MANOKWARI, PAPUAKITA.com—Fraksi Amanat Sejahtera DPR Papua Barat menyoroti kualitas belanja daerah dan rendahnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam Rancangan APBD Papua Barat Tahun Anggaran 2026.
Soratan fraksi terhadap RAPBD tersebut termuat dalam Pandanagan Umum yang disampaikan dalam rapat Paripurnan Masa Sidang III Tahun 2025, Senin 15 Desember 2025.
RAPBD 2026, harus menjadi instrumen hukum yang mampu menjawab kebutuhan pelayanan dasar masyarakat serta disusun berdasarkan prinsip money follow program dan program result oriented atau kinerja dan hasil program sebagai prioritas utama dalam penyaluran dana dan pendekatan yang berfokus pada hasil akhir.
Fraksi Amanat Sejahtera mencermati bahwa total pendapatan daerah Papua Barat tahun 2026 diproyeksikan sebesar Rp4,408 triliun, dengan PAD mencapai Rp645 miliar.
Meski mengalami peningkatan, PAD tersebut dinilai masih rendah dibandingkan potensi yang dimiliki oleh Papua Barat.
Untuk itu, Fraksi Amanat Sejahtera mendesak, optimalisasi PAD melalui restrukturisasi BUMD, digitalisasi pajak daerah, serta peningkatan pengawasan objek retribusi.
Dari sisi belanja, RAPBD Papua Barat 2026 mengalokasikan belanja daerah sebesar Rp4,468 triliun, yang terdiri atas belanja operasi Rp2,094 triliun, belanja modal Rp455 miliar, belanja tidak terduga Rp40 miliar, serta belanja transfer Rp1,878 triliun.
Dengan struktur anggaran tersebut, RAPBD 2026 diprediksi mengalami defisit sekira Rp60 miliar. Optimisem Pemprov menutupi defisit anggaran itu melalui pembiayaan dari Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA).
Pengendalaian belanja pegawai
Fraksi Amanat Sejahtera menekankan agar belanja operasi tidak hanya bersifat rutin, tetapi benar-benar diarahkan untuk meningkatkan kualitas layanan publik, dengan pengendalian belanja pegawai dan peningkatan efisiensi belanja barang dan jasa.
Pemerintah daerah juga perlu memastikan belanja modal memberikan dampak langsung bagi masyarakat, khususnya melalui pembangunan infrastruktur produktif, pemerataan pembangunan di wilayah terisolir, serta mencegah terjadinya proyek mangkrak.
Dalam sektor prioritas, Fraksi Amanat Sejahtera menyoroti pentingnya pemenuhan mandatory spending untuk pendidikan sebesar 20 persen dan kesehatan minimal 10 persen dari APBD.
Kewajiban ini mutlak untuk peningkatan kualitas guru, pemerataan sarana pendidikan, layanan kesehatan primer, penurunan stunting, serta peningkatan fasilitas kesehatan di wilayah terpencil di Papua Barat.
Fraksi Amanat Sejahtera juga mengkritisi penggunaan Dana Otonomi Khusus (Otsus) yang dinilai masih cenderung bersifat seremonial.
Dana Otsus harus benar-benar diarahkan untuk memperkuat pendidikan, kesehatan, dan ekonomi Orang Asli Papua secara nyata dan berkelanjutan sesuai dengan amanat regulasi.
Fraksi Amanat Sejahtera juga meminta penjelasan Gubernur Papua Barat terkait perbedaan angka pendapatan daerah antara dokumen KUA-PPAS dan Nota Keuangan RAPBD 2026 yang mencapai selisih sekitar Rp315 miliar.
Desakan fraksi ini dalam rangka mendorong peningkatan transparansi, akuntabilitas, serta digitalisasi sistem keuangan daerah, sekaligus memperkuat pengawasan internal. Agar pelaksanaan APBD 2026 berjalan efektif, tepat sasaran, dan berpihak pada kesejahteraan masyarakat Papua Barat.
