MANOKWARI, PAPUAKITA.com— Wakil Ketua DPRD Kabupaten Manokwari, Norman Tambunan mengkritisi wacana pemerintah daerah terkait revisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 2018 tentang Penataan Manokwari Daerah Injil.
“Sampai dengan saat ini belum dilakukan sosalisasi oleh pemerintah daerah kepada masyarakat di kabupaten Manokwari. Terus apa yang menjadi dasar atau urgensinya sehingga harus di revisi, kalau perda ini saja belum disosialisasikan ke masyarakat? ujar Norman.
Seharusnya, menurut Norman, pemerintah daerah menyosialisasikan isi tentang perda tersebut dan menyusun Peraturan Bupati (Perbup). Sehingga masayarakat mengetahui substansi dari pada Perda Penataan Manokwari Daerah Injil, serta perbup itu sebagai petunjuk pelaksana. Ini bertujuan mencegah terjadinya masalah di tengah masyarakat.
Pengusulan Perda Penataan Manokwari Daerah Injil, itu dilakukan sejak 2006, dan baru disahkan oleh Bupati dan DPRD pada 2018 menjadi sebuah produk hukum daerah—ada jarak selama 12 tahun.
“Akibat dari belum melakukan sosalisasi perda tentang penataan Manokwari Daerah Injil adalah masyarakat mempunyai persepsi berbeda-beda tentang perda tersebut. Ada yang mengatakan perda tersebut diskriminatif terhadap umat lain. Padahal dalam isi perda tidak seperti itu,” ucap Norman.
Perda Manokwari Kota Injil, jelas Norman, mengatur tentang kegiatan ekonomi seperti di pasar pada saat ibadah, harus diatur waktunya.
“Jadi setelah ibadah baru kegiatan ekonomi dibuka. Artinya jangan sampai mengganggu jam-jam ibadah kemudian mengganggu kekhusyukan orang beribadah,” ujar Norman.
Norman mengungkap, pemda melalui Bagian Hukum menyampaikan kepada publik melalui salah satu media massa, bahwa alasan Peraturan Daerah Nomor 3 tahun 2018 tentang Pentaan Manokwari Daerah Injil pada tahun 2020 tidak dapat dilakukan sosalisasi karena disebabkan adanya pandemi Covid-19.
Norman mengakui, LSM Parlemen Jalan (PARJAL) telah mendatangi Kantor DPRD, untuk mempertanyakan soal mengapa Perda Injil yang sudah ditetapkan sejak 2018 lalu, namun tidak dilakukan sosalisasi kepada masyarakat.
“Parjal juga mempertanyakan status Perda Nomor 5 Tahun 2006 tentang Pelarangan minuman keras di kabupaten Manokwari yang sejak tanggal 21 juni 2016, Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur Papua Barat membatlakan perda tersebut. Kami telah mengundang Sekda, Asisten I dan Kabag Hukum untuk memberikan penjelasan, namun mereka tidak hadir,” tutup Ketua GAMKI ini. (*)