12 Izin Perekebunan Kelapa Sawit Dicabut di Papua Barat

MANOKWARI, PAPUAKITA.comUpaya pelestarian hutan, perlindungan hak masyarakat adat dan perbaikan tata kelola perizinan industri berbasis lahan di Provinsi Papua Barat menunjukkan kemajuan positif, sampai dengan saat ini, sesuai dengan hasil evaluasi perizinan perkebunan kelapa sawit sudah 12 izin konsesi perkebunan dengan luas 267.856,86 hektar telah dicabut.

Luasan ini setara dengan 5 kali Pulau Singapura dengan estimasi 53.571.372 ton Carbon. Hasil ini juga berkontribusi pada upaya dan komitmen pemerintah Indonesia dalam penurunan emisi gas rumah kaca nasional. Demikian tulis Yayasan EcoNusa dalam siaran pers yang diterima papuakita.com, Jumat (28/5/2021).

Pencabutan izin perkebunan sawit ini merupakan tindak lanjut dari hasil evaluasi perizinan perkebunan kelapa sawit yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Papua Barat bersama delapan Kabupaten lainnya di Papua Barat dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kabar baik tersebut disampaikan dalam program Mari Cerita (Mace) Papua dan Maluku bertajuk Kabar Baik untuk Hutan Papua yang digelar Yayasan Econusa, di Jakarta  Pada 27 Mei.

Hadir sebagai pembicara kunci Yacob Fonataba, Kepala Dinas Tanaman Pangan Holtikultura dan Perkebunan Papua Barat. Acara ini turut menghadirkan narasumber Dian Patria, Ketua Satuan Tugas Koordinasi Supervisi Pencegahan Wilayah V KPK, Cliff Agus Japsenang, Sekda Kabupaten Sorong, dan Tori Kalami, Ketua Perkumpulan Generasi Muda Malaumkarta.

Selama 2 tahun terakhir, Provinsi Papua Barat dengan dukungan dari KPK melakukan evaluasi tata kelola perizinan perkebunan kelapa sawit secara intensif dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Dari hasil evaluasi tersebut, tim evaluasi memberikan rekomendasi pencabutan beberapa izin perusahaan kepada para bupati sebagai pemberi izin.

Yacob Fonataba mengatakan, sampai saat ini sudah ada 5 kabupaten yang telah melaksanakan rekomendasi hasil evaluasi perizinan perkebunan kelapa sawit tersebut dengan mencabut izin perusahaan yang bermasalah.

Lihat juga  Dominggus Mandacan Ajak Masyarakat Papua Barat Cerdas Kelola Sampah dengan 4R

“Dua perusahaan di Sorong Selatan, satu perusahaan di Manokwari Selatan dan satu perusahaan di Maybrat sedang difinalisasi surat keputusan untuk mencabut izinnya. Di tahapan inisiasi evaluasi perizinan, kami dibantu oleh Yayasan EcoNusa,” kata Yacob

Menurut Yacob, ditemukan pelanggaran dalam evaluasi perizinan perkebunan kelapa sawit di Papua Barat, diantaranya pelanggaran administrasi seperti izin usaha perkebunan, izin pemanfaatan kayu, tidak melaporkan kepemilikan saham dan susunan kepengurusan serta belum memperoleh HGU. Terdapat pelanggaran operasional.

“Hasil evaluasi terbaru memberikan 3 rekomendasi, yakni wilayah konsesi yang akan dikembalikan dari 6 perusahaan dengan luas 52.151,93 Ha, terdapat 10 perusahaan yang perizinannya berpotensi dicabut dengan luas 224.044,86 hektar serta 13 perusahaan yang sudah memperoleh HGU dan / atau sudah melakukan penanaman. Sesuai instruksi gubernur, untuk melestarikan Provinsi Papua Barat harus membangun dengan hati, mempersatukan dengan aksi membangun Papua Barat yang mandiri,” ujarnya.

Dian Patria berharap masalah perizinan ini tidak terulang lagi di kemudian hari dan mengajak semua pihak mendorong komitmen terutama komitmen kepala daerah.

“Saya apresiasi seluruh pihak yang terlibat. Ini merupakan program lintas stakeholders. Bagi KPK, Papua lebih urgent. Ada dua hal yang menjadi perhatian kami, pertama perbaikan tata kelola perizinan dan kedua optimalisasi pajak terutama pajak daerah,” katanya.

Selain evaluasi perizinan kelapa sawit, Dian Patria mengatakan, evaluasi ini dapat diperluas ke sektor lain. “Dan untuk memastikan masalah perizinan tidak terulang maka harus ada sistem perencanaan dan monitoring berbasis spasial,” tegas Dian Patria.

Cliff Agus Japsenang menyatakan, kabupaten Sorong masih akan terus melakukan evaluasi izin beberapa perusahaan.

“Kami siap akibat, resiko, itu sudah menjadi tanggung jawab kita bersama, yang penting tanah menjadi hak dan milik masyarakat adat. Harapan kami kepada masyarakat adat yang memiliki hutan, dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat,” tambahnya.

Lihat juga  Runaweri: Perhutanan Sosial Bukan Program Bagi-bagi Lahan

Tori Kalami yang juga merupakan perwakilan masyarakat adat Malaumkarta di kabupaten Sorong menyambut baik upaya pemerintah untuk dapat mengembalikan wilayah yang telah dicabut izinnya kepada masyarakat.

“Harus sudah ada juga perencanaan di wilayah hutan adat yang sudah dicabut izinnya, untuk memastikan tidak akan ada izin masuk lagi. Harapannya pemerintah mendukung masyarakat adat, memastikan bahwa evaluasi bertujuan untuk membangun dan berdasarkan kebutuhan masyarakat adat,” pintanya.

Evaluasi perizinan perkebunan kelapa sawit ini merupakan sebuah inisiatif baik yang tidak akan berjalan tanpa adanya komitmen dan dukungan dari pihak-pihak yang berkepentingan. Mulai dari komitmen pemerintah provinsi, pemerintah daerah, dan juga dukungan dari pemerintah pusat, masyarakat, organisasi sipil, dan pihak lainnya. (*/ARF)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *