MANOKWARI, PAPUAKITA.com—Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan, hasil capaian Monitoring Center for Prevention (MCP) tahun 2023, Provinsi Papua Selatan mendapatkan rerata indeks 49,75%.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, Selasa (20/8/2024) mengatakan, capaian MCP tersebut menunjukkan rendahnya empat (4) indeks capaian wilayah provinsi Papua Selatan.
Di antaranya, terkait sistem pengawasan APIP, rendahnya pengelolaan BMD, kurangnya progres pengadaan barang dan jasa (PBJ), dan optimalisasi pajak daerah.
Hal itu terkuak saat KPK melalui Kedeputian Koordinasi dan Supervisi menggelar agenda rapat koordinasi pemantauan program tematik pencegahan korupsi bersama jajaran pemerintah daerah se-Provinsi Papua Selatan.
Pengawasan APIP
Alex merinci lemahnya sistem pengawasan APIP, dengan rerata indeks 44% yang disebabkan oleh dua indikator.
Diantaranya tidak terisinya jabatan Inspektur dan Irbansus yang menyebabkan lemahnya pengawasan ketika terjadi dugaan penyimpangan pada pemerintah provinsi, serta minimnya upaya probity audit terkait proyek strategis daerah.
“Untuk itu, KPK mendorong tindak lanjut terhadap area of improvement untuk meningkatkan kapabilitas APIP pada Pemprov Papua Selatan,” katanya.
KPK juga memberikan rujukan untuk meningkatkan standar kompetensi APIP yang sama se-Provinsi Papua Selatan sebagai tindak lanjut pengawasan agar sesuai dan tidak terjadi kesenjangan atau disparitas kompetensi teknis.
Pengelolaan BMD
Berikut, indeks pengelolaan Barang Milik Daerah (BMD) mencapai rerata 50% dengan sebab indikator tidak terkendalinya sertifikasi atau pencatatan BMD yang terindikasi penguasaan aset oleh pihak lain
Sehingga dapat menimbulkan inefisiensi pada beban pengeluaran dibandingkan biaya perolehan. Atas capaian ini diharapkan dapat menjadi perhatian untuk memanfaatkan BMD dengan strategi perencanaan yang lebih matang.
“Minimnya progres PBJ dengan rerata capaian 52%, menyebabkan Pemprov Papua Selatan belum memenuhi komitmen daerah terhadap optimalisasi tingkat komponen dalam negeri (TKDN)
Sebagaimana yang telah didorong pemerintah pusat. Upaya ini tentu harus disegerakan untuk pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi masyarakat Papua Selatan,” ungkap Alex.
Pajak Daerah
Kemudian, optimalisasi pajak daerah, progres capaian 66% disebabkan dari indikator pengawasan dan pemeriksaan pajak daerah yang tidak terkendali, sehingga menyebabkan tidak terpenuhinya kewajiban perpajakan daerah.
Juga tidak didapati tindak lanjut reviu oleh instansi terkait, sehingga tidak terdapat temuan hasil pemeriksaan terhadap kepatuhan pemenuhan kewajiban pajak daerah.
“Untuk itu, mendayagunakan pengelolaan ekonomi daerah secara tepat, menjadi kunci keberhasilan pemerintah daerah dalam mengendalikan manajemen aset yang didasari dengan prinsip tata kelola yang baik
Langkah ini diharapkan memberi kekuatan terhadap pemerintah daerah dalam membiayai pembangunan daerahnya, seperti yang tercermin dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD),” tutup Alex. (*/PK-01)