MANOKWARI, PAPUAKITA.com—Keberadaan tenaga kerja di sektor formal maupun informal menjadi salah satu faktor yang mendukung perputaran perekonomian daerah. Kendati demikian, para tenaga kerja pada sektor-sektor tersebut perlu mendapat pengawasan tersendiri, terutama dalam hal status kependudukannya. Yakni, wajib mengantongi KTP Manokwari jika ingin bekerja di daerah ini.
“Mungkin kalau kita turun ke lapangan banyak pekerja yang belum mengantongi KTP Manokwari tetapi sudah bisa bekerja seharusnya, kan punya dasar. Punya KTP Manokwari,” kata Ketua Fraksi Golkar DPRD Manokwari, Norman Tambunan, Senin (25/11/2016).
Kata Norman, keberadaan tenaga kerja perlu dikontrol secara berkelanjutan. Hal itu penting dilakukan karena berkorelasi dengan upaya menekan tingkat pengangguran di daerah ini yang tergolong cukup tinggi.
“Untuk sistem penyaluran tenaga kerja perlu melalui satu pintu. Sistem ini harus dikelola oleh Dinas Ketenagakerjaan jadi tidak lagi perusahaan yang cari-cari sendiri tenaga kerja yang dibutuhkan,” ujarnya.
“Tidak lagi membuka info lowongan pekerjaan secara langsung. Harus melalui dinas supaya kita tahu tingkat pengangguran kita ini berapa banyak. Yang orang Manokwari berapa banyak, orang dari luar berapa banyak, dan yang sudah mengantongi KTP berapa banyak,” sambung Norman.
Pemerintah kabupapten Manokwari harus memberikan fokus ke bidang ketenagakerjaan. Mengatasi pengangguran itu bisa dengan berbagai cara. Pertama, lanjut Norman, bisa dengan membuka peluang kerja kepada setiap orang. Kedua, membuka peluang untuk setiap orang berwirausaha supaya segala sektor bisa dimanfaatkan.
“Kita ini punya tingkat pengangguran tinggi. Kalau yang ada di dalam daerah belum bekerja nanti bagaimana? Pemerintah daerah tidak boleh tinggal diam, harus ada upaya untuk meningkatkan skil para calon tenaga kerja lokal,” tukasnya.
Upaya mendukung pemerintah daerah mengatasi persoalan pengangguran di daerah ini, kata Norman, DPRD melalui hak inisiatif telah mengusulkan rancangan peraturan daerah (Raperda) tentang perlindungan tenaga kerja lokal. Usulan tersebut telah ditetapkan dalam Program Pembentukan Peraturan Daerah (Propemperda) tahun 2020.
“Hari ini UMP cukup besar. Siapa yang merasakan manfaat itu?. Pemerintah ini pembuat Undang Undang, tapi kita yang paling melanggar undang undang. Peraturan jelas, UMP harus dibayar sesuai dengan UMP. Tapi hari ini, pemerintah bayar upah honorer berapa? Apa kita melanggar atau tidak. Apakah salah atau tidak,” ujar dia.
Di sisi lain, Norman menekankan, tenaga honorer daerah yang direkrut melalui sistem P3K (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja), juga diproses dengan sistem satu pintu. Langkah ini penting ditempuh agar meminimalisir praktek-praktek KKN.
“Jangan karena pimpinan punya keluar, tidak punya skil bisa masuk. Harus ada kompetensinya. Negara mau bayar orang sudah tidak sesuai dengan UMP dan tidak ada skil. Ini sama saja merugikan, negara ini dibiayai oleh pendapatan. Dan semua orang membayar pajak,” ujarnya lagi.
Norman menyarankan, sistem perekrutan satu pintu harus diberlakukan oleh pemerintah daerah. Sebagai instansi teknis, dinas ketenagakerjaan sudah harus memikirkan langkah-langkah yang perlu diambil guna menyiapkan proses tersebut.
Selain itu, untuk meningkatkan skil dan kompetensi tenaga kerja lokal, pemerintah daerah perlu menghidupkan kembali pendidikan dan pelatihan ketenagakerjaan melalui Balai Latihan Kerja (BLK). BLK sebagai wadah yang tepat untuk memberikan pembekalan dan ketrampilan terutama bagi tenaga kerja di sektor informal.
“Pemerintah harus fokus di bidang ini. Karena ketenagakerjaan dan pengangguran merupakan salah satu permasalahan. Orang bekerja mendapat pendapatan sehingga tingkat kesejhateraan meningkat. Tingkat kemiskinan pun berkurang,” jelasnya sembari mengatakan tiap tahun tingkat pengangguran di Manokwari meningkat.
Norman menambahkan, dalam konteks Otsus pemberdayaan tenaga kerja lokal asli Papua sangat dimungkinkan. Di mana, salah satu sektor prioritas Otsus, adalah ekonomi kerakyatan. Dengan demikian, upaya-upaya pembinaan, perlindungan, dan pemberdayaan tenaga kerja asli Papua bisa didukung dengan alokasi dana Otsus.
“Undang undang sudah berbicara seperti itu janganlah kita terlalu mempolitisir. Mari, kita berjalan sesuai dengan amanat undang undang. Tidak usah lagi ada alasan-alasan,” pungkasnya. (ASR)