 memukul kegiatan merajut noken kelompok Ganemo. Alhasil, jumlah noken yang dihasilkan berkurang, situasi itu berbanding lurus dengan pendapatan para anggota.
“Kondisi di tengah pandemi 2020 mempengaruhi penjualan kami. Kami tidak patah semangat, kami tetap merajut noken. Kami memang punya noken ini belum dilabeli seperti kebanyak noken yang ada. Kalau sudah ada label, tentu orang akan lebih muda tahu dan penjualannya pun bisa meningkat,” ujar Yulita Yeimo sembari berharap produknya bisa memiliki branding.
Yulita Yeimo mengatakan, noken hasil rajutan setiap anggota dijual secara bersama. Kendati demikian, uang hasil penjualan diserahkan kepada masing-masing anggota apa bila ada noken hasil rajutannya laku terjual. Setiap anggota juga diwajibkan menyisihkan sedikit hasil penjualan nokennya. Dana yang terhimpun dipakai untuk operasional kelompok.
Yulita Yeimo berharap, melalui program pendampingan PT Pertamina, serta pendampingan dari Kitongbisa enterprise, bisa mewujudkan harapan mereka. Yakni, Noken Ganemo Manokwari memiliki branding sehingga terbuka akses ke pasar yang lebih luas di seluruh tanah air.
“Kita berharap pendampingan yang ada saat ini bisa membuat noken kelompok Ganemo ini lebih dikenal. Orang lebih mudah untuk bisa memiliki noken kami. Orang jadi bisa tahu Ganemo itu ternyata ada di Manokwari. Itu harapkan kami, dan kami berterima kasih atas apa yang sudah diberikan. Semoga Tuhan membalas kebaikannya,” tutur dia.
Peluang dan Tantangan
Keberadaan kelompok Ganemo menjadi salah satu wadah sosial yang bisa digunakan untuk mentransfer pengetahuan. Ini jelas terlihat. Meski antusias anggota kelompok tinggi, namun rata-rata belum memiliki ketrampilan merajut noken.
Terlebih, merajut noken dari serat benang Ganemo. Butuh keahlian khusus yang tentu harus diperoleh dari para maestro, seperti Mama Maria Pigome. Ketrampilan ini biasanya diajarkan kepada generasi berikutnya secara turun temurun. Beruntung, seorang Yulita Yeimo mau mendedikasikan dirinya untuk belajar tentang ketrampilan merajut noken.
Anggota yang sudah mahir merajut noken dari benang serat Gameno biasanya piawai dalam merajut noken bahan sintetis. Di sisi lain, noken ganemo tidak hanya butuh keahlian khusus. Sebab bahan baku yang dipakai pun jumlahnya relatif terbatas di Manokwari.
Bahan baku benang serat Ganemo biasanya harus didatangkan dari Nabire, Papua. Caranya, Yulita Yeimo meminta tolong dipesankan oleh keluarganya yang ada di Nabire.
Satu gulungan benang serat Ganemo harganya bisa sampai lebih dari Rp300 ribu. Jika belum dipintal, harganya relatif lebih murah. Seukuran kepalan tangan paling murah Rp100 an ribu. Satu gulungan benang Ganemo bisa meghasilkan noken berukuran sedang.
“Saya biasanya sendiri yang ke Nabire belanja bahan baku. Kalau di Manokwari ada, tetapi itu sangat jarang sehingga kadang kami kesulitan mendapatkannya. Apa lagi saat bersamaan dengan banyaknya pesanan,” kata dia.
Dalam sebulan, anggota kelopom Ganemo bisa meraup pemasukan Rp700 ribu ke atas. Dengan adanya Covid-19, pendapatan menurun, Rp300 ribu ke bawah. Di tahun 2020, kelompok ini baru 2 bulan (Agustus-September) beraktivitas lagi. Ini akibat pandemi Covid-19.
Meski baru berusia kurang dari 3 tahun, kelompok Ganemo Manokwari sudah mampu menorehkan prestasi di kancah nasional. Kelompok Ganemo binaan Pertamina FT Manokwari ini berhasil meraih juara 2 Local Hero Award 2019 Kategori Berdikari PT Pertamina (Persero). Juga penghargaan dari Dinas Perindakop kabupaten Manokwari sebagai IKM yang aktif membuat Noken
Hasil rajutan noken benang serat Ganemo dan beberapa noken bahan sintetis berhasil memikat hati para dewan juri. Sehingga piagam penghargaan serta uang pembinaan Rp20 juta diperoleh.
Itu menjadi bukti eksistensi kelompok Ganemo. Lebih dari itu, penghargaan tersebut adalah ejawantah dari komitmen menjaga identitas dan eksistensi orang asli Papua melalui karya noken, tentu ini telah dibuktikan oleh Yulita Yeimo bersama anggotanya.
Hal tersebut menjadi peluang bagi perkembangan kelompok tersebut ke depan. Yulita Yeimo mengaku bangga atas apa yang telah dicapai. Ia dan kelompoknya akan tetap berkarya dan menjaga identitas dan eksistensi orang asli Papua melalui noken.
“Kita, kelompok Ganemo ini tidak akan pernah berhenti berkarya. Kami bersyukur Ganemo Manokwari mendapat juara 2 tingkat nasional mewakili Papua Barat. Kelompok Ga terpilih, saya sendiri yang berangkat. Jujur, hal itu tidak pernah terpikirkan. Saya kembali lagi ke Jakarta untuk terima hadiah Semua biaya ditanggung, kita tinggal berangkat saja,” ucapnya mengisahkan.
Tantangan yang ada di depan mata bagi kelompok Ganemo, bukan saja soal bahan baku. Ketrampilan merajut noken benang serat Ganemo agaknya butuh waktu agar semua anggota kelompok mahir.
Sayangnya, di kelompok Ganemo baru Yulita Yeimo yang sudah mulai mahir merajut noken tersebut. Sisa anggota lainnya masih butuh waktu untuk bisa. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah galeri yang lebih representatif. Ini dibutuhkan untuk bisa memajang hasil karya noken lebih maksimal.
Cara penjualan yang ada sangat sederhana, dilakukan dengan bergilir. Setiap anggota akan mendapatkan jadwal ‘jaga’, yaitu menjaga jualan noken. Di era digital, sentuhan teknologi dan kemampuan manajerial menjadi kebutuhan mendasar.
“Noken dari benang serat Ganemo itu paling disukai. Kita juga belum punya tempat khusus untuk penjualan. Kami jual dengan cara dipajang saja di pinggir jalan. Ada etalasi dan rak pajangan, serta plastik dan stiker yang dibantu dari Pertamina, tetapi perlu diperbanyak,” kata dia.
Pembentukkan kelompok pengrajin Noken Ganemo, ini diinisiasi oleh PT Pertamina sejak 2018. Di tahun itu, kelompok tersebut dibantu sarana dan prasarana usaha, pelatuhan dasar standarisasi produk noken.
Di tahun 2019, kelompok ini dibantu dengan pembukaan kios semi permanen di Jalan Trikora Wosi, termasuk pemasaran di Hotel Valdos, pendampingan manajemen keuangan, penjualan dan pemasaran produk melalui inovasi branding dan kemasan produk, serta inovasi diferensiasi produk noken. Program pembinaan ini akan dilakukan dalam 4 tahun (2018-2022).
“Mama-mama Papua di Kampung Wosi punya potensi yang merupakan modal sosial yang bisa buat mereka bisa maju dan bisa berdaya guna. Ada empat sasaran dari program pembinaan noken, yaitu kemandirian ekonomi, ekonomi kreatif, budaya, dan konservasi,” kata Muhammad Haekal.
Kemandiran ekonomi dalam aspek kesetaraan gender, sebab pengrajin noken didominasi kaum perempuan. Aspek ekonomi kreatif, lebih didorong adanya kreativitas dalam menciptakan karya-karya noken yang kebih kekinian.
Sedangkan aspek budaya, noken memanivestasikan identitas dan jati diri orang asli Papua. Sementara aspek konservasi, noken berbahan serat benang Ganemo lebih kepada pemanfaatan hasil hutan secara berkelanjutan
Di tahun 2020, pembinaan kelompok oleh PT Pertamina dititikberatkan pada penguatan internal kelompok, penjualan dan pemasaran online dan offline untuk memperluas channel pemasaran, inovasi diversifikasi produk, penguatan manajemen keuangan kelompok, peningkatan produksi noken untuk corporate souvenir, penguatan supply chain bahan baku yang berkelanjutan, dan peningkatan kolaborasi dan kemitraan dengan stakeholder.
Data yang dihimpun menyebutkan, pembinaan di tahun 2021 dititikberatkan pada pembangunan sentra oleh-oleh dan budaya Manokwari, inisiasi kampung wisata edukasi dan budaya noken di Manokwari, penyebarluasan ilmu ke generasi muda Papua, persiapan exit program dan peralihan ke skema pinjaman program kemitraan.
