MANOKWARI, PAPUAKITA.com—Wakil Gubernur Papua Barat, Mohamad Lakotani menyatakan, pembangunan dalam konteks otonomi khusus (Otsus) sudah diseriusi oleh pemerintah provinsi (Papua Barat).
Meski demikian, keseriusan pemprov itu masih terganjal. Sebab belum semua kewenangan dimiliki, masih ada kewenangan di tataran pusat. Pemprov belum sepenuhnya diberikan kewenangan dalam konteks Otsus.
“Kita harus jujur katakan bahwa sasaran capaian otsus bagi orang asli Papua selama ini belum menunjukan hasil yang signifikan. Bahkan belum menampakan adanya kebijakan yang berpihak baik bersifat afermatif, memberdayakan maupun melindungi orang asli Papua sebagai bagian utama dari tujuan peruntukan otonomi khusus di provinsi Papua Barat,” kata Lakotani, Senin (27/1/2020).
Pernyataan Lakotani ini disampaikan saat membuka rapat konsultasi publik pokok-pokok pikiran perubahan RUU Otsus Papua dan Papua Barat, dihadiri perwakilan DPRPB, MRPB, kepala daerah dan pimpinan lembaga legislatif tingkat kabupaten kota se-Papua Barat.
Pemerintah provinsi Papua Barat mulai mengelola dana Otsus terpisah dari provinsi Papua sejak 2009, hingga 2020 total dana otsus yang sudah digelontorkan pemerintah pusat mencapai Rp20,921 triliun. Selain itu, pembangunan di Papua Barat juga mendapat sokongan dana tambahan infrastruktur yang telah mencapai Rp9,355 triliun.
Kata Lakotani, dengan dana sebesar itu pemerintah provinsi Papua Barat sudah serius melaksanakan pembangunan sesuai dengan kebutuhan daeran dan masyarakat di Papua Barat. Keseriusan itu dalam rangka pelaksanaan Otsus.
Dalam pengusulan revisi UU Otsus melalui Program Legislasi Nasional (Prolegnas), Lakotani menekankan, kesempantan itu harus digunakan untuk mendorong agar pemerintah pusat memberikan kewenangan penuh kepada pemerintah provinsi dalam pengelolaan dana Otsus.
Terpisah, salah seorang tokoh muda Papua Barat, Marinus Bonepai menilai, program-program otonomi khusus di Papua Barat belum berhasil. Karena anggaran triliunan rupiah yang digelontorkan pemerintah pusat belum menyentuh kepada orang asli Papua sesuai dengan prirotas Otsus, yakni sektor pendidikan, kesehatan, infranstruktur dan ekonomi kerakyatan.
Kata Bonepai, dana otsus dan tambahan infrastruktur masih digabungkan menjadi satu dengan APBD. Dan kemudian dikelolah oleh SKPD yang juga masih mengelola program yang bersumber dari anggaran umum sehingga tidak ada indikator penggunaan anggaran Otsus.
“Dana otsus itu harus dipisahkan dari lain yang diperuntukan khusus untuk orang asli Papua, ini dilakukan dengan menggunakan data base kependudukan orang asli Papua supaya kita bisa mengukur jumlah OAP ada dimana sehingga kucuran dana ini sesuai,” ujar Bonepai.
Bonepai mengusulkan, dana Otsus tidak dikelola oleh SKPD melaikan oleh sebuah lembaga khusus di bawah koordinasi langsung dengan presiden yang dikoordinir kepala daerah dalam hal ini gubernur.
“Jika program prioritas otsus, sektor pendidikan, kesehatan, infrastruktur dan ekonomi kerakyatan masih dikelolah oelh SKPD, maka saya pastikan otsus gagal lagi. Hal ini harus jadi perhatian pemerintah provinsi dan pusat dengan melihat kepentingan OAP dalam konteks otsus,” ujarnya.(TRI)