MANOKWARI, Papuakita.com – Penempatan Guru Garis Depan (GGD) di daerah perkampungan dan pedalaman di Provinsi Papua Barat perlu mendapat perhatian serius pemerintah provinsi, kabupaten dan kota. Hal itu penting untuk memastikan kualifikasi tenaga pengajar tersebut sesuai dengan kebutuhan di setiap daerah.
Anggota Komisi D DPR Papua Barat, Yonadap Trogea mengatakan, penempatan GGD di provinsi Papua Barat bukan ditolak. Program ini sangat dibutuhkan untuk membantu mengurai masalah pembangunan di bidang pendidikan terutama di daerah perkampungan.
“Kita tetap terima GGD ini dengan lapang data. Kita berharap pemerintah provinsi, kabupaten dan kota lihat GGD yang dibutuhkan sebenarnya guru-guru MIPA dan bahasa inggris, bahasa perancis atau bahasa mandarin. Guru sejarah, olah raga, dan PMP tidak perlu didatangkan dari Jawa, karena kita punya potensi banyak di sini,” kata Trogea, Senin (12/11/2018).
Program GGD merupakan salah satu dari lima program afirmasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Program ini untuk mengatasi permasalahan kekurangan guru, terutama pada daerah yang tergolong terdepan, terluar, dam tertinggal (3T).
Di mana Program GGD angkatan pertama telah mengirimkan 798 guru profesional ke 28 kabupaten di daerah 3T yang tersebar di empat provinsi. Keempat provinsi tujuan program GGD tersebut yaitu Provinsi Aceh, Nusa Tenggara Timur, Papua, dan Papua Barat.
Menurut Trogea, guru mata pelajaran sosial jebolan sejumlah universitas yang ada di Papua Barat sangat potensial untuk direktrut sebagai GGD.
“Lulusan Uncen, Unipa dan perguruan tinggi negeri dan swasta lainnya banyak. Kenapa harus datangkan dari luar kalau potensi kita ada, tidak perlu,” ujar dia.
Perekrutan tenaga guru lokal dinilai memiliki nilai tersendiri. Selain menyerap potensi daerah, para guru jebolan produk lokal lebih memahami kondisi daerah dan karakterisitik masyarakat di Papua Barat. Sebab, kondisi daerah dan karakter masyarakat penting dipahami oleh tenaga GGD.
“Mereka pasti tahu kondisi riil di kampung-kampung, di pesisir pantai, pulau. Mereka bisa tidur bisa makan apa saja. Kalau misalnya datangkan dari Jawa atau Sulawesi, lulusan kita yang ada di sini mau jadi apa? Ini harus menjadi perhatian serius gubernur, bupati dan walikota,” kata Trogea.
Trogea menekankan, hal yang sama juga harus diterapkan untuk penempatan tenaga kesehatan dari luar Papua Barat. Tenaga kesehatan yang ditempatkan di Papua Barat harus memiliki kualifikasi dan keahlian yang belum tersedia di daerah ini.
“Kita butuhkan dokter spesialis, apoteker. Kalau yang datang itu mantri dan suster, kita di Papua Barat banyak. Lulusan sekolah tinggi kesehatan banyak. Mereka ini mau dibuang ke mana? kalau didatangkan dari luar,” tukasnya.
Trogea menambakan, formasi CPNS daerah yang akan dibuka oleh pemerintah provinsi, kabupaten dan kota perlu memperhatikan quota bagi guru dan tenaga kesehatan.
“Kalau formasi CPNS besok jadi kita berharap kebutuhan guru dan kesehatan terbanyak,” pungkasnya. (RBM)