Sementara, program pembinaan di tahun 2022, akan dititikberatkan pada pendampingan pembayaran cicilan program kemitraan, pendampingan sentra oleh-oleh dan budaya Manokwari, integrasi dengan program Pertamina Sehati Manokwari, penyisihan keuntungan untuk peningkatan gizi balita, pendampingan kampung wisata edukasi dan budaya noken di Manokwari, serta exit program CSR dan pengalihan untuk menjadi mitra tetap Program Kemitraan Pertamina.
Diketahui, pemberdayaan kelompok Ganemo ini telah menyedot anggara CSR senilai Rp160 juta (2018-2019). Untuk mencapai tujuan keberlanjutan, Pertamina mengupayakan program pemberdayaan kelompok usaha mama-mama noken Manokwari melalui kegiatan online dan offline.
Kegiatan online, yakni pembuatan dan pendampingan social media khusus Mama Noken Manokwari, expose program melalui channel-channel digital milik Pertamina MOR VIII, PR Value dari berita online sebesar lebih kurang Rp90 juta. Selain guna menghimpun ketertarikan umum dan keberlanjutan usaha, Pertamina juga aktif berkomunikasi dengan stakeholders pemerintah daerah guna mendukung kegiatan ini.
Adapun kegiatan offline, rapat aktif dengan Dinas Perindustrian dan Koperasi kabupaten Manokwari, serta presentasi tentang pelestarian noken oleh local hero Mama Noken, dan keikutsertaan pameran yang diadakan oleh pemda.
“Fokus pembinaan di tahun ini adalah pembinaan ketrampilan merajut noken serat benang Ganemo. Untuk pelaksanaan program, kita lebih mendengarkan masukan-masukan mama-mama. Kemudian, kita ramu untuk pelaksanana CSR. Tugas kita sebagai fasilitator, karena anggota sendiri yang tahu kebutuhannya. Sifatnya button-up,” ujar Haekal.
Menjadi fasilitator, memiliki tugas soal bagaimana kelompok binaan yang ada ini tetap bisa eksis. Fasilitator ibarat motor penggerak. Untuk itu, seorang fasilitator harus lebih banyak berkoordinasi dan berkomunikasi, serta bisa menyatu atau berbaur dengan kolompok binaannya.
“Kita melihat kekurangan yang ada, teknis pelaksanaan kegiatan di dalam kelompok harus seperti apa. Supaya kegiatan ini tetap berlanjut. Kita sudah ada di tahap pelatihan, lagi cari waktu untuk bisa berikan pelatihan,” ujar Luis.
Kata Luis, seluruh daerah di Papua memiliki noken dengan ciri khasnya masing-masing. Meski demikian, noken itu memiliki nilai budaya tinggi yang perlu terus diangkat dan dijaga oleh generasi asli Papua. “Harus ada kaderisasi dalam rangka menjaga budaya Papua,” tutup Luis.
Filosofi yang dalam tentang noken yang disampaikan Yulita Yeimo, telah memberikan pengetahuan, bahwa noken adalah rahim seorang ibu (mama) yang darinya ada kehidupan dan esksitensi untuk tetap hidup dan lestari.
Dari “rahim noken-lah” lahir bibit/janin manusia yang dijaga selama 9 bulan, kemudian dilahirkan, dirawat dan dibesarkan menjadi manusia sejati. Yulita Yeimo ingin menegaskan, bahwa proses tersebutlah identitas dan eksistensi orang asli Papua dijaga supaya tak tergerus modernisasi.
“Noken ini tidak bisa dibiarkan punah begitu saja, noken ini harus tetap ada. Harus dilestarikan oleh generasi muda, harus ada yang melanjutkan. Harus ada regenerasi secara terus dan terus, tidak boleh berhenti. Dari noken ini kita bisa melihat dunia yang luas,” ucapnya.
Semangat akan eksistensi budaya asli Papua menjadi dasar soal mengapa perempuan asli Paniai, Papua ini mau mendedikasikan dirinya untuk terlibat dalam kelompok pengrajin noken berbahan dasar serat benang Ganemo. Noken telah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda oleh UNESCO pada 4 Desember 2012.
“Noken ini tidak bisa dibiarkan punah begitu saja, noken ini harus. Harus dilestarikan oleh generasi muda, harus ada yang melanjutkan. Harus ada regenerasi secara terus dan terus, tidak boleh berhenti. Dari noken ini kita bisa melihat dunia yang luas,” tutup Yulita Yeimo.
Dengan tagline Ganemo Manokwari “Ko Punya Ko Keren”, Yulita Yeimo menggantungkan asa, bahwa suatu asaat melalui Ganemo dari Manokwari bisa memberikan informasi kepada masyarakat luas tentang apa itu noken. Juga mengenal Manokwari, serta mengetahui kontribusi BUMN untuk negeri, khususnya PT Pertamina, itu nyata adanya. Semoga…!