Warinussy: Masyarakat Jangan ‘Tersesat’ Wacana Pembentukan Fraksi Otsus di Tingkat Kabupaten/Kota

MANOKWARI, Papuakita.com – Advokat dan Pengacara HAM, Yan Christian Warinussy menilai, pernyataan politik organisasi masyarakat terkait wacana pembentukan fraksi otsus di DPRD kabupaten/kota bisa ‘menyesatkan masyarakat’.

“Saya ingin memberi pandangan hukum agar masyarakat tidak tersesat oleh pernyataan politik yang tidak berdasar hukum dari beberapa organisasi masyarakat mengenai fraksi otsus yang diusulkan diadakan di DPRD kabupaten/kota,” kata Warinussy melalui siaran pers yang diterima redaksi PKT (papuakita.com), Senin (4/6/2018).

Kata Warinussy, pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) Undang Undang (UU) Otonomi Khusus (Papua dan Papua Barat) disebutkan kekuasaan legislatif Provinsi Papua dan Papua Barat dilaksanakan oleh DPR Papua/DPR Papua Barat (DPRP/DPR PB).

Warinussy menjelaskan, DPRP/DPR PB terdiri atas anggota yang dipilih melalui mekanisme pemilihan umum dan diangkat berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Hal sesuai amanat UU Otsus Nomor 21 Tahun 2001 sebagaimana dirubah dengan UU Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Peraturan Pengganti Undang Undang Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Perubahan atas UU 21 Tahun 2001 Tentang Otsus Papua Menjadi Undang Undang.

Juga peraturan perundangan setingkat peraturan daerah provinsi (perdasi) dan peraturan gubernur di Provinsi Papua Barat sebagai pengejawantahan dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 116/PUU-VII/2009.

“Jelas-jelas tidak ada satupun pasal atau ayat yang memberi kewenangan dan peluang bagi dibentuknya fraksi otsus tersebut di tingkat DPRD kabupaten/kota di Tanah Papua, termasuk di Papua Barat,” ucap Warinussy.

Untuk itu, Warinussy menyarankan, pernyataan politik itu seharusnya relevan dengan pemahaman hukum yang cukup. Dan bila perlu meminta pendapat para ahli dan atau praktisi hukum yang ada di daerah ini.

Warinussy menambahkan, pemahaman hukum itu untuk membantu memberikan catatan-catatan hukum yang berdasar sebelum memberikan komentar atau pendapat yang dapat “menyesatkan” masyarakat di Tanah Papua, khususnya Orang asli Papua. (MKD/RBM)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *