Penyerahan cinderamata kepada Ketua DPRPB Orgenes Wonggor saat menghadiri Mubes 1 Perkumpulan Asosiasli Lokal Kontraktor Orang Asli Papua Provinsi Papua Barat
Penyerahan cinderamata kepada Ketua DPRPB Orgenes Wonggor saat menghadiri Mubes 1 Perkumpulan Asosiasli Lokal Kontraktor Orang Asli Papua Provinsi Papua Barat. Foto : Dok. PAPUAKITA.com

Perkumpulan asosiasi lokal kontraktor asli Papua minta DPRPB susun regulasi prioritas

Diposting pada

MANOKWARI, PAPUAKITA.com—Perkumpulan Asosiasli Lokal Kontraktor Orang Asli Papua Provinsi Papua Barat, menyuarakan DPR Papua Barat (DPRPB) menyusun sebuah regulasi yang berpihak kepada mereka.

Aspirasi ini diterima langsung oleh Ketua sementara DPR Papua Barat Orgenes Wonggor  saat menghadiri Musyawarah Besar (Mubes) 1 Perkumpulan asosiasi lokal kontraktor orang asli Papua, Selasa (5/11/2024).

Pose bersama pengurus dan anggota Perkumpulan Asosiasli Lokal Kontraktor Orang Asli Papua Provinsi Papua Barat
Pose bersama pengurus dan anggota Perkumpulan Asosiasli Lokal Kontraktor Orang Asli Papua Provinsi Papua Barat. Foto : Dok. PAPUAKITA.com

Regulasi yang dimaksud adalah mengatur tentang prioritas pemberian paket pekerjaan yang bersumber dari APBD/APBN bagi kontraktor asli Papua. Sebagaimana diamanatkan didalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 17/2019 dan Perpres 24/2023.

Dalam pertemuan bersama asosiasi ini, Owor sapaan akrab Orgenes Wonggor, menyatakan komitmennya untuk mendorong lahirnya regulasi yang memberikan prioritas pekerjaan kepada orang asli Papua.

“Kedua Perpres ini memberikan peluang bagi kontraktor asli Papua untuk mendapatkan pekerjaan, termasuk penunjukan langsung untuk proyek senilai hingga Rp1 miliar dan tender terbatas untuk proyek senilai hingga Rp2,5 miliar,” katanya.

Kendati demikian, implementasi dari Perpres ini belum bisa maksimal. Masih banyak pengusaha asli Papua masih menghadapi hambatan, seperti kurangnya modal, persyaratan administratif, dan keberadaan perusahaan yang hanya mengatasnamakan orang asli Papua tetapi dikelola oleh non-Papua.

“Asosiasi kontraktor asli Papua mengusulkan agar ada Peraturan Daerah (Perda) yang secara khusus mengatur prioritas pembagian pekerjaan bagi mereka. Perda ini menjadi dasar hukum yang harus dipatuhi semua pihak,” jelas Owor.

Pertemuan ini, selain membahas tentang Perpres, juga diusulkan oleh asosiasi agar nilai paket pekerjaan yang dialokasikan untuk kontraktor asli Papua mencapai Rp500 miliar pada tahun anggaran 2025.

Asosiasi juga meminta agar konsep kerja sama subkontraktor dan kontraktor utama (subkon-mainkon) diwajibkan dalam pelaksanaan proyek pemerintah.

Owor menegaskan, sejatinya aspirasi yang disuarakan ini bertujuan ingin memastikan bahwa pekerjaan untuk kontraktor asli Papua tidak lagi bergantung atau didapatkan melalui aksi-aksi demonstrasi atau tekanan.

“Pemerintah daerah seharusnya langsung melaksanakan amanat Perpres tanpa perlu menunggu adanya aksi-aksi ini,” katanya.

Reward dan punishment

Selain memberikan peluang, regulasi tersebut juga diusulkan untuk mencakup mekanisme sanksi.

Pengusaha (kontraktor) asli Papua yang tidak menyelesaikan pekerjaan sesuai ketentuan atau menjual pekerjaan kepada pihak lain mesti dikenai konsekuensi, termasuk kemungkinan masuk daftar hitam.

“Asosiasi kontraktor asli Papua telah menyerahkan draf usulan Perda ini ke DPR Papua Barat dan mendorong agar masuk dalam Program Pembentukan Peraturan Daerah (Propemperda) 2025,” ungkapnya.

Owor menambahkan, pertemuan lintas sektor juga direncanakan untuk memperkuat dan memperjelas isi regulasi seperti yang diharapkan oleh asosiasi kontraktor asli Papua.

Di sisi lain, lahirnya regulasi ini diharapkan menjadi solusi untuk mengatasi keresahan kontraktor asli Papua, sekaligus memastikan pelaksanaan pekerjaan yang profesional dan sesuai harapan pemerintah daerah.

Dengan adanya regulasi seperti ini, diharapkan pengusaha asli Papua dapat meningkatkan kesejahteraan mereka tanpa mengesampingkan tanggung jawab atas kualitas pekerjaan. (PK-01)