MRPB
Pelantikan 42 Anggota Majelis Rakyat Papua Provinsi Papua Barat (MRPB) periode 2017-20122. Foto : Istimewa

Elemen Pemuda Ingatkan Sengketa Hukum Seleksi Calon Anggota MRPB Bisa Picu Konflik Sosial

Diposting pada

MANOKWARI, PAPUAKITA.COM – Sengketa hukum antar Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan dan Menteri Dalam Negeri Tjahto Kumulo sebagai termohon dengan enam (6) calon Anggota Majelis Rakyat Papua Provinsi Papua Barat (MRPB) periode 2017-2022 sebagai pemohon telah sampai pada tingkat Kasasi di Mahkama Agung (MA).

Sekretaris Jenderal Aliansi Mahasiswa Pemuda Papua (AMPP), Hugo Asrouw mengatakan, proses hukum tersebut dikhawatirkan memicu konflik sosial di tengah-tengah masyarakat Papua Barat. Ia meminta semua pihak menyikapinya putusan Kasasi MA dengan bijak.

Hugo Asrouw
Sekretaris Jenderal Aliansi Mahasiswa Pemuda Papua (AMPP), Hugo Asrouw. Foto : RBM

“Sebagai bagian dari masyarakat, kami pemuda imbau gubernur dan menteri dalam negeri menaati putusan Kasasi Mahkama Agung (MA). Juga masyarakat dalam bagian ini tidak perlu memandang gubernur sebagai pihak yang dipojokan dalam masalah ini,” ujar Hugo saat memberikan keterangan pers, Rabu (20/2/2019).

Kata Hugo, penilaian dan pandangan masyarakat bahwa, gubernur bertanggung jawab dan sebagai aktor dari permasalahan seleksi MRPB (2017-2022), memicu sentimen di kalangan masyarakat suku Arfak.

“Dalam hal ini kami melihat bahwa gubernur tidak bersalah karena yang diusulkan oleh panitia seleksi adalah sebanyak 84 nama calon anggota. Gubernur hanya memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap 42 nama saja,”ungkap Hugo.

Menurut Hugo, posisi gubernur tidak serta merta adalah menjadi pihak yang paling bertanggung jawab. Pasalnya, proses seleksi dilaksanakan oleh panitia seleksi (pansel). “Jangan sampai ini menjadi konflik yang berkepanjangan,” ujar Hugo.

Salah seorang pemuda Arfak, Sami Saiba mengaku, sengketa hukum menyangkut hasil seleksi calon anggota MRPB, sesungguhnya tidak saja mencoreng wibawa pemerintahan, tetapi juga wibawa orang asli Papua yang kental dengan adat-istiadat serta kebersamaan.

“Ingat kapasitas Dominggus Mandacan ada dua, berbeda dengan kapasitas Bram (Abraham Atururi) pada saat itu. Dominggus selaku kepala daerah tetapi juga kepala suku besar, tokoh dari suku besar Arfak,” kata dia.

Sami Saiba menekankan, sorotan tehadap Dominggus Mandacan terkait putusan Kasasi MA akan memicu reaksi keras masyarakat suku Arfak.

“Andaikan yang dicubit dan yang rasa sakit hanya Dominggus Mandancan tidak apa-apa, kalau yang rasa sakit juga suku bersar Arfak pasti ceritanya berbeda,” tukasnya.

Sami Saiba menambahkan, semua pihak harus bisa tenang, sehingga permasalahan menyangkut seleksi calon anggota MRPB tidak semakin meruncing. Dengan demikian, akan Lebih baik jika diselesaikan secara musyawarah adat dengan mengundang para kepala suku dari setiap wilayah adat untuk mendapatkan solusi.

“Kalau setiap masalah kita dorong naik dan baku tembak sampai di pengadilan memang bagus, tetapi orang di Jakarta menertawakan kita. Kita baku tindis sendiri, saya ada di dalam ini, FKPPI kan berada di lingkungan intelijen. Sakit memang mendengar mereka bicara seperti itu tetapi kita harus berada di dalam biar kita bisa tahu,” tutup Sami.

Sengketa hukum tersebut diajukan 6 calon anggota MRPB terhadap hasil seleksi anggota MRPB (2017-2022). Gugatan para pemohon dikabulkan PTUN Jayapura, pada 6 Juni 2018. Para pemohon juga memenangkan perkara di tingkat Banding di PTTUN Makassar hingga tingkat Kasasi di Mahkama Agung.

Adapun keenam calon anggota MRPB yang mengajukan gugatan, yakni Aleda Elizabeth Yoteni, Yafet Valentinus Wainarisi, Ismael Ibrahim Watora, Lusia Imakulata Hegemur, Rafael Sodefa, dan Leonard Yarollo. (RBM)