MANOKWARI, PAPUAKITA.com—Tindakan blokade dalam merespon persoalan, sejatinya menunjukkan sebuah kemunduran pola pikir dari masyarakat sebuah daerah. Tindakan tersebut juga berdampak nyata menghambat kemajuan dan perkembangan di daerah.
Demikian, Ketua DPR Papua Barat Orgenes Wonggor, minyikapi informasi tentang rencana aksi blokade Pasar Wosi dan Terminal Wosi yang beredar luas melalui media sosial, seperti whatsapp. Informasi ini telah menyita perhatian banyak pihak serta beragam reaksi.
“Jangan sampai Manokwari ini identik dengan palang memalang (blokade). Jangan sampai kita orang Arfak itu seperti indentik dengan tindakan seperti begitu. Kalau ada segala sesuatu terkait masalah pasar maupun terminal, utamakan komunikasi dengan pemerintah daerah. Jangan langsung main palang. Hindari tindakan seperti itu,” tutur Wonggor, Selasa (3/10/2023)
Persoalan pasar Wosi dan terminal ini, lanjut Wonggor, apakah benar belum pernah ada pembayaran ganti rugi sama sekali oleh pemerintah. Atau para pemilik ulayat justru telah menerima ganti rugi. Sehingga penting untuk mengedepankan komunikasi ketimbang aksi blokade.
Untuk menjadi informasi, areal pasar Wosi telah berdiri sejak tahun 1990 an di saat Kabupaten Manokwari di bawah kepempimpinan (alm) Bupati Esau Sesa. Menurut Wonggor, kecil kemungkinan areal yang telah ada sekian puluh tahun itu belum ada ganti rugi sama sekali.
“Pemerintah dan masyarakat mesti saling mencocokan dokumen-dokumen terkait pelepasan hak ulayat maupun bukti ganti rugi. Dokumen terkait pembayaran itu seperti apa? Juga proses pembicaraan pelepasan tanah adat di areal pasar Wosi sejak awal itu seperti apa? Dokumen ini harus disimpan secara baik. Sehingga bukti-bukti yang ada bisa menjadi acuan. Bagian ini paling penting,” ucapnya.
Pasar dan terminal adalah fasilitas umum yang menjadi tumpuan hidup banyak orang. Untuk makan, membiaya anak sekolah, menjual hasi kebun dan lainnya. Menurut Wonggor, pasar Wosi merupakan salah satu pusat perekonomian, kegiatan jual beli. Aksi palang memalang, akan sangat mengganggu perputaran ekonomi kabupaten Manokwari.
“Apa lagi Pasar Wosi dan Pasar Sanggeng ini menjadi pusat berbelanja masyarakat di ibu kota Provinsi Papua Barat. Harusnya kita bisa jaga di bagian ini. Saya minta masyarakat bijak, berpikir maju ke depan. Jangan ada palang memalang. Pasar itu bukan milik satu orang, satu suku, satu komunitas atau kelompok. Pasar ini milik semua,” tukasnya.
Di sisi lain, Wonggor menegaskan, sampai aksi pemalangan terjadi sudah tentu akan mengganggu ketertiban umum dan menimbulkan kerugian bagi banyak orang. Sehingga tindakan tersebut berimplikasi pada perbuatan melawan hukum, tentu akan berhadapan dengan aparat penegak hukum.
“Kapolersta Manokwari sudah menyatakan sikap bahwa akan bertindak tegas terhadap aksi palang memalang. Kepolisian tidak ada kompromi dengan hal-hal seperti itu. Kami juga meminta kepada kepolisian untuk mengecek kebenaran sumber informasi soal rencana palang tersebut. Apakah dari pemilik ulayat atau justru hanya ulah oknum-oknum yang sengaja mau mengacaukan kamtibmas saja,” ungkapnya.
Wonggor menyarankan, pemerintah daerah dan tetua adat dari pemilik ulayat mesti memfasilitasi sebuah pembicaraan secara baik. Untuk mencari solusi dalam permasalahan areal pasar Wosi dan terminal sehingga diketahui duduk perkaranya.
“Kalau sudah dibayar, mari kita juga harus jujur mengakui itu sudah dibayar. Tanah yang dibayar berulang-ulang itu akan menjadi persoalan yang bisa membahayakan diri kita. Kalau sudah dibayar, kemudian generasi berikut tuntut bayar lagi, saya mau sampaikan bahwa itu sangat berbahaya bagi diri kita,” pesan Wonggor.
Menurutnya, tindakan main palang telah menjadi preseden buruk bagi dunia investasi di Papua Barat, khususnya di kabupaten Manokwari. Investor enggan datang berinvestasi karena merasa tidak aman untuk membangun usahanya di daerah ini. Selain itu, tindakan palang memalang ini sudah tersebar ke penjuru daerah.
“Palang memalang ini tercium sampai ke mana-mana, ke tingkat nasional. Kita harus sadari ini, barang (masalah) sedikit palang, palang. Ini sangat menghambat perkembangan Manokwari ke depan. Kita malu, dalam forum-forum yang ada, Manokwari selalu dipandang dengan masalah palang memalang, tidak pernah kita berubah dari tahun ke tahun, capek juga,” tutur putra asli Pegunungan Arfak ini.
Lihat juga : Ratusan kios dan lapak jualan di Pasar Wosi ludes terbakar
Wonggor menambahkan, siapapun akan senang datang dan mau berinvestasi di Manokari. Hal itu akan terjadi jika masyarakat bisa jamin keamanan. Sebaliknya palang memalang masih ada, maka tidak ada orang yang mau berinvestasi.
“Kita yang sudah memiliki pemahaman, pengetahuan baik, menjadi pegawai harusnya bisa menjadi pihak yang mampu mengedukasi masyarakat kita. Jangan kita justru kembali lakukan aksi palang memalang. Kita yang sudah sekolah, pegawai, dan lainnya harus bisa jadi contoh, teladan kepada orang tua kita yang masih belum memiliki pemahaman,” tandasnya. (PK-01)