MANOKWARI, PAPUAKIT.com—Gubernur Papua Barat, Dominggus Mandacan menyatakan, pemerintah provinsi memiliki hak untuk menentukan perwakilan adat untuk duduk dalam keanggotaan panitia seleksi (Pansel ) calon anggota DPR Papua Barat (DPRPB) melalui mekanisme pengangkatan dalam kerangka pelaksaan Otonomi khusus (Otsus).
Pernyataan Dominggus Mandacan ini menyusul polemik keanggotaan Maxsi Nelson Ahoren dalam pansel dari perwakilan adat yang diajukan Majelis Rakyat Papua Provinsi Papua Barat (MRPB). Maxsi Ahoren diberhentikan sebagai anggota pansel, karena diduga terkait jabatannya sebagai Ketua MRPB.
“Kita akan tetap jalan, jangan sampai terhambat. Kalau memang tidak mau mundur, kan kewenangan ada di kita (pemerintah, red), bisa saja kita cari orang lain sebagai perwakilan adat untuk duduk di pansel,” tegas gubernur, Rabu (15/1/2020).
Gubernur Dominggus Mandacan nampaknya mulai kesal terhadap polemik keanggotaan pansel calon anggota DPRPB jalur Otsus ini.
Maxsi Ahoren resmi diberhentikan dari keanggotaan pansel berdasarkan SK Gubernur Papua Barat Nomor 188.4-4/278/12/2019 tentang pemberhentian anggota pansel calon anggota DPRPB melalui mekanisme pengangkatan peridoe 2019-2024, tertanggal 16 Desember 2019.
Adapun SK tersebut ditandatangani oleh Kepala Biro Hukum Setda provinsi Papua Barat, Roberth K.R. Hammar.
Kata gubernur, jika anggota yang bersangkutan masih enggan untuk mengundurkan diri, pemprov Papua Barat akan mengambil langkah untuk tetap menjalankan tugas Panitia seleksi, bisa dengan 4 orang saja, atau menetapkan perwakilan adat secara sepihak.
Dengan lantang, Dominggus menyatakan, dirinya pun bisa saja dirinya menjadi anggota pansel dari perwakilan adat, karena merupakan kepala suku besar salah satu suku di Papua Barat.
“Kalau bilang perwakilan adat, saya juga kepala suku. Jadi tidak ada yang sulit tetap kita jalan sesuai dengan aturan,” ujar gubernur.
Gubernur Dominggus Mandacan menambahkan, dalam waktu dekat akan melakukan pertemuan dengan OPD terkait untuk membahas tahapan penjaringan dan seleksi calon anggota DPRPB jalur Otsus.
“Kita menunggu hasil rapat nanti seperti apa, setelah itu baru kita bisa tahu keputusan pemerintah seperti apa nantinya,” ujarnya.
Sebelumnya, SK pemberhentian tersebut memicu protes keras yang dilayangkan Lembaga Majelis Rakyat Papua Provinsi Papua Barat (MRPB). Protes disampaikan secara bersama oleh sejumlah anggota MRPB, antara lain Kelly Duwuri, Anton Rumbruren, Edy Klaus Kirihio.
Pemberhentian itu dinilai telah melecahkan eksistensi masyarakat adat Orang Asli Papua (OAP) yang merupakan bagian dari lembaga kultural. Di sisi lain, SK tersebut juga disoroti karena bukan ditandatangani oleh gubernur.
Untuk itu, MRPB mengusulkan permasalahan pemberhentian Maxsi Ahoren harus dibicarakan secara bersama antara gubernur dengan MRPB melalui sebuah pertemuan. (TRI/ARF)