MANOKWARI, PAPUAKITA.com—Program Pembentukan Peraturan Daerah (Propemperda) DPR Papua Barat tahun 2019, berhasil menetapkan sedikitnya tujuh Peraturan Daerah Khusus (Perdasus).
Adapun ketujuh perdasus dimaksud, diantaranya, Perdasus tentang Pengangkatan Anggota DPR Papua Barat Dalam Kerangka Otonomi Khusus, Perdasus tentang Pedoman Penyelenggaraan Pemberdayaan Pengusaha Asli Papua, dan Perdasus tentang Pembangunan Berkelanjutan di Provinsi Papua Barat.
Kemudian, Perdasus tentang Masyarakat Adat dan Wilayah Adat di Provinsi Papua Barat, Perdasus tentang Pembagian Dana Bagi Hasil Sumber Daya Minyak dan Gas Bumi antara Provinsi, Kabupaten, dan Kota, Perdasus tentang Pembagian Dana Otonomi Khusus antara Provinsi Papua Barat, Kabupaten, dan Kota, serta Perdasus tentang Penyediaan Rumah Bagi Orang Asli Papua.
“Terkait penetapan tujuh perdasus, pertama saya menyampaikan selamat buat teman-teman di DPR Papua Barat yang sudah bekerja secara maksimal dan luar biasa dan profesional. Saya yakin DPR Papua Barat mengetahui dan mengikuti mekanisme yang ada tentang prosedur bagaimana satu raperdasus dapat disahkan,” kata Ketua MRPB, Maxi Ahoren, Kamis (25/3/2019).
Meski demikian, lanjut Maxi Ahoren, MRPB menilai perdasus tentang pengangkatan anggota DPR Papua Barat jalur Otsu, status hukumnya ilegal. Ia mengatakan, pimpinan dan angggota DPR Papua Barat, terutama Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) mengetahui secara baik proses pembuatan sebuah raperdasus sampai dapat ditetapkan menjadi perdasus.
MRPB, ungkap Ahoren telah mengikuti proses dan mekanisme pembuatan tujuh perdasus tersebut sampai ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dengan cara memberikan pertimbangan dan persetujuan.
Maxi Ahoren menjelaskan, keputusan menetapakan tujuh perdasus ada ditangan DPR Papua Barat, akan tetapi sangat disayangkan sebab sesama orang asli Papua (OAP), DPR Papua Barat seolah-olah tidak menghargai Undang Undang Otsus nomor 21 tahun 2001.
“Dalam pembahasan, pemberian pertimbangan dan persetujuan terhadap tujuh perdasus tersebut, MRPB sudah berupaya maksimal mengutamakan kepentingan orang asli Papua di atas segalanya. Faktanya, dari pembahasan, pertimbangan dan persetujuan, teman-teman di DPR Papua Barat, mengabaikan semua aspirasi, pertimbangan yang kami disampaikan,” ujarnya.
“Keputusan ada di DPR papua Barat tetapi sangat disayangkan sekali sesama OAP tidak menghargai UU Otsus. Setidaknya, DPR Papua Barat dapat melihat Perdasus nomor 6 tahun 2012. Bagaimana kita bisa menghargai UU Otsus sedangkan sesama orang Papua kita tidak saling menghargai,” sambungnya.
Maxi Ahoren mengaku khawatir, perdasus tentang pengangkatan anggota DPR Papua Barat jalur otsus yang ditolak MRPB, tidak dapat berjalan karena tidak mendapatkan nomor registrasi dari Kemendagri.
Maxi Ahoren mengemukakan, beberapa alasan sehingga MRPB menilai perdasus pengangkatan anggota DPR jalur Otsus ilegal. Pertama, DPR Papua Barat mengabaikan pertimbangan dan persetujuan yang diberikan oleh MRPB sebagai lembaga kultur yang sudah menjadi memiliki tupoksi.
Kedua sebut Ahoren, DPR Papua Barat mengabaikan masukan yang diberikan Kemendagri pada pertemuan 8 Februari di Jakarta, yang menyarankan mengubah sejumlah pasal dalam perdasus tersebut.
“Kalau meereka mengubah memang bagus, tetapi kalau mereka tidak ubah, saya khawatirkan jangan sampai seperti perda kota injil yang sudah diparipurna tetapi tidak bisa berjalan karena tidak ada nomor registrasinya,” ungkap Ahoren.
Perdasus tegas Maxi Ahoren, dibuat berlaku untuk beberapa tahun saja, untuk Masyarakat Adat dan bukan hanya sekali saja, sehingga penetapannya harus didasarkan atas kepentingan.
“Kami tidak mau beradu argumen. Kami sangat berterima kasih enam perdasus sudah ditetapkan. Kalau yang satu itu ditetapkan karena ada kepentingan bukan untuk kepentingan masyarakat (asli) Papua,” ujarnya sembari mengatakan, MRPB tidak akui perdasus keanggotaan DPR PB jalur otsus.
Maxi Ahoren menambahkan, sejak kembali dari konsultasi bersama di Kemendagri di Jakarta, MRPB tidak dilibatkan untuk duduk bersama dengan DPR Papua Barat guna membicarakan perubahan-perubahan dan masukan khusus perdasus keanggotaab jalur otsus. (RBM)