Benz Jono Hartono Praktisi Media Massa di Jakarta
Benz Jono Hartono Praktisi Media Massa di Jakarta. Dok. Pribadi

HARUS ADA REDEFINISI TERKAIT KORUPSI

Diposting pada

Pembukaan
Korupsi Bukan Lagi Sekadar “Mencuri Uang Negara”
Selama ini, definisi korupsi yang melekat di benak publik Indonesia identik dengan tindakan mencuri atau menggelapkan uang negara, menerima suap, atau memanipulasi proyek pemerintah demi keuntungan pribadi. Definisi ini memang relevan, tetapi terlalu sempit untuk menggambarkan realitas korupsi yang semakin kompleks di era saat ini.
Banyak tindakan yang secara hukum mungkin belum masuk kategori korupsi, namun secara moral, sosial, dan ekonomi jelas merugikan publik. Di sinilah urgensi untuk melakukan redefinisi korupsi, agar hukum dan kesadaran sosial mampu menjangkau bentuk-bentuk penyalahgunaan kekuasaan yang lebih halus namun destruktif.

Korupsi Definisi Lama dan Keterbatasannya
Definisi formal menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 menitikberatkan pada perbuatan melawan hukum untuk memperkaya diri atau orang lain yang merugikan keuangan negara.

Masalahnya:
Fokus pada uang negara membuat banyak praktik korupsi non-finansial luput dari jerat hukum.

Pembuktian yang rumit membuat pelaku bisa lolos karena teknis administrasi.

Korupsi struktural, yang terjadi lewat kebijakan, monopoli akses, atau penundukan hukum untuk kepentingan kelompok, sering tak tersentuh.

Mengapa Redefinisi Itu Mendesak

1. Perkembangan Bentuk Korupsi di Era Digital
State capture: kebijakan publik dipesan oleh oligarki untuk kepentingan bisnis tertentu.

2. Data corruption manipulasi data publik untuk menguntungkan pihak tertentu (misalnya menghapus data pajak atau mengatur skor kredit).

3. Algorithmic bias for profit
pengaturan algoritma platform digital untuk memenangkan kandidat politik tertentu atau mematikan pesaing.

4. Korupsi Moral dan Sosial
Nepotisme politik yang menguasai jabatan publik tanpa kompetensi memadai.
Kolusi antara aparat penegak hukum dan pelaku kejahatan untuk melindungi jaringan kriminal.

Penggunaan jabatan untuk keuntungan sosial-psikologis, seperti status atau pengaruh, meski tak ada aliran dana langsung.

5. Kerugian Tak Terukur tetapi Nyata

Hilangnya kesempatan kerja dan inovasi karena akses hanya diberikan kepada kelompok tertentu.

Erosi kepercayaan publik yang memicu ketidakpatuhan pajak, apatisme politik, dan radikalisasi sosial.

Kerusakan tata kelola negara yang memicu talenta terbaik memilih keluar dari sistem.

Kalau dulu maling masuk penjara karena tertangkap basah, sekarang maling bisa masuk ruang rapat pemerintah, duduk di kursi empuk, bahkan dipanggil “Yang Terhormat”. Caranya? Gampang: ubah definisi korupsi, buat semua pencurian yang kamu lakukan terdengar seperti “strategi pembangunan”.

Penutup
Korupsi adalah Pengkhianatan, Bukan Sekadar Kejahatan Keuangan.

Jika kita tetap berpegang pada definisi lama, maka korupsi akan terus bermetamorfosis, menemukan celah-celah legalitas untuk bertahan. Redefinisi korupsi adalah langkah mendesak agar negara tidak sekadar menghukum pencuri uang, tetapi juga menghukum pencuri masa depan rakyat.
Seperti kata pepatah lama: bangsa bisa jatuh karena senjata musuh, tetapi ia akan hancur dari dalam karena korupsi.
Kalau mau, saya bisa lanjutkan dengan versi satir yang lebih menusuk dan memparodikan kondisi korupsi di Indonesia, supaya artikelnya punya double impact, serius tapi menggelitik nurani.

Benz Jono Hartono
Praktisi Media Massa di Jakarta