BETAPA AGUNGNYA NIKMAT KEAMANAN

Oleh Abdullah Nazhim Hamid, S.T., Lc., M.Ag.

JUMAT, 01 Zulkaidah 1445 H / 10 Mei 2024 M

Kita telah memasuki bulan Zulqa’dah yang merupakan salah satu di antara bulan haram. Bahkan bulan Zulqa’dah adalah bulan pertama dari 3 bulan haram yang letaknya berurutan karena setelahnya adalah bulan Zulhijjah dan bulan Muharram. Nabi Shallahu alaihi wa sallam berkata:

 

السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ثَلَاثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ ، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ.

 

Artinya: Satu tahun ada dua belas bulan diantaranya ada empat bulan haram (suci), tiga bulan berurutan, yaitu Dzulqa’dah, Dzul Hijjah dan Al-Muharam serta Rajab yang berada antara Jumadil (akhir) dan Sya’ban. (HR. Bukhari).

 

Imam Ibnu Kasir dalam tafsirnya mengungkapkan hikmah dari kehormatan tiga bulan yang berurutan ini. Beliau mengatakan bahwa pengharaman bulan haram adalah untuk keperluan ibadah Haji dan Umrah, bulan Zulqa’dah dianggap sebagai bulan yang suci, mendahului bulan-bulan Haji, karena masyarakat Arab menahan diri dari berperang selama bulan itu. Bulan Zulhijjah juga dianggap suci karena mereka menjalankan ibadah Haji dan melaksanakan ritual-ritualnya. Kemudian, bulan suci lainnya menyusul, yaitu bulan Muharram, agar mereka dapat kembali ke kampung mereka dengan aman. (Tafsir Ibnu Kasir)

Dari sini kita memahami bahwa pentingnya keamanan dalam keberlangsungan suatu ibadah karena orang-orang Arab sebelum datangnya Islam telah menyadarinya sehingga mereka mensterilkan tiga bulan tersebut dari peperangan yang memang biasa terjadi di antara mereka. Apalagi jika ibadahnya seperti haji yang membutuhkan perjalanan yang jauh dan melibatkan jutaan orang, maka faktor keamanan adalah sesuatu yang sangat penting untuk dijaga.

Bisa dibayangkan jika ketakutan meliputi kita, maka ibadah apapun itu tidak akan maksimal untuk dilaksanakan. Ketakutan-ketakutan seperti adanya peperangan ataupun penyakit menular yang mematikan, atau bencana alam yang menimpa serta ancaman-ancaman lain adalah hal yang sangat mungkin terjadi dalam kehidupan kita. Bisa kita saksikan di masa kita sekarang, sebagaimana peperangan yang terjadi di Gaza, virus korona yang menyebar di seluruh dunia beberapa tahun lalu, begitu juga bencana banjir dan longsor yang menimpa beberapa daerah di Sulawesi Selatan. Hal ini harusnya membuat kita sadar bahwa nikmat keamanan dan keselamatan yang kita miliki sekarang ini adalah nikmat yang besar yang harusnya kita syukuri dengan sepantasnya. Penyebab-penyebab ketakutan ini bukan tidak mungkin menimpa kita, oleh karena itu jangan pernah merasa aman dan lalai dengan keadaan kita saat ini.

Lihat juga  JADILAH MUSLIM YANG BERSAUDARA

Keadaan aman yang kita rasakan saat ini harusnya bisa kita syukuri dengan memaksimalkan ibadah kepada Allah dan menjauhi maksiat kepadaNya. Apalagi kita berada di bulan haram yang bukan hanya amal ibadah yang dilipat gandakan, tetapi juga dosa-dosa. Keadaan aman ini bisa berubah jika kita sendiri yang merubahnya karena perilaku kita. Allah berfirman:

 

ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ لَمْ يَكُ مُغَيِّرًا نِعْمَةً أَنْعَمَهَا عَلَى قَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ وَأَنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيم

 

Terjemahnya: Yang demikian itu karena sesungguhnya Allah tidak akan mengubah suatu nikmat yang telah dibrikan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum tersebut mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri. (QS. Al-Anfal/ 8:53).

 

Nikmat keamanan akan berganti menjadi ketakutan jika manusia itu sendiri yang mengubahnya dengan meninggalkan ketaatan dan melakukan kemaksiatan. Di ayat yang lain Allah berfirman:

 

وَضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا قَرْيَةً كَانَتْ آمِنَةً مُطْمَئِنَّةً يَأْتِيهَا رِزْقُهَا رَغَدًا مِنْ كُلِّ مَكَانٍ فَكَفَرَتْ بِأَنْعُمِ اللَّهِ فَأَذَاقَهَا اللَّهُ لِبَاسَ الْجُوعِ وَالْخَوْفِ بِمَا كَانُوا يَصْنَعُونَ

 

Terjemahnya: Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezeki datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah, karena itu Allah menimpakan kepada mereka bencana kelaparan dan ketakutan,disebabkan apa yang mereka perbuat. (QS. An-Nahl/ 16:112).

