Pada tanggal 7 Oktober 2023 yang lalu, Allah Azza wa Jalla kembali membangunkan ingatan kita yang sudah lama amnesia tentang tanah suci ketiga kaum muslimin, yaitu bumi Palestina. Tanah suci yang sejak lebih 75 tahun lamanya dirampas penuh kelicikan oleh penjajah Yahudi-Zionis. Inilah bumi mulia yang menjadi destinasi perjalanan mulia Isra’-Mi’raj kekasih kita, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang tentangnya Allah Ta’ala mengatakan:
سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ
Terjemahnya: “Mahasuci Allah yang telah memperjalankan hambaNya di malam hari dari Masjidil Haram menuju Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya…” (Q.S. al-Isra’ ayat 1)
Pada tanggal 7 Oktober 2023 yang lalu, melalui serangan heroik para pejuang pembebasan Bumi al-Quds itu, Allah Ta’ala kembali menyadarkan kesadaran kita yang sudah lama menurun, bahwa di tanah suci kaum muslimin itu sejak 75 tahun yang lalu telah dijajah oleh bangsa paling hitam sejarahnya, bernama Bangsa Yahudi! Inilah bangsa pembunuh para nabi dan rasul, sebagaimana diabadikan di dalam al-Qur’an:
أَفَكُلَّمَا جَاءكُمْ رَسُولٌ بِمَا لاَ تَهْوَى أَنفُسُكُمُ اسْتَكْبَرْتُمْ فَفَرِيقاً كَذَّبْتُمْ وَفَرِيقاً تَقْتُلُونَ
Terjemahnya: “Apakah setiap kali datang kepada kalian (Bangsa Yahudi) seorang rasul membawa (ajaran) yang tak sesuai hawa nafsu kalian, kalian membangkang, lalu sebagian kalian mendustakannya, dan sebagian lagi membunuhnya?” (Q.S. al-Baqarah ayat 87)
Pada tanggal 7 Oktober 2023 yang lalu, melalui serangan para mujahidin Palestina, Allah Azza wa Jalla kembali mengguncang kelalaian kita yang sudah terlalu dalam, bahwa di sana, di Bumi Isra’ dan Mi’raj itu, ada saudara-saudara kita kaum muslimin yang tak kenal lelah berjuang sendiri merebut kembali tanah air mereka. Dengan segala keterbatasan, di bawah segala tindakan represif Zionis, para mujahidin Palestina itu mengguncang nalar dunia: bagaimana mereka bisa menembus sistem keamanan Israel yang konon paling aman sedunia itu, hingga membuat panik negara-negara pendukung Israel di seluruh dunia.
Pada tanggal 7 Oktober 2023 yang lalu, Allah Azza wa Jalla mengingatkan kita yang sudah lama hanyut dalam dunia, bahwa di sana, di Bumi Palestina, salah satu negara dunia yang paling awal mengakui kemerdekaan Republik Indonesia, bahkan memberikan sumbangsih materil di awal kemerdekaan negeri ini; ternyata di sana sejak tahun 1948 secara licik para pengungsi Yahudi yang lari menyelamatkan diri dari pembantaian dan pembunuhan. Inilah pengungsi paling licik sedunia. Hari ini, populasi Yahudi di Palestina mencapai 51%, tapi menguasai lebih dari 85% wilayah Palestina!
Dahulu, Bangsa Palestina mendiami 1300 desa dan kota, tapi hari ini lebih dari 774 desa dan kota telah berada dalam penguasaan penjajah Yahudi Zionis, dimana 531 di antaranya telah diluluhlantakkan sedemikian rupa. Para penjajah Zionis yang mulanya hanya berjumlah 1,4 juta manusia, kini telah mencapai 11,6 juta manusia. Dan yang sungguh menyedihkan adalah sejak tahun 2013, setidaknya sekitar 5,3 juta atau 45,7% rakyat Palestina telah menjadi pengungsi akibat penjajahan ini! Dan perhitungan ini belum menghitung berapa banyak rakyat sipil Palestina yang dibantai dan diusir dari kampung halaman mereka sejak tahun 1948!
Maka pada hari Jum’at yang mulia ini, kita kembali belajar banyak hal dari perjuangan heroik para mujahidin Palestina pada tanggal 7 Oktober 2023 tersebut. Mereka yang merasakan berat dan payahnya perjuangan itu di sana, tapi kita di sini harus mengambil pelajaran dari mereka.
Yang pertama adalah bahwa setiap kita harus sadar bahwa kehidupan dunia ini hanya sementara, dan pada akhirnya setiap kita harus punya cita-cita dan obsesi yang lebih jauh dari dunia itu. Itulah cita-cita dan obsesi akhirat. Percayalah, bahwa tidak ada yang mampu menguatkan kesabaran dan keteguhan saudara-saudara Palestina kita, yang terpenjara di negeri mereka sendiri itu, selain cita-cita Akhirat mereka. Tentang Surga Allah Ta’ala. Tentang kehidupan yang hanya diliputi bahagia dan bahagia di dalam Jannah Firdaus.
Dalam benak dan jiwa mereka selalu terngiang-ngiang pesan Allah Ta’ala:
أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّى يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَى نَصْرُ اللَّهِ أَلَا إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ
Terjemahnya: “Apakah kalian mengira kalian akan masuk Surga sementara kalian belum mengalami seperti apa yang dialami orang-orang sebelum kalian? Mereka ditimpa penderitaan dan kesusahan, dan mereka diguncangkan hingga Sang Rasul dan orang-orang beriman bersamanya mengatakan: ‘Kapan gerangan (datang) pertolongan Allah?’ Ketahuilah sesungguhnya pertolongan Allah itu sangat dekat.” (Q.S. al-Baqarah ayat 214)
Para pejuang Palestina itu membangunkan kita dari obsesi dunia yang tak habis-habisnya. Cukuplah sudah, hidup kita sudah pasti tidak selamanya. Ada kehidupan akhirat yang harus dipersiapkan. Dan mereka, para mujahidin Palestina itu, rakyat Palestina itu, menyiapkan akhirat mereka dengan perjuangan merebut kembali Masjidil Aqsha, merebut kembali al-Quds, merebut kembali bumi suci Palestina dari tangan penjajah Zionis Yahudi!
Maka para ibunda kita di sana rela, bahkan bangga sebangga-bangganya saat anak-anak kesayangannya gugur dalam perjuangan suci itu. Para istri menangis haru dalam bangga saat suaminya gugur bersimbah darah dalam perjuangan indah itu. Kenapa? Karena mereka yakin bahwa kehidupan dunia ini hanya begini-begini saja: kesenangannya hanya sesaat, penderitaannya juga tak selamanya.
Pelajaran selanjutnya adalah bahwa dunia ini memang adalah episode-episode pertempuran antara al-Haq melawan al-Bathil. Ini adalah ketetapan Allah Ta’ala yang menciptakan kehidupan dunia ini. Dan itu sangat logis, karena kehidupan dunia ini memang diformat sebagai tempat ujian bagi kita manusia.
Kita, umat Islam, adalah umat yang cintai damai. Sejarah cinta damai kita tercatat dengan penuh terang-benderang dalam sejarah umat manusia. Kita akan selalu siap menyambut setiap upaya apapun untuk hidup berdamai dan berdampingan bahkan dengan siapapun yang berbeda keyakinan dengan kita. Persis seperti yang diteladankan kekasih kita, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam saat menerima komunitas Yahudi untuk hidup bersama dengan kaum muslimin di sana.
Tetapi semangat cinta damai kita kaum muslimin hendaknya jangan menjelma menjadi “cinta damai yang lebay”, sehingga membuat kita lupa atau pura-pura lupa bahwa kekufuran tetaplah kekufuran, orang kafir tetaplah orang kafir. Dan tentang mereka, Allah Ta’ala mengingatkan kita dalam al-Qur’an:
وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَى وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ
Terjemahnya: “Dan orang-orang Yahudi serta Nasrani itu takkan ridha kepadamu (wahai Muhammad) hingga engkau mengikuti agama mereka. Katakanlah (wahai Muhammad), sesungguhnya petunjuk Allah itulah (sebenar-benarnya) petunjuk, dan sungguh jika engkau mengikuti hawa nafsu mereka setelah ilmu (kebenaran) datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi Pelindung dan Penolong(mu).” (Q.S. al-Baqarah ayat 120)
Maka kita umat Islam selalu cinta damai. Bahkan dalam jihad-jihad kita sekalipun, cinta damai dan kasih sayang itu sungguh nyata. Lihatlah apa yang dilakukan oleh para mujahidin Palestina baru-baru ini terhadap kaum wanita, anak-anak dan orang-orang tua Yahudi: bagaimana mereka melindungi, menjaga bahkan menyelamatkan mereka di tempat yang aman. Bandingkanlah dengan apa yang dilakukan oleh penjajah Zionis itu kepada muslimah Palestina, kepada orang-orang tua dan anak-anak kita!
Sekali lagi, kita umat Islam selalu cinta damai dan selalu siap berdamai. Tapi itu semua tidak boleh membuat kita lalai dan terlena, apalagi melupakan bahwa al-Haq dan al-Bathil itu pasti akan terus berhadapan di belahan manapun di dunia ini. Untuk apa? Untuk menguji kita semua: kepada siapa kita berpihak? Untuk menguji kita semua: jalan mana yang akan kita pilih untuk sampai ke kehidupan akhirat kita?
Maka berbahagialah akhir kehidupan mereka yang sepanjang hayatnya selalu berusaha mengikuti jalan al-Haq, memperjuangkan al-Haq, berpihak kepada al-Haq, berkorban untuk menegakkan al-Haq, hingga mati di atas jalan al-Haq.
Maka sekarang sepenuhnya kembali kepada setiap kita: jalan mana yang akan kita pilih hingga kehidupan dunia kita berakhir?.
Ketika jasad tak mungkin membersamai derita saudara-saudara kita di Palestina, ketika tangan tak mungkin mengangkat senjata menyertai perjuangan para pejuang di Bumi al-Quds, ketika kedua kaki tak mungkin berlari di antara deru peluru dan asap yang berkepul mengangkat jasad-jasad yang terkulai di Bumi al-Aqsha, maka bukan berarti tidak ada yang dapat kita lakukan untuk mereka di Bumi Palestina.
Hari ini, jika kita memiliki sedikit harta berlebih, maka mengapa tak menyisihkan sebagiannya untuk mereka yang kekurangan makanan, minuman dan obat-obatan di sana?
Jika itupun kita tidak mampu, maka sekurang-kurangnya janganlah lemah untuk sekedar memanjatkan doa-doa terbaik kita untuk mereka. Karena itu, kami menghimbau kepada para ustadz, muballigh dan para imam mesjid: untuk memanjatkan doa qunut nazilah untuk saudara-saudara kita di sana. Mari kita panjatkan doa ini pada setiap shalat kita yang 5 kali sehari itu, karena kita semua meyakini bahwa doa adalah senjata terbaik orang-orang beriman.
Dep. Dakwah DPD Wahdah Islamiyah Makassar