MANOKWARI, PAPUAKITA.com—Pemberhentian terhadap lima (5) tenaga honorer di lingkungan Pemerintah Provinsi Papua Barat, adalah upaya menegakkan aturan dan dalam rangka memberikan efek jera.
“Aparat (pemerintah) harus menegakkan aturan sehingga ada efek jera. Pemerintahan tidak bisa diperlakukan seperti itu. Ini wibawa pemerintah daerah,” tegas BKD Provinsi Papua Barat Nelles Dowansiba, Jumat (6/1/2023).
Pernyataan Nelees ini berkaitan dengan lima honorer di lingkungan pemerintah Provinsi Papua Barat yang akan diberhentikan.
Pemberhentian tersebut dilakukan, karena kelimanya ditenggarai sebagai koordinator aksi demonstrasi yang berujung pada penyegelan kantor Badan Kepegawaian Daerah (BKD) beberapa waktu lalu.
Langkah pemberhentian itu, menurut Nelles, dapat dilakukan kapan saja dan bukan menjadi halangan bagi pemerintah daerah. Apa lagi keputusan untuk memberhentikan honorer yang memotori demonstrasi adalah sikap tegas yang diambil oleh pimpinan daerah.
“Mereka tidak beretika. Setiap demo selalu teror (staf) BKD hingga merusak aset kantor. Tindakan ini bukan satu kali. Apakah mereka layak jadi pegawai. Kalau jadi pegawai mereka tidak akan jadi contoh yang baik,” ketusnya.
Informasi yang menyebutkan honorer yang terlibat demonstrasi telah bekerja sejak 2004 silam, dibantah BKD. Nelles menyatakan, para honorer tersebut mulai bekerja terhitung sejak 2009. Itu sesuai dengan hasil pengecekkan data kepegawaian.
Dijelaskan Nelles, ihwal demonstrasi yang berujung pada penyegelan aset pemerintah dipicu ketidakpuasan para 512 honorer pemprov Papua Barat. Mereka ini mendesak diangkat menadi ASN di lingkup pemprov. Sementara tidak semua bisa dijadikan ASN karena terbentur aturan. Salah satunya adalah umur.
Permasalahan pengangkatan P3K dari kalangan honorer daerah, lanjut Nelles, mental akibat upaya yang dilakukan bersama DPR Papua Barat (DPRPB) belum membuahkan hasil. Ia mengaku, usulan agar para honorer diangkat menjadi ASN ditolak oleh Kementerian Dalam Negeri.
“Ada penolakan begitu berarti tidak ada dasar hukum yang kuat sehingga status mereka bukan P3K melainkan honor daerah. Pemerintah daerah punya kewenangan mau menggunakan tenaga mereka atau mau memberhentikan tidak ada halangan apa-apa,” ujarnya.
Nelles menambahkan, upaya pengangkatan honorer menjadi P3K, mestinya dilakukan sejak Desember 2022 lalu. Akan tetapi, para honorer menolaknya.
”Desember lalu seharusnya mulai proses P3K tapi mereka menolak berkat. Untuk untuk mengantarkan mereka ke jalur CPNS lagi itu tidak ada. sebanyak 512 honorer ini masalah lama,” pungkasnya. (*)