MANOKWARI, Papuakita.com – Direktur eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari Yan Christian Warinussy mengatakan, kunjungan kerja Presiden Joko Widodo ke Tanah Papua (Papua dan Papua Barat) harus menyentuh akar masalah. Akar masalah Tanah Papua.
Sorotan Warinussy ini disampaikan berkaitan dengan kunjungan kerja Jokowi di Sorong pada 12 hingga 13 April 2018. Presiden mengagendakan kunjungan kerja ke Papua dan Papua Barat.
“Presiden Jokowi agar mau memberi ruang dan kesempatan serta waktu untuk mulai membahas akar masalah di Tanah Papua,” ujar Warinussy, Kamis (12/4/2018).
Akar masalah dimaksud, kata Warinussy, sebagaimana digambarkan di dalam Papua Road Map (Peta Jalan Papua) hasil studi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Tahun 2009.
“Menyimpulkan ada empat akar masalah yang menjadi sumber-sumber konflik di Tanah Papua sepanjang lebih dari 50 tahun terakhir ini,” kata dia.
Berikut akar masalah yang menjadi kesimpulan tersebut. Pertama, Marjinalisasi dan efek diskriminasi terhadap orang aSli Papua akibat pembangunan ekonomi, konflik politik, dan migrasi massal ke Tanah Papua sejak 1970.
Kedua, kegagalan pembangunan terutama di bidang pendidikan, kesehatan dan pemberdayaan ekonomi rakyat. Ketiga, kontradiksi sejarah dan konstruksi identitas politik antara Papua dan Jakarta
Dan, terakhir soal pertanggung jawaban atas kekerasan negara di masa lalu terhadap warga negara Indonesia di Tanah Papua.
“LIPI telah memberi tawaran cara penyelesaian atas keempat akar masalah tersebut, yaitu dengan kebijakan afirmasi sebagai cara untuk pemberdayaan orang asli Papua,” ungkpanya.
Selanjutnya, kata dia, dapat dilakukan dengan mengembangkan paradigma baru pembangunan yang berfokus pada perbaikan pelayanan publik demi kesejahteraan orang asli Papua di kampung-kampung.
Kemudian didekati dengan mendorong dialog sebagaimana pernah dilakukan untuk Aceh. Berikutnya adalah jalan rekonsiliasi diantara pengadilan hak asasi manusia (HAM).
Dan pengungkapan kebenara demi kepentingan penegakan hukum, dan keadilan bagi Papua, terutama korban, keluarga dan warga Indonesia di Tanah Papua secara umum.
“Langkah Presiden Jokowi dan jajarannya tidak boleh hanya berfokus pada soal pendekatan pembangunan kesejahteraan sebagaimana dicanangkan di dalam Intruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2017 semata,” tandasnya.
Dimana, pendekatan pembangunan infrastruktur demi mempercepat laju pertumbuhan ekonomi semata di Tanah Papua tetapi harus juga mulai memberi porsi yang adil dan seimbang guna memahami tentang akar masalah di Tanah Papua.
Menurut Warinussy, empat point iut juga ditetapkan di dalam Kongres Papua II pada Mei-Juni 2000 di Jayapura sebagai salah satu manifesto mengenai pelurusan sejarah integrasi Papua ke dalam NKRI tahun 1963-1969.
Dikatakan, amanat Undang Undang Otonomi khusus pasal 46 telah diatur prosedur dan mekanismenya dengan perlunya membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) guna melakukan tugas klarifikasi sejarah itu sendiri.
“Presiden Jokowi sudah harus memulai langkah-langkah politik guna menyentuh akar masalah mengenai kontradiksi sejarah integrasi tersebut dalam kunjungannya di awal tahun 2018 ini,” ujar Warinussy.
Ditambahkan, langkah-langkah itu dapat dilakukan oleh presiden dengan mendayagunakan person in charge (tokoh kunci) yang sudah ditunjuk resmi pada 15 Agustus 2017 lalu, yaitu Pater Dr. Neles Tebay, Teten Masduki dan Wiranto.
“Ketiga tokoh kunci tersebut dapat dimintai untuk mulai melakukan langkah-langkah penting dan mendekati semua pemangku kepentingan dalam konteks akar masalah tersebut di Tanah Papua, Jakarta dan dunia internasional guna mempersiapkan dialog konstruktif nasional dalam waktu dekat ini,” pungkasnya. (RBM)