Jhon Dimara: Pernyataan Gubernur Dominggus Mandacan Soal Dana Hibah Jadi Pintu Masuk

MANOKWARI, PAPUAKITA.COM—Ketua Komisi B DPR Papua Barat, Jhon Dimara mengatakan, pernyataan Gubernur Dominggus Mandacan terkait pengelolaan dana hibah, dimana ditenggarai ada oknum pimpinan OPD yang mendirikan yayasan agar dapat menyedot anggaran hibah menjadi pintu masuk.

Kata Jhon Dimara, anggaran hibah yang terakomodir setiap tahun anggaran nilainya mencapai ratusan miliar. Dan untuk tahun anggaran 2019 dialokasikan anggaran dana hibah berkisar Rp600 miliar.

“Saya memberikan tanggapan positif terkait pernyataan gubernur, itu memang sangat benar dan sudah waktunya semua harus dibenahi biar rakyat tidak lagi menjadi korban. Pernyataan gubernur ini menjadi pintu masuk,” kata Jhon Dimara, Rabu (10/4/2019).

Menurut Jhon Dimara, selama ini pengalokasian hibah di provinsi Papua Barat terkesan sangat mudah diberikan kepada pihak yang sasaran tidak tepat, sebagaimana yang disampaikan oleh gubernur.

“Sebagai ketua komisi anggaran kita akan mempertegas itu, kita akan mengawal sebuah proses dalam pembahasan sesuai mekanisme di DPR Papua Barat,” ujarn dia.

Senada dengan Jhon Dimara, Pengacara Pemerintah Provinsi Papua Barat, Yan Christian Warinussy menegaskan, bahwa gubernur harus melakukan pembersihan terhadap perangkat daerah, terutama pimpinan OPD yang memainkan praktik kotor.

“Oh…, kalau yang disebut pak gubernur itu bukan hal baru. Praktek semacam itu sudah berlangsung sejak lama,” ujar Warinussy.

Yan Christian Warinussy
Yan Christian Warinussy. Foto : RBM

Menurut Warinussy, praktik yang dimainkan terkait hibah, ini terindikasi kuat kategori pencucian uang (money loundry). Dengan membuat yayasan kemudian ada bantuan masuk ke yayasan tersebut. Bahkan, lanjut Warinussy, praktek semacam ini sudah lama diketahui oleh lembaga penegak hukum, seperti Polda Papua Barat dan Kejaksaan Negeri Manokwari.

“Pernyataan gubernur mestinya menjadi bahan awal agar ditelisik lebih dalam. Jadi pimpinan OPD membuat yayasan supaya uang bantuan dari kas daerah masuk, lalu digunakan untuk kepentingan dia sendiri. Inilah praktek pencucian uang,” tandasnya.

Lihat juga  15 Penerjun Kopassus Siap Meramaikan HUT RI ke-73 di Papua Barat

“Praktek seperti ini sebenarnya sudah cukup lama sejak pemerintahan gubernur sebelumnya. Pernyataan gubernur harusnya menjadi bahan awal agar dilakukan penyelidikan. Penyidik bisa berpatokan pada laporan model A dari masyarakat, tapi juga bisa laporan model B yang dibuat sendiri,” sambung Warinussy.

Warinussy juga menilai, inspektorat sebagai pengawas internal pemerintah mestinya peka dan segera menelusuri apa yang dilontarkan oleh gubernur soal pengelolaan hibah di lingkup pemprov Papua Barat.

Pemberian dana hibah dan bantuan sosial (Bansos) dari pemerintah setiap tahun nilainya mencapi miliar rupiah, salah satu tujuannya adalah untuk perbaikan kehidupan masyarakat. Faktanya, kehidupan masyarakat justru berbanding terbalik.

“Misalnya, hibah untuk pendidikan, apakah kualitas pendidikan di daerah ini sudah baik, ataukah perbaikan dibidang kesehatan maupun dibidang ekonomi sudah membaik, saya kira ini sangat jauh dari harapan,” ujarnya.

Warinussy menambahkan, tata kelola pemerintahan perlu dibenahi, salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh seorang gubernur adalah melakukan pembersihan birokrasi, yang harus diikuti oleh denan pertanggungjawaban jabatan. “Tanggung jawab secara individu harus juga di ikuti, misalnya kalau ini perbuatan pidana mestinya menjadi wewenang penegak hukum,” kata Warinussy.

Sebelumnya, Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan mengungkap ada Pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang selama ini mendirikan Yayasan, tujuannya agar mendapatkan dana hibah Daerah.

“Ada oknum pejabat pimpinan OPD yang mendirikan yayasan sendiri, ada yayasan yang tiap tahun mereka dapat terus,” ungkap Gubernur Dominggus Mandacan.

Dengan kondisi demikian, gubernur didesak untuk mengganti perangkatnya yang terindikasi selama ini memainkan praktek kotor dengan dalih mendirikan yayasan untuk menyedot anggaran hibah sehingga menyebabkan penyerapan keuangan daerah menjadi tidak tepat sasaran. (ADL)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *