Salah seorang perwakilan masyarakat Suku Arfak menyerahkan aspirasi yang berisikan Raperda PPMHA
Salah seorang perwakilan masyarakat Suku Arfak menyerahkan aspirasi yang berisikan Raperda PPMHA. Foto : Dok. Istimewa

Masyarakat Suku Arfak: Segera Tetapkan Raperda PPMHA

Diposting pada

MANOKWARI, PAPUAKITA.com—Masyarakat adat suku besar Arfak mendesak DPRK Manokwari segera melakukan penetapan Raperda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat (PPMHA)

Perwakilan Suku Arfak yang terdiri atas empat sub suku yaitu, Suku Meyah, Hatam, Moile, dan Moi Boray menyampaikan desakan tersebut saat menyambangi Gedung DPRK Manokwari, Senin (28/8/2023)

“Hari ini sudah kita serahkan dan DPRK Kabupaten Manokwari sudah terima,” ujar tokoh perempuan Suku Moi Boray Albertina Mansim melalui keterangan resmi kepada media ini.

Masyarakat memberikan dead line waktu kepada dewan sejak tanggal 28 Agustus hingga 28 November 2023 ke depan untuk membahas dan menetapkan raperda.

“Kalau bisa DPRK berikan ruang kepada masyarakat adat, libatkan perwakilan sub suku minimal 3 orang dalam pembahasan raperda PPMHA kabupaten Manokwari,” ungkap Albertina.

Musa Mandacan mewakili Ketua Dewan Adat Sub Suku Meyah menegaskan, DPR Manokwari perlu membentuk tim yang terdiri atas empat sub suku dan LSM untuk melakukan pembahasan rancangan peraturna daerah ini.

“Kami antar dokumen ini. Dalam rancangan ini telah tercatat 4 sub suku dan satu komunitas adat yang tersebar di wilayah kabupaten Manokwari,” jelasnya.

Mewakili Dewan Adat Papua Wilayah III Otto Ajoi menambahkan, masyarakat adat saat ini semakin tersisih dari segala bidang. Terutama dari sisi budaya, sosial, bahasa dan tanah.

“Sekarang kami merasa tersisih. Kami mendorong DRPK Manokwari untuk menetapkan aturan yang melindungi kami sekarang. Ke depan hutan di kota Manokwari sudah habis. Harapannya perda ini melindungi hutan sebagai sumber air dan kehidupan bagi masyarakat,” tegasnya.

Inisiatif DPRK

Mewakili masyarakat sipil Papua Barat Damianus Walilo mengungkapkan, pembahasan rancangan ini telah dimulai sejak 2020, namun secara subyek dan obyek belum muncul.

Damianus melanjutkan, di saat itu, masyarakat sipil berupaya untuk mengidentifikasi subyek dan obyek masyaraakt adat di kabupaten Manokwari. Bahkan, pihaknya telah beraudiensi dengan Bapemperda DPRK sebanyak tiga kali.

Terakhir, audiensi dipimpin oleh wakil ketua 2, dan menyampaikan bahwa raperda ini harus ada dukungan dari masyarakat adat. Sehingga audiensi juga digelar bersama dengan Dewan Adat Papua Wilayah III Doberai dalam rangka pembobotan materi raperda secara bersama dengan masyarakat adat.

“Jadi itu sudah kami melakukan pembobotan subyek dan obyek, kami kembalikan kepada DPRK yang punya kewenangan. Inisiatif ini muncul dari DPRK bukan dari LSM. Kami hanya bermaksud membantu DPRK dan masyarakat,” ujarnya.

Damianus menyarankan, Ketua DPRD, Komis A, dan Bapemperda mesti duduk bersama membentuk panitia dan menyusun rencana kerja untuk membahas rapernda PPMHA ini. 

Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRK \Masrawi Ariyanto  menyatakan, mendukung dan menerima aspirasi masyarakat dari suku besar Arfak.

“Setelah melihat dokumen ini, ternyata sudah lengkap ada naskah akademik dan draf raperdanya. Hal ini bisa menjadi dasar penetapan raperda ini segera. Dalam waktu seminggu ke depan, beri kami waktu untuk melakukan rapat internal membahas terkati rencan kerja dalam melakukan pembahasa raperda ini,” ucap Masrawi.

Lihat juga : Tiga RPP UU Otsus mencerminkan penghormatan terhadap Masyarakat Adat Asli Papua

Masrawi menambahkan, Perda PPMHA sangat penting, tentunya untuk memproteksi budaya OAP (orang asli Papua) terhadap pengaruh dari luar.

“Kebudayaan asli papua penting untuk dilindungi. Saya kira tidak ada alasan draf ini tidak menjadi perda,” pungkasnya. (*/PK-01)