Ketua Mekessah Obeth Ariks Ayok Rumbruren
Ketua Mekessah Obeth Ariks Ayok Rumbruren. Foto : Razid Fatahuddin/PAPUAKITA.com

OWOR jabat ketua DPRPB 2024-2029, Obeth Ayok: wujud kebenaran dan keadilan

Diposting pada

MANOKWARI, PAPUAKITA.com—Tokoh masyarakat Papua Barat Obeth Ariks Ayok Rumbruren menyatakan, mendukung kader Partai Golkar Orgenes Wonggor (OWOR) menjabat sebagai ketua DPR Papua Barat periode (2024-2029), adalah wujud dari ketaatan terhadap azas kebenaran dan keadilan.

“Pernyataan dukungan dari pemuda-pemudi Arfak terkait itu, maaf saya sebagai tokoh Arfak tidak terpengaruh itu. Tetapi sekarang ini, saya mau kedepankan azas kebenaran. Siapa suara terbanyak, siapa partai pemenang. Partai Golkar pemenang disini dan supaya tidak terjadi tarik menarik, kita jujur saja. Kita fair saja siapa suara terbanyak? Suara terbanyak kan, Orgenes Wonggor,” tegas Obeth, Rabu (17/7/2024).

Pengurus DPP Golkar harus bijaksana dengan mengedepankan keadilan dan kebenaran dalam hal keputusan menyangkut posisi ketua DPRPB yang tengah menjadi persaingan sesama kader golkar. Jika DPP salah dalam mengambil sikap dan keputusan, hal ini justru akan menunjukkan sikap tidak demokratis, serta menciderai azas keadilan dan kebenaran itu sendiri.

“Pengurus golkar pusat harus adil dan benar. Sebagai tokoh masyarakat saya tidak menghendaki adanya percekcokan, ada keribukan di Papua Barat,” ujar Obeth  yang juga Ketua Pelopor Pembaharuan Pembangunan Arfak atau Mekessah, sebuah organisasi elemen masyarakat Arfak.

Suara terbanyak

Diketahui, Orgenes Wonggor mendapatkan suara terbanyak saat Pileg 14 Februari lalu, yakni 11.075 suara. Menyusul beberapa kader golkar di bawahnya. Berhembus kabar, kader golkar lainnya seperti Ferry Auparay dan Amin Ngabalin digadang-gadangkan maju dan berjuang untuk jabatan ketua DPRPB.

“Keduanya itu adalah adik saya. Mereka harus legowo terima itu. Kecuali, Orgenes Wonggor ada catat hukum. Dia punya prestasi, salah seorang anak Arfak yang berhasil, maju. Saya ini ada di tengah, tidak memihak. Yang saya lihat adalah kebenaran,” ucap Obeth.

Sikap gegabah dan tindakan menciderai demokrasi, lanjut Obeth, pernah terjadi pada keanggotaan DPRPB periode 2014-2019. Saat itu, Partai Demokrat sebagai peraih suara terbanyak. Tetapi mengeluarkan keputusan yang dapat dikatakan tidak taat azas kebenaran dan keadilan. Ia mewanti-wanti DPP partai golkar agar tidak mengulang kesalahan yang sama.

Saat itu, keputusan demokrat menunjuk Matheos Selano sebagai ketua DPRPB, bukan Pieters Kondjol sebagai peraih suara terbanyak. Alhasil, keputusan itu mendatangkan gelombang protes dan aksi demonstrasi brejilid-jilid sehingga kelembagaan DPRPB mengalami ‘kekosongan’ tanpa ketua definitif selama lebih kurang 2 tahun.

Dukungan serupa

Menurut Obeth, menyelesaikan masalah jabatan ketua DPRPB tersebut, ia terlibat langsung. Bahkan, bertemu dengan Menkopolhukam Luhut Binsar Panjaitan dan menyampaikan, alasannya bahwa mana bisa empat ribu suara mengalahkan 14 ribu suara.  Kata dia, berdasarkan fakta tersebut Pak Luhut (menkopolhukam) secara langsung merespon dan berkomunikasi dengan Sekjen DPP Partai Demokrat.

“Pak menteri langsung telepon sekjen demokrat bahwa tidak bisa seperti itu. Jadi, mari bicara yang benar saja. Ini bukan bicara otsus, ini soal suara terbanyak makanya jatuh kembali ke Pieters Kondjol. Begitu pula yang sekarang ini tidak ada yang bilang kalau ketua DPRPB sudah orang Arfak, maka gubernurnya juga orang Arfak. Ini kan belum dipilih gubernurnya, pemilihan November nanti,” ungkap Obeth sembari mengatakan tidak mengenal Pieters Kondjol, kenalpun saat di Jakarta.

Obeth menegaskan, dukungan serupa juga diberikan kepada Paulus Waterpauw untuk menjadi Penjabat Gubernur Papua Barat pada saat itu. Sehingga sikapnya ini bukan semata karena sesama anak Arfak lantas mengeluarkan pernyataan dan dukungan.

“Paulus Waterpauw itu orang selatan, dari Kaimana. Saya tidak pikir itu, bahwa saya membuktikan saya nasionalis, saya orang asli Papua bicara untuk semua orang Papua. Waterpauw datang yang menikmati bukan saya, yang menikmati sekarang adalah birokrat. Jadi bicara ini bukan saya seolah-olah orang Arfak, tapi ini bicara soal suara terbanyak. Kebenaran dan keadilan,” tutup Obeth.

Obeth juga menambahkan, aspirasi dan dukungan yang telah disuarakan adalah wujud dari pendidikan politik bagi masyarakat. Selain itu, menjadi pencerahan kepada semua kelompok kepentingan di Papua Barat, khususnya internal partai golkar agar langkah-langkah yang diambik harus demokratis.

“Kalau bukan Orgenes Wonggor peraih suara terbanyak, ada anak-anak Arfak berdemonstrasi, maka saya akan kasih pengertian ke mereka. Tapi ini lain cerita, untuk itu DPP partai golkar harus bijaksana, tidak goyang ke mana-mana,” tandasnya. (PK-01)