Warga Rendani Merasa Dihantui Rencana Relokasi, MRPB dan DPR PB Jamin Tak Ada Relokasi

MANOKWARI, Papuakita.com – Warga Komlpkes Rendani, Kelurahan Wosi, Distrik Manokwari Barat, mengaku dihantui dengan rencana relokasi yang akan dilakukan pemerintah daerah Kabupaten Manokwari.

Hal itu diutarakan sekira 50 an perwakilan warga saat menyampaikan aspirasi ke Kantor Majelis Rakyat Papua Provinsi Papua Barat (MRPB) dan DPR Papua Barat (DPRPB) yang terletak di Jalan Siliwangi, Selasa (10/7/2018). Relokasi ini bakal dilakukan karena permukiman sejumlah warga masuk dalam areal pengembangan Banda Udara Rendani.

“Dua aspirasi yang kami bawa, adalah masyarakat yang terkena dampak dan yang akan terkena dampak. Kami minta kepastian pemerintah. Masyarakat tertekan secara psikologis dengan rencana relokasi. Kami minta kepastian pemerintah, tidak lagi ada beban psikologis. Kami minta perlindungan Majelis Rakyat Papua Barat,” kata salah seorang warga, Anton Mabrasar di hadapan pimpinan dan anggota MRPB.

MRPB
Ketua MRPB,Maxi Nelson Ahoren (baju putih) ketika menyampaikan dukungan terhadap aspirasi warga Rendani. Foto : RBM/PKT

Perwakilan warga juga menyuarakan tentang sejarah rumah ibadah yang ada dekat dengan permukiman warga. Alasan ini juga menjadi dasar warga meminta ke pemerintah daerah dan pihak terkait agar rencana relokasi dikaji kembali. Warga berharap relokasi nantinya tidak jauh dari tempat tinggal mereka saat ini dan tempat peribadatan tersebut.

“Cuman satu, kita tidak minta banyak, tidak istimewa. Kita ini didiskriminasi, bahwa dikatakan mengagalkan program kerja dua anak adat (Arfak), Gubernur Dominggus Mandacan dan Bupati Demas Paulus Mandacan. Kami tegaskan, tidak sedikit pun melangkahi itu. Kita minta pembangunan itu menyejahterakan rakyat. Jangan membunuh rakyat,” kata Anton Mambrasar.

Pemerintah kabupaten Manokwari berencana memberi ganti rugi kepada warga yang terkena dampak pengembangan areal bandara dengan nilai berkisar Rp150 juta. Nomimal ganti rugi itu dinilai tidak relevan dengan kondisi saat ini. Selain itu, warga juga merasa rencana pengembangan areal bandara tidak dilakukan secara transparan.

“Kami protes juga karena master plan pembangunan tidak disosialisasi ke masyarakat padahal sudah ada sejak 2015, tahun 2018 baru diketahui oleh masyarakat.  Luas areal bandara 129 an hektar belum memiliki amdal tetapi pekerjaan sudah berjalan,” bebernya.

Lihat juga  Demas Mandacan: Bangun Mental dan Hati Juga Penting

Ketua MRPB, Maxi Ahoren mengatakan, MRPB telah membentuk pansus guna menyikapi permasalahan rencana relokasi permukiman warga dan pengembangan bandara Rendani. Pansus ini telah melakukan pertemuan dengan pemerintah provinsi Papua Barat dan pemerintah kabupaten Manokwari pada 9 Juli kemarin.

“Apabila pemerintah tidak tanggapai permasalahan yang ada. MRPB siap bersama dengan masyarakat untuk melakukan demonstrasi. MRPB tidak tinggal diam. Ada Undang Undang  otsus yang menjamin. Pansus akan bekerja sampai masalah ini tuntas,” kata Maxi.

Menurut Maxi, pertemuan pansus dengan pihak-pihak terkait, MRPB menekankan rencana penyediaan lahan seluas 3 hektar termasuk pembangunan rumah yang akan difasilitasi oleh pemerintah provinsi Papua Barat harus jelas dan ada jaminan.

”Apakah warga masuk atau tidak. Rumah dari pemerintah provinsi itu dibangun ka tidak?. Tanpa aturan yang jelas pemerintah bisa digugat.  MRPB siap keluarkan rekomendasi untuk mendukung aspirasi ini. Kami minta fraksi otsus DPRB bisa kerja sama dengan MRPB. Fraksi otsus memiliki kewenangan yang besar,” tegasnya.

Jamin tak ada relokasi

Usai menyampaikan aspirasinya ke kantor MRPB. Dalam waktu yang bersamaan, puluhan warga Rendani didampingi sekira 4 anggota MRPB melanjutkan aksinya di kantor DPR PB dan menyampaikan aspirasi yang sama. Mereka diterima oleh Ketua Komisi C, Imanuel Yenu didampingi Sekretaris Dewan, Mathias Asmuruf dan beberapa stafnya.

Kata Imanuel Yenu, rencana pengembangan bandara Rendani harus menjadi komitmen bersama pemerintah dan masyarakat untuk mendukung pembangunan daerah. Lebih dari itu, untuk mengurangi kecelakaan transportasi penerbangan di daerah ini.

DPR PB
Perwakilan warga Rendani di Kantor DPR PB. Warga meminta DPR PB dan MRPB menyeriusi aspirasi yang disampaikan terkait rencana relokasi permukiman mereka yang terkena dampak pengembangan bandara Rendani. Foto : RBM/PKT

“Dampak dari pembangunan bandara, pemerintah tidak serta merta mengabaikan hak-hak masyarakat. Masyarakat tidak boleh ditindas. Saya minta jangan keluar sebelum pemerintah siapkan lahan. Tapi jangan paksakan keinginan karena akan sulit. Tentu kita akan bicara sesuai dengan keinginan masyarakat, yakni rumah yang layak. Aspirasi yang disampaikan dan akan ditindaklanjuti,” ujarnya.

Lihat juga  Dinas Perumahan Bakal Bangun Rumah Tipe 36 dan 45 di Kabupaten Manokwari

Pemerintah provinsi Papua Barat dalam 2 tahun (2017-2018) mengucurkan anggaran yang cukup besar untuk mendukung pembangunan dan pengembangan bandara Rendani. Nilainya berkisar Rp80 an miliar tiap tahun anggaran.

Imanuel Yenu mengungkapkan, rencana relokasi masyarakat sudah pernah dibicarakan DPR PB bersama Dinas Perhubungan provinsi. Salah satu hal yang ditekankan dalam pembicaraan tersebut adalah pembangunan rumah bagi warga yang akan direlokasi.

“Pembangunan penting dan masyarakat juga penting.  Bangun rumah yang layak dan atur baik, kalau tidak diatur baik tentu masyarakat akan menolak. Saya titipkan ini, masyarakat sudah bawa aspirasi ke DPRB jadi jangan jangan bikin kesepakatan di luar lagi tunggu saja, jangan ada yang bikin kesepakatan di luar lagi,” ujar Yenu.

Ketua Pansus MRPB untuk masalah bandara, Anton Rumbruren mengatakan, meminta DPR PB dalam waktu tidak lama untuk menyurati gubernur dan bupati Manokwari serta lintas sektor terkait untuk duduk bersama membahas penyelesaian masalah bandara Rendani.

“Segera bertemu dan harus bicara. Sehingga proses ini transparan. Masyarakat pada prinsipnya menerima pembangunan bandara tetapi harus transparan, jangan abu-abu,” ujar Anton. (RBM)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *