MANOKWARI, PAPUAKITA.com—Upaya dan perjuangan masyarakat Kokas, Kabupaten Fakfak, selama kurang lebih 2 dasawarsa terakhir untuk hidup dalam sebuah daerah otonom baru D(DOB). Belum mendapat dukungan penuh pemda Fakfak.
Sebagaimana informasi yang disampaikan oleh Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri, Bahtiar Baharudin beberapa waktu masuk sebagai salah satu dari 57 DOB yang bakal dimekarkan dan menjadi perhatian serius pemerintah pusat.
Ketua Tim Pembentukkan Calon DOB Kokas, Abdul Baraweri mengatakan, pemerintah kabupaten Fakfak sebagai daerah induk belum menunjukkan dukungan politik, terutama dari sisi politik anggaran. Ia mengaku, sudah mengusulkan agar APBD kabupaten juga dialokasikan untuk proses pemekaran Kokas.
“Ada proses konsultasi yang panjang antara tim dan pemerintah pusat. Tapi dukungan itu belum terlihat termasuk dalam APBD perubahan,” ujar Baraweri di Manokwari.
Menurut dia, isu pembiayaan pemekaran ini juga sudah diskusikan dengan Depdagri. Dan itu sebenarnya bisa dilakukan.
“Dukungan tersebut bisa dilakukan dan mestinya selaras dengan dukungan berupa rekomendasi persetujuan pemkab Fakfak atas beberapa berkas administrasi yang dibutuhkan sebagai syarat pemekaran,” kata Baraweri.
Tokoh adat Kokas, Haji Musa Heremba yang juga adalah Raja Wertuar—salah satu dari 5 Raja di Wilayah Kokas mengatakan, dukungan masyarakat adat untuk pembentukkan kabupaten Kokas sangat kuat.
Itu sebabnya selaku tokoh adat, dirinya bersama 4 Raja lainnya ikut memperkuat tim pemekaran dalam kapasitas sebagai tim pengarah. Aspirasi perjuangan pemekaran Kokas telah digaungkan sejak 20 tahun lalu.
Kini, secara faktual, Kokas meliputi 9 distrik diantaranya Kokas, Arguni, Mbahamdandara, Bomberay, Tomage, Kramongmongga, Kayauni, Teluk Patipi dan Furwagi; dihuni oleh 20.326 jiwa dengan luas wilayah 6.898 Km2.
Wilayah ini memiliki potensi sumber daya alam berupa cadangan Migas. Sumberdaya alam ini melimpah, BP Indonesia juga telah melakukan ekspansi ke wilayah Kokas.
“Dari bagi hasil saja, kami sebagai daerah penghasil bisa menghidupi diri sendiri,” katanya.
“Kokas juga memiliki aset budaya, alam dan sejarah yang bisa dikelola,” sambung Muhani Tigtigweria, bendahara tim.
Kendati demikian, Musa Heremba menyayangkan sikap elit lokal yang terkesan melihat agenda Pemekaran calon kabupaten Kokas dalam kurun waktu 20 tahun terakhir hanya sebagai isu yang menghiasi kontestasi politik lokal terutama Pilkada. Sehingga dukungan ke tim tidak terlihat.
Ketua Tim Pengarah, dalam organisasi yang mewadahi para tokoh/aktivis yang medorong pemekaran Kokas, Ronald S. Wagab menjelaskan, syarat-syarat penting pembentukan DOB Kokas sudah terpenuhi.
Misalnya, persetujuan penyerahan aset dari pemerintah induk (Fakfak), penetapan ibukota, tapal batas dan persetujuan pembiayaan (hibah) untuk pemerintahan dan dukungan pada pelaksanaan Pilkada.
“Kami bersyukur karena Kokas sudah masuk sebagai salah satu yang masuk dalam Amanat Presiden (Ampres), bahkan kini mendapat status prioritas. Sesuai hasil audiens tim, bersama pemkab ke Dirjen Otda Kemendagri, dokumen Kokas tidak perlu diubah,” jelasnya.
Ronald Wagab menambahkan, dukungan Pemprov Papua Barat terhadap Kokas selama ini sangat berarti, terutama kepada Gubernur Dominggus Mandacan yang bahkan berkorban secara pribadi untuk menyokong tim pemekaran. (*/ARF)