MANOKWARI, PAPUAKITA.com—Ketua Majelis Rakyat Papua Provinsi Papua Barat (MRPB), Maxsi Nelson Ahoren menegaskan, pihak-pihak yang hendak memperkarakan pelantikan 6 anggota MRPB sisa masa jabatan 2017-2022 ke ranah hukum, adalah sebuah langkah yang tepat.
“Saya melihat gubernur tidak salah dalam hal ini (pelantikan, red), karena gubernur melaksanakan itu sesuai dengan petunjuk bawahannya, di situ ada Kesbangpol, Biro Hukum. Kalau biro hukum dan kesbangpol tidak tahu soal mekanisme itu, saya pikir tidak, dan sangat salah sekali. Yang jelas MRP mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) 54,” ujar Maxsi Ahoren
Soal gugatan balik atau wacana perlawanan hukum atas pelantikan 6 anggota MRPB sisa masa jabatan 2017-2022, lanjut Maxsi Ahoren, upaya tersebut secara kelembagaan tidak mungkin dilakukan.
“Ini masalah personal. Yang digugat adalah perorangan, bukan lembaga. Yang jelas MPRB posisi di tengah. Tidak dalam posisi memihak, tetap netral di tengah,” ujarnya.
Diketahui, keenam anggota MRPB sisa masa jabatan 2017-2022 telah dilantik oleh Gubernur Papua Barat atas nama Menteri Dalam Negeri pada 20 Mei lalu.
Adapun dasar pelantikan adalah Putusan Kasasi Mahkama Agung Nomor 01/PEN.INKRACHT/2018/PTUN.JPR tanggal 22 Mei 2019, dan putusan Nomor 40/PEN.INKRACHT/2017/PTUN.JPR tanggal 13 Juni 2019.
Maxsi Ahoren mengungkapkan, sesuai dengan ketentuan PP Nomor 54/2004 , penetapan resmi para anggota MRP wajib dilakukan dalam suatu sidang paripurna, kemudian dari hasil sidang paripurna akan diajukan kepada gubernur melalui kesbangpol dan diteruskan ke Jakarta.
Setelah ditetapkan keputusannya, surat resmi dari Jakarta kemudian diberikan kepada sekertariat MPR (Papua Barat), untuk dilakukan penetapan waktu dan mencetak undangan pelantikan oleh gubernur.
“Prosedur tersebut tidak dilakukan terkait pelantikan 6 anggota MRPB. Pelantikan ini tidak ada koordinasi antara pemprov papua barat dengan MRPB,” ujar Maxsi Ahoren.
Koordinasi yang dinilai tidak berjalan ini, tambah Maxsi Ahoren, tidak diketahui pasti siapa yang bertanggung jawab. Kendati demikian, seharusnya kesbangpol dan biro hukum setda telah mengetahui tata cara dan prosedur yang telah dituangkan di dalam PP nomor 54.
Sebelumnya, Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan mempersilahkan para pihak yang merasa dirugikan atas pelantikan keenam anggota MRPB, untuk menempuh jalur hukum.
Ketimbang berbalas komenter di media massa, gubernur menegaskan, upaya untuk memperkarakan pelantikan enam anggota MRPB sisa masa jabatan 2017-2022 jauh lebih elegan dan bermartabat.
“Ini adalah negara hukum. Tidak usah komentar banyak-banyak, ketika kita menghadapi Covid-19. Ini kita harapkan tidak demikian. Silahkan saja, ada yang tidak puas dengan itu ada jalur hukum. Silahkan ditempuh,” pungkas gubernur. (ARI)