 

Lihatlah contoh kaum Saba’ yang diberikan keamanan dalam safar mereka, sehingga mereka tidak pernah merasakan ketakutan. Allah menyebutkan kisah mereka:

 

وَجَعَلۡنَا بَیۡنَهُمۡ وَبَیۡنَ ٱلۡقُرَى ٱلَّتِی بَـٰرَكۡنَا فِیهَا قُرࣰى ظَـٰهِرَةࣰ وَقَدَّرۡنَا فِیهَا ٱلسَّیۡرَۖ سِیرُوا۟ فِیهَا لَیَالِیَ وَأَیَّامًا ءَامِنِینَ

 

Terjemahnya: Dan Kami jadikan antara mereka (penduduk Saba’) dan negeri-negeri yang Kami berkahi (Syam), beberapa negeri yang berdekatan dan Kami tetapkan antara negeri-negeri itu (jarak-jarak) perjalanan. Berjalanlah kamu di negeri-negeri itu pada malam dan siang hari dengan aman. (QS. Saba’/ 34:18).

 

فَقَالُوا۟ رَبَّنَا بَـٰعِدۡ بَیۡنَ أَسۡفَارِنَا وَظَلَمُوۤا۟ أَنفُسَهُمۡ فَجَعَلۡنَـٰهُمۡ أَحَادِیثَ وَمَزَّقۡنَـٰهُمۡ كُلَّ مُمَزَّقٍۚ إِنَّ فِی ذَ ⁠لِكَ لَـَٔایَـٰتࣲ لِّكُلِّ صَبَّارࣲ شَكُورࣲ

 

Terjemahnya: Maka mereka berkata, “Ya Tuhan kami, jauhkanlah jarak perjalanan kami, dan (berarti mereka) menzalimi diri mereka sendiri; maka Kami jadikan mereka bahan pembicaraan dan Kami cerai-beraikan mereka sejadi-jadinya. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi setiap orang yang sabar dan bersyukur. (QS. Saba’/ 34:19).

Lihat juga  Demas Mandacan: Bangun Mental dan Hati Juga Penting

 

Imam al-Sa’di mengatakan terkait ayat tersebut bahwa setelah kaum Saba’ ditimpa banjir bandang akibat bendungan yang roboh, maka mereka pun tercerai-berai dan tersebar dan  menjadi bahan pembicaraan orang-orang, namun walaupun begitu, yang bisa mengambil ibrah dari kisah mereka adalah orang-orang yang sabar dan bersyukur sebagaimana kata Allah pada ayat tersebut, “Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi setiap orang yang sabar dan bersyukur.” Beliau melanjutkan bahwa orang yang bersyukur yang dimaksud adalah orang yang mengakui nikmat Allah, lalu ia memuji Allah, dan menggunakan nikmat dalam ketaatan, dan ketika mendengarkan kisah kaum Saba’ dan apa yang terjadi pada mereka, ia sadar bahwa hukuman tersebut adalah karena kufur nikmat dan barang siapa yang berperilaku seperti mereka, maka akan mendapatkan hukuman yang serupa, ia juga sadar bahwa mensyukuri nikmat Allah adalah jalan untuk menjaga nikmat tersebut agar tidak dicabut. (Tafsir al-Sa’di)

Kita hidup di negeri yang aman, wabah korona telah berakhir dan kita tidak ditimpa musibah sebagaimana daerah-daerah di sekitar kita, sungguh nikmat yang sangat besar. Maka jaga nikmat ini dengan banyak bersyukur dan memanfaatkan nikmat ini dalam ketaatan, perbanyak istigfar dan minta ampun atas kelalaian kita semoga dengan itu, nikmat ini akan terjaga dan di akhirat kelak kita mendapatkan nikmat keamanan yang sejati sebagaimana kata Allah:

 

ٱدۡخُلُوهَا بِسَلَٰمٍ ءَامِنِينَ

 

Terjemahnya: Masuklah kalian (penduduk surga) ke dalamnya (surga) dengan kedamaian dengan rasa aman (Al-Hijr/ 15:46).

 

وَهُمْ فِي الْغُرُفَاتِ آمِنُونَ (سبأ:37 (

 

Terjemahnya: Dan mereka aman sentosa di tempat-tempat yang tinggi (dalam surga)

Sumber : Dep. Dakwah DPD Wahdah Islamiyah Makassar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *