MANOKWARI, PAPUAKITA.com—Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua Barat dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Manokwari bersinergi dan mulai menjajaki lokasi karantina terpusat pasien positif Covid-19 di wilayah kabupaten Manokwari.
Sinergitas ini sebagai upaya memenuhi kebutuhan lokasi karantina terpusat dengan fasilitas yang memadai. Langkah penjajakan dimulai dengan menyosialisasikan rencana penggunaan Gedung Pelatihan Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Papua Barat yang terletak di Sowi Gunung (Sogun).
“Wilayah Papua Barat belum bisa laksanakan rapid tes massal, karena belum ada tempat penampungan (karantina terpusat, red) ketika ada orang yang reaktif setelah dirapid tes,” jelas Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua Barat, Otto Parorongan saat memberikan penjelasan di sela sosialsiasi yang berlangsung di Kantor Majelis Rakyat Papua Provinsi Papua Barat (MRPB), Jumat (29/5/2020).
Sosialisasi ini menghadirkan pimpian dan anggota (MRPB), unsur muspida kabupaten Manokwari, perwakilan pemerintah distrik Manokwari Selatan, serta sejumlah ketua RT dan RW di wilayah Kelurahan Sowi. Kantor MRPB sementara berada satu lokasi dengan bangunan milik Dinas Koperasi dan UMKM yang bakal dijadikan lokasi karantina.
“Kenapa harus ada tempat penampungan tersendiri bagi mereka yang reaktif rapid tes atau positif tanpa gejala. Karena orang yang positif Covid tapi tanpa gejala (OTG) ini banyak. Mereka ini potensi bisa tularkan ke orang lain,” ujar Otto Parorongan.
Upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah menghadirkan lokasi karantina terpusat, ini sebagai langkah untuk mengantisipasi lonjakan kasus positif Covid-19 di daerah ini. Hal itu sejalan dengan kesiapan pengoperasian alat PCR yang telah disiapkan, baik oleh pemprov Papua Barat maupun pemkab Manokwari. Alat PCR ini dijadwalkan sudah bisa dioperasikan dalam waktu dekat.
Ketua MRPB Maxsi Nelson Ahoren mengatakan, ketersediaan fasilitas karantina merupakan salah satu kendala penanganan Covid-19 di Papua Barat. Meski demikian, dirinya mengingatkan bahwa penyediaan fasilitasi karantina ini harus mendapat dukungan dari seluruh pihak, terutama warga sekitar lokasi karantina.
“Perlu undangan masyarakat yang berada dekat dengan lokasi karantina. Saran masyarakat harus didengarkan,” ujarnya.
Mendapat penolakan
Rencana penggunaan gedung pelatihan koperasi dan UMKM sebagai lokasi karantina, mendapat penolakan dari sebagian besar anggota MRPB. Pemerintah disarankan memanfaatkan fasilitas perhotelan yang ada di Manokwari sebagai tempat karantina. Langkah ini juga dinilai bisa membantu pemasukan bagi perhotelan di daerah ini.
Alasan lain, fasilitas perhotelan jauh lebih lengkap sehingga bisa memberikan kenyamanan bagi orang yang menjalani karantina. Dikhawatirkan, fasilitas karantina yang disediakan oleh pemerintah daerah tidak memadai sehingga bisa membuat kondisi kesehatan orang yang dikarantina justru menjadi tambah menurun.
“Lokasi yang akan dijadikan tempat karantina ini sempat bermasalah. Jangan dipakai lagi, karena bisa menimbulkan masalah,” ujar anggota MRPB dari Pokja Agama, Roberth Morin.
“Gedung koperasi dan UMKM tidak pantas digunakan sebagai tempat karantina. Di sini ada lembaga kultur, tolong pakailah tempat yang lain. MRPB dan masyarakat ada di sini. Kekhawatiran pasti ada. Di Manokwari ada banyak tempat kosong,” sambung anggota MRPB, Aleda Yoteni.
Salah satu alasan penolakan dari kalangan MRPB, adalah kehadiran tempat karantina yang satu lokasi dengan kantor (sementara) MRPB bisa menimbulkan ketidaknyamanan anggota dan pimpinan lembaga kultur saat beraktivitas.
“Dari awal sudah ditolak, kesannya bagaimana kalau diterima lagi untuk dijadikan sebagai tempat karantina. Pakai balai diklat di Arfai,” ujar anggota MRPB, Kely Duwiri.
Nada-nada penolakan juga disampaikan oleh sejumlah pengurus RT maupun RW. Mereka meminta pemerintah daerah memikirkan kembali lokasi karantina yang berada di daerah Sogun.
Ketua RT 02 Kompleks Marampa, Sowi, Paulus Weyai meminta, pemda memikirkan dampak yang bakal muncul ketika karantina dipusatkan di gedung koperasi dan UMKM. Apakah tidak akan mengganggu warga sekitar.
“Pengawasan juga harus ketat. Tidak bisa petugas yang mengawasi berada di tempat lain. Kalau seperti ini bisa buat warga risau. Kalau boleh lokasi karantina jauh dari permukiman. gedung ini suatu saat akan digunakan juga untuk pelatihan,” ujarnya.
Sekretaris Daerah Kabupaten Manokwari, Aljabar Makatita menegaskan, penolakan yang terjadi saat awal penggunaan gedung koperasi dan UMKM dijadikan sebagai tempat karantina pasien Covid-19, dikarenakan tidak ada komunikasi.
“Penolakan awal karena tidak ada komunikasi. Dan itu diakui,” tutupnya. (ARF)