MANOKWARI, PAPUAKITA.com—Fraksi PDI Perjuangan DPR Provinsi Papua Barat (DPRP PB) menyoroti masih tingginya ketergantungan fiskal Pemerintah Provinsi Papua Barat terhadap pemerintah pusat dalam struktur Rancangan APBD Tahun Anggaran 2026.
Hal tersebut disampaikan dalam Pandangan Umum Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) pada Rapat Paripurna DPR Papua Barat Masa Sidang III Tahun 2025, yang dibacakan Juru Bicara Fraksi, Saleh Siknun, Senin 15 Desember 2025.
Mengacu pada nota pengantaran keuangan RAPBD 2026, yang disampaikan Gubernur Dominggus Mandacan, total pendapatan daerah tercatat sebesar hanya Rp4,408 triliun. Sementara belanja daerah mencapai Rp4,468 triliun.
Dengan demikian, APBD Papua Barat ke depan diproyeksi mengalami defisit anggaran sekira Rp60 miliar.
Adapun devisit anggaran tersebut, Pemprov Papua Barat bakal mengandalkan SiLPA tahun sebelumnya, untuk menutupi kekurangannya.
Fraksi PDIP juga menilai ketergantungan fiskal Papua Barat masih sangat tinggi terhadap transfer pusat. Dalam postur RAPBD tergambar berkisar 85,3 persen pendapatan daerah bersumber dari transfer pemerintah pusat.
Sementara itu, PAD hanya mampu berkontribusi di kisaran 14,6 persen, yang dinilai menunjukkan lemahnya kapasitas serta terbatasnya ruang fiskal daerah. Struktur PAD Papua Barat masih sangat rentan karena didominasi sektor non-pajak. Sementara basis pajak daerah belum tergarap optimal.
Belanja Pegawai Dominan, Ruang Fiskal Terbatas
Dari sisi belanja, Fraksi PDIP menyoroti dominasi belanja pegawai yang mencapai kisaran 42 persen dari total APBD Papua Barat atau 20 persen dari belanja operasi.
Kondisi ini dinilai mempersempit ruang fiskal daerah untuk belanja pembangunan atau belanja modal yang bersifat produktif dan berdampak langsung bagi masyarakat.
Selain itu, alokasi belanja modal dalam APBD 2026 hanya dikisaran 10,2 persen. Alokasi ini, lanjut Saleh Siknun, belum ideal untuk mendorong akselerasi pembangunan infrastruktur, peningkatan layanan publik, serta investasi jangka panjang di provinsi Papua Barat.
Oleh karena itu, Fraksi PDIP menegaskan perlunya rasionalisasi belanja pegawai, pengendalian pertumbuhan aparatur, serta penataan ulang prioritas anggaran. Dengan demikian, upaya meningkatkan alokasi belanja modal dapat direalisasikan secara bertahap.
Fraksi PDIP juga mengkritisi belum terpenuhinya mandatory spending (belanja atau pengeluaran negara yang sudah diatur oleh Undang Undang) untuk sektor pendidikan dan kesehatan. Dalam postur RAPBD 2026, tergambar alokasi anggaran pendidikan yang seharusnya minimal 20 persen APBD serta kesehatan 10 persen APBD dinilai belum terpenuhi.
Kebijakan ini justru menimbulkan pertanyaan soal komitmen pemerintah daerah dalam menjamin peningkatan kualitas layanan pendidikan dan kesehatan, khususnya di wilayah-wilayah dengan keterbatasan aksesibilitas.
Soroti RIPN dan Anggaran legislasi daerah
Fraksi PDI Perjuangan turut memberikan catatan terhadap rencana pembangunan Pelabuhan Pengumpan di Kampung Lakahia, Distrik Teluk Etna, Kabupaten Kaimana.
Menurut Saleh Siknun, rencana tersebut perlu dikaji ulang karena tidak tercantum dalam Rencana Induk Pelabuhan Nasional (RIPN).
Selain itu, Fraksi PDI Perjuangan juga menyoroti minimnya alokasi anggaran untuk Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPR Papua Barat.
Diketahui, pada 2026 mendatang, Bapemperda telah menetapkan 23 Program Pembentukkan Peraturan Daerah (Propemperda). Keterbatasan anggaran tesebut dikhawatirkan justru berpotensi menurunkan fungsi legislasi DPRP PB dan kualitas legislasi daerah.
Fraksi PDIP juga menyoroti Bantuan Hibah dan Bantuan Sosial. Untuk itu, Pemerintah provinsi diingatkan harus memilik data yang telah terverifikasi di tingkat kabupaten se Papua Barat.
Saleh menambahkan, verifikasi data tersebut perlu untuk singkronisasi agar tidak terjadi pendobelan penerima dengan bantuan kabupaten untuk kegiatan yang sama.
“Pemerintah provinsi harus memperhatikan perintah undang undang terkait dengan bantuan hibah untuk Lembaga dan perorangan. Tidak di perbolehkan mendapat secara berulang atau terus menerus,” tegas Fraksi PDIP.
Juga soal perlu adanya pembimbingan bagi penerima hibah. Agar pengelolaan dana-dana tersebut dapat di pertanggung jawabkan sesuai mekanisme dan aturan serta tertib administrasi.
Diakhir padangan umumnya, Fraksi PDIP mendorong Pemerintah Provinsi Papua Barat untuk memperkuat kemandirian fiskal daerah melalui optimalisasi PAD, perbaikan tata kelola belanja, peningkatan efisiensi anggaran, serta penciptaan iklim usaha yang kondusif.
