MANOKWARI, Papuakita.com – Pemahaman orang tua menyikapi kasus penyalahgunan lem aibon di kalangan anak dan remaja masih harus ditingkatkan. Sebab peran orang tua dalam penanangan anak dan remaja dengan lem aibon menjadi salah satu kunci keberhasilan.
Kepala BNNP Papua Barat, Brigjen Pol Drs. Untung Subagyo mengatakan, penanganan kasus penyalahgunaan lem aibon ini masih menerapkan pendekatan psikologis dan sosiologis.
“Peran orang tua sebagai pelindung terhadap anak-anak itu sangat penting. Sengaja kami tidak pakai pendekatan hukum. Tetapi ada orang tua yang kita datangi merasa terganggu. Pihak keluarganya merasa terganggu seolah-olah mau kita lakukan penegakan hukum padahal tidak, akan kita obati anaknya, mindsetnya belum sampai ke situ,” ujarnya.
Pendekatan hukum belum diterapkan, karena anak-anak yang terlibat kasus lem aibon rata-rata adalah pelajar SD – SMP dengan usia di bawah 15 tahun. Badan Narkotika Nasional Provinsi Papua Barat (BNNP-PB) mencatat kasus penyalahgunaan lem aibon di kalangan anak dan remaja usia menunjukan tren peningkatan dari waktu ke waktu.
Penanganan kasus dengan pendekatan psikologis maupun sosiologis juga mengoptimalkan peran stake holder terkait, seperti Dinas Kesehatan dan Dinas Sosial.
“Pendekatan psikologis, implementasinya kita sentuh anak-anak dan ortunya supaya jangan mempergunakan lem aibon. Kita lakukan dengan cara sosiologis, kita pergunakan stake holder yang ada, dinas sosial, kesehatan, mari sama-sama menanggulangi masalah ini,” ujarnya.
Kata Untung, peran dari dinas sosial memberikan kontribusi untuk dalam hal medis. Misalnya, dukung SDM dan peralatan di bidang medis. Demikian juga dinas sosial.
“Tingkat penyalahgunaan lem aibon di Papua Barat yang terhimpun mencapai 300 an. Kita rutin adakan rehabilitasi. Dari jumlah tersebut yang dirawat dan paling 30 orang yang bisa kita pantau, lainnya masih merasa terganggu,” kata Untung lagi.
Dengan kondisi ini, lanjut Untung, di Papua Barat idealnya sudah harus ada balai rehabilitasi yang sifatnya luas. Tetapi untuk merealisasikan ini butuh biaya yang mahal. Menyikapi kondisi demikian, pihak BNNP-PB memanfaatkan balai rehabilitasi yang ada.
“Misalnya, kita gunakan balai sosial sambil menunggu mungkin ada balai yang lebih besar. Pengguna lem aibon, paling banyak putus sekolah. Ini karena kontrol orang tua kurang melekat, ada juga yang masih sekolah,” sebut Untung.
Untung membeberkan, dari 300 an kasus penyalahgunaan lem aibon, 60 persen adalah mereka yang tidak sekolah atau putus sekolah dan didominasi remaja usia SMP.
“Rata-rata kasusnya belum akut sehingga masih bisa rawat jalan. Kita antisipasi supaya jangan akut dan parah sekali. Untuk itu, kita ajak gubernur dan stake holder terkait, mari sama-sama tangani ini, jangan sampai persepi masyarakat luar, bahwa di Papua Barat tidak terkontrol soal penyalahgunaan lem aibon,” pungkasnya. (RBM)