Hearing DPR Papua Barat bersama Dinas Pendidikan dan Kepala SMA Kasuari Nusantara
Hearing DPR Papua Barat bersama Dinas Pendidikan dan Kepala SMA Kasuari Nusantara. Foto : Razid Fatahuddin/PAPUAKITA.com

Hearing DPRPB bersama Dinas Pendikan dan SMA Kasuari Nusantara belum ada titik temu

Diposting pada

MANOKWARI, PAPUAKITA.com—Hearing DPRPB bersama Dinas Pendikan dan SMA Kasuari Nusantara belum ada titik temu. Belum ada titik temu menyangkut persoalan penerimaan calon siswa SMA Kasuari Nusantara Papua Barat.

Hal itu terkuak dalam kegiatan hearing yang berlangsung, Rabu (28/5/2025). Kegiatan ini dipimpin oleh Ketua DPRPB Orgenes Wonggor dan didampingi Wakil Ketua masing-masing, Petrus Makbon dan Syamsuddin Seknun, juga Ketua komisi II Ahmad Kuddus.

Jalannya hearing cukup alot, juga dihadiri anggota Komisi II masing-masing, Rudi Sirua, Musa Naa, dan Fachry Turah, serta anggota MRPB, Eduard Orocomna. Hadir pula Kepala SMA Taruna Kasuari Nusantara, Brigjen TNI Yusuf Ragainaga dan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Papua Barat Abdul Fatah.

Syamsuddin Seknun mempertanyakan soal mekanisme rekrutmen calon siswa pada sekolah tersebut menerapkan standar seperti apa. Selain itu, kuota yang diberikan untuk per kabupaten dibagi berdasarkan indikator apa saja.

Hal-hal tersebut dirasa perlu diperjelas, menurutnya anggaran yang dialokasikan untuk SMA Kasuari Nusantara lumayan besar. Ia berharap, dengan dukungan anggaran tersebut harapannya, sekolah ini bisa menjadi icon Papua Barat.

Menyoal kapasitas tampung ruang asrama yang tidak memadai, Syamsuddin kembali mempertegas hal tersebut.

“Apakah benar? Kalau benar seperti itu, DPRPB bisa sikapi di pergeseran anggaran. Kita minta 9 calon siswa yang gugur ini diakomodir kemabli, jika itu hanya masalah ruangan,” ujarnya.

Agenda hearing dengan persoalan penerimaan sekolah tersebutr, sebut Syamsuddin, juga sudah disampaikan ke gubernur.

‘Sebelum ke sini (hearing), pak gubernur sampaikan bahwa, apa yang diputuskan oleh sekolah sesuai dengan standar itulah yang diakomodir. Bukan berarti kita jadikan alasan ruangan untuk dijelaskan kepada orang tua

Secara kelembagaan DPRPB minta 9 orang ini masuk, yang terpenting tidak ciderai akademik dan kesehatan mereka,” tambah dia.

Tekankan sosialisasi

Adapun Ahmad Kuddus menekankan soal kuota bagi calon siswa asli Papua dan non Papua di SMA Kasuari Nusantara. Ia juga mendorong, pentingnya memberikan pemahanan kepada orang tua dan calon siswa secara utuh soal standarisasi dan kriteria dalam penerimaan dan proses seleksi di SMA.

“Berapapun kuota yang dibuka, apakah ini menjawab semua keluhan? Anak-anak OAP (orang asli Papua) itu punya harapan dan ingin bersekolah ini besar. Saya juga yakin mutu sekolah ini semakin baik,” katanya.

Eduard Orocomna menyarankan, agar data peserta calon siswa idealnya disampaikan juga ke DPRPB dan MRPB. Apa lagi SMA Kasuari Nusantara ini merupakan salah satu bentuk afirmasi.

“Khusus calon siswa OAP ini, perlu penjelasan agar mereka mendapat penjelasan yang mudah dipahami. Jangan sampai ada kesan bahwa, sekolah justru mempersulit anak-anak untuk mengenyam pendidikan,” tukasnya.

Abdul Fatah mengatakan, dalam menyikapi persoalan calon siswa yang gugur ini memang gampang-gampang susah. Jika mengakomodir kembali yang sudah digugurkan, dikhawatirkan akan menimbulkan masalah yang lebih besar.

“Anak-anak yang tadinya ditolak karena tidak memenuhi persyaratan akan kembali menuntut. Mengapa mereka bisa, lalu kami tidak,” ungkapnya.

SMA Kasuari Nusantara didirikan sejak 2021, dan sudah meluluskan 2 generasi. Abdul Fatah menegaskan, pihak dinas dan stakeholder terkait terus melakukan evaluasi terhadap kualitas lulusan.

“Sekolah ini didirikan juga bertujuan untuk membina generasi khususnya anak-anak OAP. Dalam rekrutmen siswa, sudah disepakati 80:20. Dalam proses perekrutan, dinas selalu berkoordinasi dengan sekolah. Tahun ini, pendaftar mencapai 506 orang yang teridiri atas 290 calon siswa OAP, 207 non OAP, dan jalur prestasi 9. Akan diakomodir sebanyak 112 siswa,” bebernya.

Tuntutan dan kualitas calon siswa

SMA Kasuari Nusantara Papua Barat, adalah salah satu sekolah unggulan. Adanya keterbatasan di sekolah tersebut, itulah yang mengharuskan sistem penerimaan mengharuskan adanya tes atau seleksi.

“Jika tidak ada proses tes, maka semua yang mendaftar itu harus diakomodir. Kalau kita buka peluang ini, nanti di SMA 1, SMA 2 juga begitu. Pasti ada pihak-pihak yang keberatan. Sering itu sekolah swasta mengeluh. Masalah ini bukan terjadi di sekolah taruna sini saja, di sekolah lain juga,” ujar Abdul Fatah.

Abdul Fatah lantas mengingatkan akan prinsip yang dijalankan dalam sistem penerimaan penerimaan siswa baru (SPSB).

“Apa yang sudah kami dinas sepekati dengan pihak sekolah bahwa dalam merekrut itu sudah punya kriteria, punya rambu-rambu. Salah satu adalah nilai rata-rata bagi non OAP 80 dan OAP nilai rata-rata adalah 75, juga tinggi badan dan sebagainya,” katanya.

Abdul Fatah mengisahkan, ada orang tua dari calon siswa yang ngotot dan menuntut agar anaknya harus diloloskan dalam seleksi. Akan tetap, setelah dipelajari ternyata anak yang bersangkutan tidak bisa baca dan tulis. Kondisi ini, memaksa adanya pembuktian di hadapan orang tua dan guru, serta calon siswa yang bersangkutan.

“Setelah dites, tetap tidak bisa. Setelah diberikan pandangan, orang tuanya mau menerima,” kata dia.

Kasus yang sama, sebut Abdul Fatah, sedikitnya 11 orang tua calon siswa datang menghadap dirinya dan sampaikan jika anak-anak mereka bisa membaca dan menulis.

“Akhirnya, kita tes secara bersama dan ternyata dari semua anak ini tidak bisa baca tulis. Ada juga kasus, anak sekolah di SMA taruna itu karena keinginan orang tua. Dalam beberapa bulan, anak yang bersangkutan sudah berulah,” tuturnya.

Kemudian, lanjutnya, anak yang bersangkutan setelah dipanggil menyampaikan bahwa memang sengaja bertingkah supaya dikeluarkan dari sekolah, karena tidak mau bersekolah di SMA taruna.

“Begitu dikeluarkan, diadukan ke gubernur. Harapan sekolah ini dididirkan, agar anak-anak kita itu bisa bersaing di pangsa pasar. Kita berharap ke depan sekolah ini bisa luluskan anak-anak ini dalam seleksi di Akmil, Akpol dan sebagainya. Betul-betul sangat menjaga dan ketat di dalam persyaratan dan nilai,” tegasnya.

Kualitas lulusan SMA Kasuari Nusantara, tambah Abdul Fatah, selalu menjadi sorotan berbagai pihak. Bahkan, ada saran jika lulusannya tidak menonjol maka lebih baik besarkan sekolah yang lain.

“Lulusan pertama itu seleksinya sangat mudah sehingga hasilnya juga seperti itu. Saya mengapresiasi DPRPB dalam memperjuangkan aspirasi masyarakat, karena itu adalah tugas yang mulai. Secara pribadi dan kedinasan, saya meminta tolong ini dipertimbangkan kembali. Jika semua anak-anak ini direkrut kembali, yakinlah pasti akan menimbulkan masalah,” tuturnya.

Yusuf Ragainaga mengungkapkan, dua hal yang menjadi dasar bagi SMA Kasuari Nusantara Papua Barat dalam menjaga predikat sekolah unggulan, adalah seleksi dan kelayakan asrama

“Bisa masuk ke SMA taruna itu harus melalui proses tes. Juga berpola asrama, asramanya itu harus dijamin layak. Memang gratis, itu yang mendorong orang tua dan anak-anak mau bersekolah,” ucapnya.

Dalam penerimaan, ia mengaku sudah melakukan maksimal. Ada pentahapan, yakni tes di daerah (kabupaten) yang pelaksanaanya dibagi per rayon. Kemudian, tes di pusat, adalah psikologi dan jasmani. Tahapan ini harus mengumpulkan para calon siswa.

“Soal keluhan ortu akan anaknya yang tidak lulus dalam tes penerimaan calon siswa SMA Taruna, saya meminta kepada pihak orang tua agar menyampaikan langsung kepada mereka yang lulus, mau tidak posisinya digantikan. Tapi ini tidak dilakukan. Saya ambil kebijakan bagi yang tidak lulus tadi, saya tes lagi. Seperti yang disampaikan oleh kepala dinas, mohon maaf baca tulisnya tidak bisa,
“ katanya.

Selain kualitas calon siswa yang diperketat, Yusuf Ragainana tak menampik soal kapasitas sekolah yang sangat terbatas.

“Kita itu satu ruangan yang harusnya diisi oleh 4 orang. Sekarang, kita maksimalkan jadi 8 orang. Ini tidak manusiawi, kalau kita paksakan lagi mau bagaimana,” terangnya.

Adopsi SMA Taruna Magelang

Dalam seleksi, Yusuf Ragainana menyampaikan bahwa modul yang digunakan diadopsi dari SMA Taruna Magelang. Akan tetapi diformulasikan kembali sesuai dengan kondisi di daerah.

Menyoal hasil psikologi, diakuinya ada beberapa item yang diberikan dalam pelaksanaan tes. Seperti, keinginan berskolah di SMA Taruna, kebiasaan merokok, kebebasan.

“Item-item ini yang dijadi dasar juga, sehingga ada yang jatuh dipsikotes. Itu bisa dipertanggungjawabkan. Sekolah unggulan itu harus lewat tes,” tutupnya.

Petrus Makbon mengingatkan, kehadiran SMA taruna didirikan karena ada tujuannya, yakni untuk OAP. Membina generasi terbaik tanpa mengesampingkan sekolah lain. Ia berpendapat. salah satunya, lulusan SMA taruna diharapkan bisa bersaing saat mengikuti seleksi Polri atau TNI.

“Saat tes tidak lulus apakah langsung digugurkan atau ada lagi dibicarakan oleh pihak sekolah dan dinas?. Tapi saya percaya kepala sekolah dan kepala dinas, betul-betul melaksanakan tugasnya,” ujarnya.

Makbon mengaku sulit untuk menjadikan sekolah tersebut prioritas, sementara banyak kekurangan. Bahkan, kekurangan yang ada ini baru diketahui dalam forum hearing. Dirinya mengingatkan, agar kualitas dari SMA Kasuari Nusantara harus dijaga.