Faskes Swasta Terima Hibah Satu Miliar, DPRD Manokwari: Mengapa Rapid Tes Berbayar

MANOKWARI, PAPUAKITA.com—Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Manokwari mengalokasikan hibah ke fasilitas kesehatan (Faskes) milik swasta senilai satu miliar rupiah. Adapun maksud pemberian hibah ini untuk penanganan penyakit Covid-19.

Catatan papuakita.com, data realokasi atau refocusing penggunaan dana APBD tahun 2020 untuk penanganan Covid-19, pemkab mengalokasikan satu miliar rupiah ke beberapa rumah sakit swasta, diantaranya Rumah Sakit Angkatan Laut Manokwari, Rukit Kodim Manokwari, Rumah Sakit Bhayangkara Polda PB, dan Rumah Sakit DMC.

Ketua Pansus Covid-19 DPRD Kabupaten Manokwari Romer Tapilatu mengatakan, hibah yang tersedia, pemkab melalui gugus tugas (Gustu) Covid-19 idealnya bisa menyiapkan pemeriksaan rapid tes bagi masyarakat tanpa pungutan alias gratis.

Ketua Pansus Covid-19 DPRD Kabupaten Manokwari Romer Tapilatu. Foto : ARF

“Di beberapa daerah yang kami dengar itu pengadaan rapid tes itu untuk masyarakat dan kepentingan kesehatan digratiskan. Kalau kita tidak rapid tes, kita tidak tahu berapa besar potensi penyebaran Covid-19 ini

Di Manokwari itu hasil rapid tes yang diikuti oleh swab harus dikirim keluar dan butuhkan waktu 2 minggu dan juga biaya,” kata Romer, Senin (8/6/2020).

Kebutuhan rapid tes menjadi salah satu isu aktual di tengah pandemi Covid-19. Masyarakat, dengan berbagai kebutuhan wajib melampirkan hasil rapid tes. Salah satunya, perjalanan ke luar daera.

Sayangnya, untuk pemeriksaan rapid tes ini masyarakat lebih banyak melakukan rapid tes secara mandiri ke faskes atau rumah sakti swasta. Dan ini pasti berkonsekuesni biaya yang bervariatif di setiap rumah sakit. Informasi yang diperoleh biaya rapid tes mulai dari Rp450-900 ribu.

“Pansus menghendaki penjelasan soal seberapa besar anggaran yang sudah digunakan dari yang direncakan Rp85,3 miliar lebih dan sudah berkembang menjadi Rp92 miliar. Perkembangan realisasi dana yang dialokasikan untuk penanganan Covid-19 di Manokwari belum diketahui pansus, kita belum dapat,” ujar Romer.

Menurutnya, anggaran yang telah dialokasikan untuk penanganan Covid-19, selain untuk pengadaan alkes (alat kesehatan) dan alat pelindung diri (APD). Apakah dana ini sudah termasuk pengadaan alat rapid tes dalam rangka melayani kebutuhan masyarakat?.

“Anggaran yang diploting untuk masing-masign rumah sakit itu sebesar satu miliar rupiah. Kita akan menelusuri dana satu miliar ini digunakan untuk apa? Apakah juga ada bagian yang disuplai untuk membiayai rapid tes,” ucap Romer.

“Kita mau menghubungkan benang merah ini, ada anggaran yang disediakan oleh pemerintah daerah kepada pihak swasta. Apakah sudah disalurkan. Kalau sudah disalurkan, apakah akumulasi satu miliar itu juga menjawab alat rapid tes,” sambungnya.

Lihat juga  Petugas Medis RSUD Manokwari Terkonfirmasi Positif Covid-19, Pelayanan Ditutup 14 hari

Pemerintah kabupaten Manokwari belum mampu melakukan pemeriksaan rapid tes massal. Selain kendala alat rapid tes, fasilitas karantina (Faskar) terpusat di daerah ini hingga kini belum tersedia.

Faskar ini baru diupayakan. Padahal, rapid tes menjadi salah satu upaya mengetahui penuluaran Covid-19 yang bisa dilakukan di daerah ini. Apakah menunjukkan tren peningkatan atau penurunan.

“Kita tidak memberikan kemudahan-kemudahan kepada masyarakat datang untuk memeriksakan diri. Kemudian ada alokasi hibah ke rumah sakit swasta dan dipungut biaya, ini yang sulit bagi kita semua. Pemerintah tidak dapat mengukur tingkat penyebaran Covid-19 di daerah ini,” tukasnya.

