MANOKWARI, PAPUAKITA.com—Setelah berulang kali tertunda, Sidang Majelis Pertimbangan Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi (MP-TPGR) Papua Barat akhirnya menghadirkan Direktur CV Warsamson Perdana dalam sidang lanjutan di kantor Inspektorat Papua Barat, Rabu 26 November 2025.
Majelis yang dipimpin Inspektur Papua Barat, Dr. Erwin PH Saragih, SH, MH, langsung mengambil langkah tegas. Direktur CV Warsamson Perdana diberikan batas waktu 10 hari sejak eksekusi dibacakan untuk mengembalikan kerugian negara ke kas daerah sesuai temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Papua Barat.
“Dana hasil temuan BPK harus segera disetor ke kas daerah. Alternatif lain, dapat menyerahkan aset pribadi yang kekayaannya setara untuk diterbitkan Surat Keterangan Jaminan Mutlak (SKJM),” tegas Saragih di sidang.
Sidang MP-TPGR terkait proyek pembangunan sumur bor Bandara Siboru, Fakfak, ini sebelumnya berulang kali tertunda akibat berbagai alasan dari pihak tertuntut, baik direktur maupun pelaksana proyek. Namun proses panjang itu kini memasuki tahap penyelesaian.
Sepanjang rangkaian sidang berlangsung, sejak Senin (3/11) lalu, sejumlah pihak diketahui telah menyerahkan aset pribadi sebagai jaminan sementara untuk SKJM. Inspektur Papua Barat, yang juga menjabat sebagai Jaksa Aktif di Kejaksaan itu menegaskan bahwa tidak ada ruang toleransi lagi bagi pihak yang belum menuntaskan kewajibannya.
“Hari ini, masa sidang sudah berakhir, waktu kita terbatas. Berdasarkan data yang ada, tertuntut siapa pun yang belum menyetor akan saya serahkan langsung ke aparat penegak hukum untuk ditindaklanjuti. Kita tidak bisa terus menunggu,” tandasnya
Sebelumnya, Kasus ini berawal dari temuan BPK RI melalui Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Nomor 9.B/LHP/DJPKN-VLMAN/07/2025 tertanggal 23 Juli 2025. BPK menemukan kekurangan volume pekerjaan serta denda keterlambatan pada proyek sumur bor dengan total kerugian negara sebesar Rp261.201.000.
Gubernur Papua Barat sebelumnya juga telah mengeluarkan Surat Perintah Tindak Lanjut pada tanggal 25 September 2025. Namun hingga batas waktu yang ditentukan, tidak ada penyetoran ke kas daerah, bahkan teguran resmi kepada Kepala Dinas PUPR pun tak menghasilkan tindak lanjut yang berarti.
Dengan langkah tegas Inspektorat dan pelimpahan ke ranah hukum, tahun 2026 menjadi momentum penting. Papua Barat diharapkan kembali meraih predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), sebuah status yang hanya bisa dicapai bila disiplin pengelolaan keuangan daerah dijalankan tanpa kompromi
