KAIMANA, PAPUAKITA.com—Dua (2) orang saksi dari calon bupati dan wakil bupati pasangan Fredi Thie- Hasbullah Furuada, terpaksa harus keluar dari dalam gedung serbaguna GPI Rehobot yang digunakan oleh PPD Distrik Kaimana sebagai tempat pleno rekapitulasi perhitungan suara pemilihan bupati dan wakil bupati Kaimana.
Adapun alasan, dua saksi dari pasangan tersebut dikeluarkan, itu karena ada keberatan yang dilayangkan oleh saksi dari pasangan Rita Teurupun-Leonard Syakema. Hal itu, menyusul adanya kesepakatan bersama.
Salah seorang saksi pasangan Fredi Thie-Hasbullah Furuada, Yohanes Sony mengaku sangat kecewa. Ia menilai, PPD tidak konsisten dengan aturan yang ada terkait rekapitulasi di tingkat PPD, sedianya dilakukan dalam sistem dua panel.
“Kami dari saksi paslon 01 datang 4 orang, kami sudah memahami aturan yang dikeluarkan oleh KPU. Tetapi akibat ketidaksiapan saksi dari paslon 02, maka PPD membuat sistem satu panel saja. Sehingga kami dibolehkan hanya masuk 2 orang saksi,” ujarnya.
“Kami sudah mengikutinya terus tiba-tiba ada keberatan dari tim paslon 02, keberatan kalau kami (4 saksi, red) berada di dalam ruangan. Sehingga PPD menyuruh kami untuk keluar dan tinggalkan ruangan. Ini yang saya katakan, bahwa PPD tidak konsisten dengan aturan dan sudah disepakati secara bersama tadi. Ini, kan aneh,” tukas Sony.
Sony juga mempertanyakan soal pembatasan untuk mengakss dokumentasi. Ia mengaku, tidak bisa mendokumentasi gambar, baik video maupun foto. Padahal proses rekapitulasi ini bersifat terbuka.
“Dikatakan pleno terbuka, harusnya semua terbuka untuk bisa diketahui oleh publik. Ini pesta rakyat dan plenopun harus terbuka. Kalau seperti ini, tutup saja pintu biar pleno ini tertutup. Okelah dengan situasi Covid-19, kita maklumi jumlah peserta. Tetapi ini malah lain, video pun tidak boleh, kami pun disuruh keluar,” bebernya.
Sebelum pleno rekapitulasi hasil penghitungan suara tingkat distrik dilakukan oleh PPD Distrik Kaimana, Ketua dan Anggota PPD terlebih dahulu membacakan tata tertib. Dan itu harus dan meminta tanggapan dari saksi masing-masing paslon.
Menurut Sony, saksi paslon keberatan dengan dilakukan sistem pleno pararel dengan alasan undangan baru diterima pada pukul 09.00 WIT. Sehingga waktu tersebut dirasa tidak cukup, dan belum bisa membekali saksi yang akan dimandatkan untuk mengikuti pleno sistem pararel sebagaimana yang diatur.
“Kami berharap penyelenggara pemilu di tingkat kabupaten hingga tingkat distrik bersikap independen. Tetap berjalan pada regulasi yang telah ada. Artinya, kalau pleno itu diamanatkan Undang Undangan terbuka, ya terbuka. Jangan terus sudah ada kesepakatan secara bersama, terus tiba-tiba berubah pikiran lagi dan menganulir kesepakatan bersama,” pungkasnya. (PKT-02/ARF)