Dikatakan, upaya pencegahan penularan Covid-19 melalui pemeriksaan suhu tubuh menggunakan thermal scanner atau thermogun dan penyemprotan disinfektan tidak bisa dijadikan ukuran.

“Kita ingin supaya 65-70 persen data hasil peneliatan di lapangan bisa menjelaskan kepada publik bahwa potensi penularan Covid-19 di Manokwari seperti ini. Pansus menghendaki penjelasan dari tim gugus tugas Covid-19,” ujar politikus PKPI ini.

Hibah ditinjau kembali

Ketua Harian Gustu Covid-19, drg. Hendri Sembiring mengatakan, keterangan hasil rapid tes menjadi keharusan bagi setiap orang yang hendak melakukan perjalanan ke luar maupun masuk ke suatu daerah.

Keharusan ini mengacu pada Surat Edaran Nomor 5 tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Kriteria Pembatasan Perjalanan Orang Dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19, yang dikeluarkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Ketua Harian Gugus Tugas Covid-19 Kabupaten Manokwari drg. Henri Sembiring. Foto : ARF

“Dalam rangka program percepatan pencegahan Covid-19, maka untuk membatasi perjalanan itu diprioritaskan atau diperuntukan bagi yang orang tua mati, anak mati, istri mati. Itu priortas, urgen. Sakit keras dibuktitkan dengan surat keterangan dokter, orang tua, anak, istri atau saudara kandung, sedangkan famili tidak, dan pengantar bapok yang disertai dengan lampiran faktur yang akan diantar

Terus bagi pegawai yang punya SPPD ke luar dan penting untuk pengawasan, PLN, Telkomsel, pelayanan publik dan sebagainya. Itu boleh, tetapi dari BNPB harus rapid tes mandiri,” ujar Sembiring.

Untuk Manokwari, lanjut Sembiring, terus diupayakan untuk diadakan rapid tes untuk semua atau massal. Menurutnya, pelayanan rapid tes diarahkan bagi masyarakat yang masuk dalam kriteria urgen sesuai dengan surat edaran BNPB. Sedangkan di luar dari kriteria tersebut tetap melakukan rapid tes mandiri.

Lihat juga  Kelurahan se Kabupaten Manokwari Diimbau Tak Keluarkan Keterangan Domisili Sementara

“Puskesmas dan rumah sakit (pemerintah) tidak ada bayar rapid tes. Tidak ada bayar surat rekomendasi seperti informasi yang beredar di media sosial itu. Kalau duka, datang ketemu saya. Saya mengerti. Kita proses itu tetapi yang jalan untuk kunjungi keluarga di luar dari pada urgensitas tersebut dan pulang kampung, ya wajib,” ujarnya.

Sembiring juga menjelaskan, warga Manokwari yang bukan ber-KTP Manokwari tidak menjadi sasaran pelayanan. Dirinya meminta, agar tidak membandingkan antara Manokwari dengan kabupaten Teluk Bintuni.

“Di Bintuni itu jumlah penduduk sedikit baru anggaran mereka Rp300 miliar, anggaran Manokwari 80 an miliar. Alokasi anggaran bapok itu sudah makan Rp37 miliar, bidang kesehatan Rp12 miliar,” bebernya.

Sembiring menegaskan, masyarakat yang hendak melakukan rapid tes tidak pernah diarahkan ke rumah sakit swasta. Akan tetapi, kemungkinan saat masyarakat hendak mengakses pelayanan di puskesmas di waktu jam pelayanan telah tutup.

“Saya tidak pernah arahkan ke rumah sakit swasta. Masyarakat datang ke bagian perhubungan atau pelayanan pos, tidak pernah diarahkan ke rumah sakit swasta. Cuman saat mencari pelayanan puskesmas untuk surat keterangan dan hasil rapid puskesmas sudah tutup. Ya jalan keluarnya itu ada DMC dan RS Angkatan Laut,” tukasnya.

Menyoal hibah yang dialokasikan ke sejumlah rumah sakit swasta dalam rangka penanganan Covid-19 di daerah ini. Sembiring enggan berkomentar banyak. Dirinya menyatakan, sudah ada komunikasi dengan unsur pimpinan dewan.

“Hibah itu akan direvisi sesuai dengan saran dan petunjuk dari DPRD kabupaten Manokwari. Titik,” tandasnya. (ARF)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *