Derek Ampnir: Longsor Minyambouw akibat gempa bumi dan perubahan cuaca

MANOKWARI, PAPUAKITA.com—Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana (BPBD) Provinsi Papua Barat Derek Ampnir mengungkapkan, becana longsor di Distrik Minyambouw, merupakan akibat dari dampak gempa bumi dan perubahan cuaca ekstrem.

“Ini (longsor Minyambouw) merupakan dampak dari perubahan iklim global, cuaca ekstrem dan bencana pergerakan tanah akibat gempa bumi 6,1 magnitud yang pernah kita rasakan beberapa waktu lalu,” jelas Ampnir, Ahad (26/5/2024)

Longsor di distrik Minyambouw, tepatnya di Kampung Persiapan Piyedip Kampung Induk Meteide yang berdekatan dengan kampung Mbenti. Bencana longsor ini menelan korban jiwa serta materil.

Sedikitnya 5 orang menjadi korban. Antara lain, satu korban selamat, 2 meninggal dunia, serta dua korban dalam pencarian.

Adapun kerugian materil berupa 6 unit rumah rusak berat akibat tertimbun longsor. Selain itu, ruas jalan kurang lebih sepanjang 250 meter dalam rusak berat.

“Longsor ini masih ikutan dari gerakan tanah yang tejadi di ruas jalan di daerah Teluk Bintuni. Kemudian, dipicu oleh cuaca hujan dengan intensitas tinggi. Merupakan rangkai dari pergerak tanah akibat gempa dan perubahan iklim,” ungkap Ampnir.

Upaya mitigasi bencana, lanjut Ampnir, melalui pengefektifan manajemen darurat dan siaga dalam rangka meminimalisir resiko bencana.

“Masyarakat mungkin kurang memperhatikan bahwa harus menghindar dari potensi bencana (longsor) yang berada di dekat rumah atau tempat tinggal. Syukurlah kita mesti amankan kondisi yang ada. Kita tidak ingin seperti kejadian di Luwu dan Sumatera Barat. Puji Tuhan kita masih ditolong,” tuturnya.

Wilayah potensi longsor

Di sisi lain, wilayah kabupaten Pegunungan Arfak masuk dalam kategori daerah potensi longsor tinggi.

“Semua wilayah kabupaten Pegunungan Arfak berada dalam ancaman resiko dan bencana longsor tinggi. Sudah kita petakan dalam kajian resiko bencana provinsi, sudah masuk dalam zona resiko tinggi,” kata Ampnir.

Lihat juga  Masyarakat Papua Barat Diajak Hidup Bersahabat dengan Bencana

Mitigasi bencana dalam konteks ekonomi hijau, sebut Ampnir, masyarkat harus menanam dan membudidayakan tanaman dataran tinggi seperti kopi, serta tanaman endemik dataran tinggi di Pegaf.

“Di lokasi kejadian longsor itu perlu memperhatikan untuk tidak membuka lahan atau kebun,” tukasnya.

Baca juga : Evakuasi korban longsor di Distrik Minyambouw terkendala alat berat

Tanaman kopi dan tanaman endemik yang telah ada sejak zaman dahulu, adalah bagian untuk melakukan mitigagasi bencana. Tidak boleh menebang taman tersebut untuk alasan apapun termasuk kepentingan berkebun.

“Mari, kita jaga alam. Kejadian di Wariori, Manokwari Selatan, dan Bintuni, kita harus menjaga alam, bersahabat dengan alam supaya alam menjaga kita,” pungkasnya. (PK-01)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *