DPRPB dan MRPB segera layangkan surat soal PMK 206 kepada pemerintah pusat

MANOKWARI, PAPUAKITA.com—DPR Papua Barat (DPRPB) dan Majelis Rakyat Papua Provinsi Papua Barat (MRPB) bersepakat, untuk melayangkan segera surat kepada pemerintah pusat terkait dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 206/PMK.07/2022.

“Dasar itulah yang membuat DPR Papua Barat dan MRPB secara resmi akan bersurat ke pusat bahwa kita menolak PMK 206 itu. Kita juga akan membentuk tim untuk bekerja untuk masalah ini,” kata Ketua DPRPB Orgenes Wonggor, Selasa (31/1/2022).

Surat bersama yang akan dilayangkan kedua lembaga tersebut berisikan tentang penolakan terhadap PMK Nomor 206/PMK.07/2022. PMK itu mengatur tentang alokasi transfer ke daerah untuk provinsi/kabupaten/kota di Wilayah Provinsi Papua Barat dan Provinsi Papua Barat Daya (PBD) Tahun Anggaran 2023.

Penolakan terhadap PMK 206, bahkan sudah disikapi diinternal DPRPB maupun dengan menggelar pertemuan dengan gubernur dan serta MRPB. Penolakan tersebut bukanlah bentuk sikap tidak menghormati keputusan pemerintah pusat.

“Kita melihat dulu, karena ada banyak perubahan yang harus dilakukan. Kita lihat dasar hukumnya, perlu ada pakar untuk melihat apakah PMK ini lebih tinggi dari Perda? Sehingga bisa kita mengambil langkah-langkah,” ujarnya.

Meski demikian, antisipasi dampak dari terbitnya PMK tersebut serta memperjuangkan aspirasi serta menjaga kepercayaan masyarakat harus dipikirkan. Ia mengatakan, anggaran yang digeser ke Papua Barat Daya menyangkut dengan perencanaan program dan kegiatan yang melewati proses panjang mulai dari musrembang hingga penetapan.

PMK itu, lanjut Wongor, membawa dampak luar biasa. Jika gubernur tidak bisa berbuat banyak soal keputusan pemerintah pusat, ini dapat dimaklumi. Sebab menjadi sebuah kewajiban untuk patuh dan melaksanakan perintah atasan.

“Kita ini bicara aspirasi masyarakat. Tim sudah bekerja dan pasti kita akan menyampaikan surat secara resmi bahwa DPRPB dan MRPB tolak PMK tersebut. Sejak beberapa hari lalu kita sudah berbicara baik secara internal dewan maupun dengan gubernur, serta satu kali dengan MRPB,” ujarnya lagi.

Lihat juga  Gazam dukung kebijakan Gubernur Papua Barat Daya terkait penempatan pimpinan OPD

Unsur pimpinan DPRPB mengagendakan untuk bertemu dengan gubernur guna meminta penjelasan terkait dengan pergerseran anggaran. Penjelasan yang dituntut oleh DPRPB cukup mendasar. Hal itu sejalan dengan mekanisme penganggaran yang terlebih dahulu harus mendapatkan persetujuan dewan sebelum anggaran itu digunakan.

Wonggor meminta kesediaan gubernur bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) mengalokasikan waktu supaya bisa menggelar pertemuan dengan DPRPB.

“Terus terang saja pergeseran itu membawa dampak yang sangat-sangat luar biasa di seluruh OPD. Kemudian kita di DPR Papua Barat, juga MRPB,” ucapnya.

Wonggor menyatakan, dewan perlu tahu soal sejauh mana pergeseran anggaran itu dan sumber anggaran apa saja yang digeser. Informasi tentang hal itu perlu dismpaikan semua ke DPR (Papua Barat) untuk mendapatkan persetujuan.

“Tidak bisa dilakukan pergeseran begitu saja. Kita mau tahu berapa yag sudah digeser, sumber anggaran mana saja yang digeser, jumlah anggaran di Papua Barat Daya itu berapa, anggaran provinsi induk itu sisa berapa? Itu kita belum dapat penjelasan,” tukas Wonggor.

Wonggor menambahkan, permasalahan pergeseran anggaran sudah dibicarakan secara terbuka kepada menteri Dalam Negeri.

“Jadi 29 anggota itu harus berkantor di Papua Barat Daya. MRPB juga harus ada di Papua Barat Daya. Anggarannya digeser tetapi orangnya tetap ada disini. Tidak masuk akal. Ini masalah yang hari ini belum bisa kita terima itu. Di depan menteri dalam negeri kita minta supaya PMK itu dicabut karena buat kita di daerah setengah mati,” pungkasnya. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *