Proteksi Hak Dasar OAP, Warinussy: Bentuk Komisi Hukum Ad Hoc

MANOKWARI, PAPUAKITA.COM—Advokat dan Pembela Hak Asasi Manusia (HAM) di Tanah Papua, Yan Christian Warinussy menyatakan, pembentukan Komisi Hukum ad hoc menjadi hal urgen dan mendesak. Pembentukan komisi tersebut juga diamanatkan di dalam pasal 32 UU nomor 21 tentang Otsus di Tanah Papua.

Dijelaskan bahwa, badan negara berdasarkan UU otsus tersebut kehadirannya diperlukan demi membantu efektifitas pelaksanaan hukum di tanah Papua. Demikian Warinussy melalui keterangan tertulis yang diterima redaksi, Senin (13/5/2019).

“Saya yakin seyakin-yakinnya jika komisi hukum ad hoc ini dibentuk di Papua maupun Papua Barat, maka hambatan selama ini yang berkenaan dengan proteksi bagi jati diri dan hak-hak dasar OAP (orang asli Papua) dapat segera diatasi,” jelasnya.

Menurut Direktur Eksekutif LP3BH Manokwari ini, MRP Papua dan MRPB memiliki peran yang paling utama, bersama seluruh komponen rakyat Papua dapat mendesak pemerintah daerah dan pusat agar komisi hukum ad hoc segera dibentuk di tahun 2019.

Di sisi lain, ia menyarankan Dewan Adat Papua (DAP) beserta semua komponen masyarakat asli Papua segera lakukan konsolidasi internal.

Konsolidasi ini perlu dilakukan demi menguatkan desakan kepada pemerintah daerah dan pemerintah pusat, untuk dilaksanakannya evaluasi total berdasarkan amanat pasal 78 UU Otsus.

“Demi dilakukannya perubahan sesuai amanat pasal 77 UU otsus dimaksud, agar memberi ruang dan kesempatan proteksi yang lebih luas bagi jati diri dan hak-hak dasar OAP sebagaimana diatur dan diakui di dalam amanat pasal 1 huruf (t) juncto pasal 43 UU otsus,” jelas Warinussy lagi.

Desakan perubahan juga menjadi penting dilakukan dalam rangka penghormatan dan pemberdayaan bagi OAP sebagai subjek utama dari lahirnya Undang Undang otonomi khusus.

Lihat juga  LP3BH Manokwari Apresiasi Upaya Pendataan OAP di Papua Barat

Dengan demikian, penghormatan dan perlindungan bagi OAP harus dilakukan dalam berbagai sektor kehidupan, yaitu ekonomi, sosial, budaya, bahkan politik dan hukum.

“Pada titik ini saya memandang bahwa peran gubernur di provinsi Papua maupun di Papua Barat sangat urgen dan utama,” sebut Warinussy.

Warinussy menegaskan, desakan OAP tak akan ada artinya apabila kedua gubernur di tanah Papua ini tidak tampil sebagai pengambil keputusan terdepan atas beban tugas utamanya dalam aspek pemerintahan dan pembangunan. Ini dibandingkan dengan apa yang dilakukan di provinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD).

“Dengan status provinsi Papua dan Papua Barat sebagai daerah istimewa dengan status otonomi khusus dalam memberi perlindungan bagi rakyatnya sudah seharusnya diikuti dan direalisasikan secara bijak oleh kedua gubernur di tanah Papua,” tambah Warinussy. (*/RBM)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *