JUMAT, 28 Rajab 1445 H / 09 Februari 2024 M
Kenikmatan adalah satu hal yang sangat ingin dimiliki oleh setiap manusia. Dalam upaya memperoleh kenikmatan itu, manusia terbagi menjadi dua golongan. Golongan pertama yaitu golongan orang-orang yang berupaya meraih kenikmatan dengan senantiasa memperhatikan perkara halal dan haram. Mereka menjauhi segala kenikmatan yang diraih dengan cara yang salah atau yang statusnya masih syubhat (samar). Mereka menjauhi segala bentuk kenikmatan yang secara dzatnya merupakan sesuatu yang haram. Mereka tidak ingin sesuatu, kecuali ia dapat membahagiakan diri mereka dunia dan akhirat.
Golongan yang kedua yaitu golongan orang-orang yang tidak peduli dengan kenikmatan yang mereka raih, entah diperoleh dari cara yang haram atau cara yang halal, entah ia merupakan barang halal atau ia merupakan barang yang haram. Yang ada dalam pikiran mereka hanyalah kenikmatan, tidak peduli hal itu bisa membinasakan mereka atau tidak.
Golongan ini adalah yang golongan yang tercela. Mereka merupakan orang-orang yang dilalaikan oleh dunia dan kesenangan semu, dilalaikan oleh kenikmatan sesaat yang berujung pada malapetaka. Mereka adalah orang-orang yang disebutkan dalam surah at-Takatsur.
Allah -Azza wajalla-berfirman:
أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ (1) حَتَّى زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ
Terjemahnya: “Bermegah-megahan telah melalaikan kalian, sampai kalian masuk ke dalam kubur.” (QS. At-Takatsur ayat 1-2)
Ketika menjelaskan ayat ini, Imam Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah dalam tafsirnya berkata: “Allah subhanahu wa Ta’ala berfirman, bahwasanya kalian disibukkan oleh kecintaan kalian kepada duniawi dan kesenangannya serta perhiasannya, sehingga kalian melupakan upaya kalian untuk mencari pahala akhirat dan memburunya. Dan kalian terus-menerus sibuk dengan urusan duniawi kalian hingga maut datang menjemput kalian dan kalian dimasukkan ke dalam kubur hingga menjadi penghuninya.” (Tafsir Ibnu Katsir: 4/474)
Seorang yang berharap kenikmatan hendaknya menjadikan Al-Qur’an sebagai standar kenikmatan hidupnya. Apa yang dinyatakan oleh Al-Qur’an sebagai kenikmatan maka itulah kenikmatan yang harus ia raih, sebab kenikmatan itu akan membawanya seseorang pada kenikmatan berikutnya. Adapun orang-orang yang melanggar aturan Allah Azza wajalla untuk mendapatkan kenikmatan, maka mereka akan mendapatkan kenikmatan sesaat kemudian mendapatkan hukuman karenanya, entah dicampakkan dalam kehinaan yang amat parah, bahkan berujung pada siksa yang mengerikan di akhirat kelak, atau dikeluarkan statusnya dari orang-orang yang berhak masuk surga dalam beberapa waktu, wal’iyadzubillah.
Lihatlah Adam dan Hawa, pada saat mereka terbuai oleh rayuan Iblis, yang dalam rayaunnya ia menjanjikan kenikmatan dusta bahwa Allah tidak melarang mereka dari mendekati pohon yang Allah larang, melainkan supaya bisa menjadi malaikat dan menjadi makhluk yang kekal. Merekapun akhirnya melanggar larangan Allah Azza wajalla demi kenikmatan itu karena terbuai rayuan iblis. Padahal, pelanggaran itu justru berujung musibah yang amat besar, aurat mereka ditampakkan dan Allah Ta’ala mengeluarkan mereka dari surga karena pelanggaran yang mereka lakukan, yaitu ingin mendapat kenikmatan yang terlarang.
Maka dari itu, perhatikanlah jama’ah yang dimuliakan Allah. Perhatikanlah kenikmatan yang ingin kita raih, apakah ia adalah sesuatu yang haram atau sesuatu yang halal, apakah cara meraihnya sesuai dengan aturan Allah Azza wajalla atau justru melanggar aturan Allah Azza wajalla.
Salah satu cara mendapatkan kenikmatan yang dilarang oleh Allah -Azza wajalla- adalah dengan cara melakukan suap-menyuap. Perbuatan ini bahkan merupakan satu dosa besar yang mana pelakunya diancam dengan neraka. Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
الرَّاشِي والمُرتَشِي في النَّارِ
Artinya: “Orang yang menyuap dan yang menerima suap tempatnya di dalam neraka.” (HR. Thabrani)
Sangat disayangkan, perbuatan terlarang yang memiliki ancaman neraka ini justru diabaikan oleh banyak kaum muslimin. Mereka tidak peduli dengan larangan ini. Bagi mereka yang penting bisa meraih kenikmatan setelahnya, padahal hal itu akan membuat mereka tercebur dalam api neraka yang amat mengerikan.
Saat ini, seolah sudah menjadi sesuatu yang biasa saja, kita sering mendengar bahwa orang yang ingin bekerja, untuk lulus dan diterima sebagai seorang pekerja atau pegawai, ia harus membayar puluhan hingga ratusan juta rupiah -wallahul musta’an-.
Suap ini seolah menjadi tradisi untuk meraih satu pekerjaan terhormat. Yang mereka pikir adalah kenikmatan dunia, bagaimana ia mendapatkan pekerjaan kemudian hidup nyaman di dunia, lalu tidak memikirkan nasib yang akan ia terima pada hari kiamat kelak, wal’iyadzu billah.
Atau mereka memikirkannya, tapi menganggap remeh dosa ini, bahwa cukup dengan bertaubat maka Allah Azza wajalla akan mengampuninya. Inilah tipu daya setan yang pernah terjadi pada saudara-saudara Yuuf ‘alaihissalaam. Mereka bersepakat untuk mencelakakan Yusuf lalu bertaubat setelah itu. Mereka pikir, mendapat ampunan dari Allah Azza wajalla sesuai keinginan hawa nafsunya.
Allah –Azza wajalla- menceritakan saudara-saudara Yusuf:
ٱقۡتُلُواْ يُوسُفَ أَوِ ٱطۡرَحُوهُ أَرۡضٗا يَخۡلُ لَكُمۡ وَجۡهُ أَبِيكُمۡ وَتَكُونُواْ مِنۢ بَعۡدِهِۦ قَوۡمٗا صَٰلِحِينَ
Terjemahnya: “Bunuhlah Yusuf atau buanglah dia kesuatu daerah (yang tak dikenal) supaya perhatian ayahmu tertumpah kepadamu saja, dan sesudah itu hendaklah kamu menjadi orang-orang yang baik.” (QS. Yusuf ayat 9)
Dalam waktu dekat, Pemilihan Umum untuk memilih Presiden Republik Indonesia dan anggota legislatif akan dilaksanakan. Beberapa orang yang tidak bertanggung jawab ingin menyuap masyarakat agar mau memilih orang-orang yang mereka dukung. Ini adalah perbuatan yang sangat buruk dan hina. Pelakunya justru menunjukkan ketidak layakannya menjadi pemimpin, karena ia justru mengajari masyarakat untuk berbuat suap.
Oleh karena itu, jika ada yang ingin melakukan serangan fajar atau apapun namanya, atau pemberian bantuan dengan menggadaikan hak pilih jama’ah sekalian, maka jangan terima. Sebab hal itu masuk dalam kategori suap menyuap.
Pilihlah calon presiden atau calon legislatif berdasarkan petunjuk agama kita, mulai dari akhlaknya, keberaniannya, kekuatannya serta kecerdasannya. Hal itu dengan melihat rekam jejaknya, apakah ia adalah seorang yang amanah atau seorang yang suka berdusta. Apakah ia seorang yang dikendalikan orang lain atau tidak, apakah ia seorang yang memperhatikan rakyat atau memperhatikan kepentingan dirinya sendiri? Jadilah pemilih yang rasional, yang membandingkan masing-masing calon lalu menentukan pilihan, bukan malah menjadi orang yang mau menerima suap.
Cukuplah rasa takut terhadap laknat Allah Azza wajalla menjadi sebab yang menghentikan kita dari berbuat seperti itu, menyuap atau menerima suap. Jika adanya laknat dari Allah dan siksa yang mengerikan dari Allah bagi para penyuap dan penerima suap, tidak juga menghentikan kita dari perbuatan itu, maka apa lagi yang bisa menghalangi kita? Iman, masih adakah ia di dalam hati ini??
Salah satu nikmat yang ingin diraih oleh manusia adalah kemuliaan. Seorang yang mencari kemuliaan hendaknya menjadikan Al-Qur’an sebagai standar kemualiannya. Bagaimanakah al-Qur’an memandang kemuliaan itu? Bukan menjadikan standar manusia dalam menilai kemuliaan. Sebab, bagi mereka kemuliaan itu adalah harta yang melimpah, tidak peduli ia sesuatu yang haram atau halal, didapatkan dengan cara yang halal atau haram.
Bagi sebagian manusia, mendapatkan pujian manusia juga merupakan kemuliaan, sehingga mereka hanya mencari pujian manusia sekalipun perbuatannya mendapat murka dari Allah Azza wajalla.
Pada akhirnya, seluruh kenikmatan yang kita raih dan rasakan, semuanya akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah Azza wajalla. Maka harta dan tahta perhatikanlah, darimana kita mendapatkannya.
Bayangkanlah, jika Allah bertanya pada kita suatu saat nanti, sedang kita tidak mampu lagi menghindar, tidak mampu lagi menyuap dan tidak mampu lagi lari. Tidak ada yang dapat menolong kita kecuali Allah Azza wajalla, kemudian amalan-amalan yang pernah kita lakukan di dunia ini.
Jangan menjadi manusia yang mencari kenikmatan sesaat, lalu menukarnya dengan ancaman siksa neraka. Semoga kita senantiasa mendapat hidayah dari Allah Azza wajalla hingga bisa membedakan mana yang benar dan yang bathil. Aamiin…
Sumber : Dep. Dakwah DPD Wahdah Islamiyah Makassar