Tiga RPP UU Otsus mencerminkan penghormatan terhadap Masyarakat Adat Asli Papua

MANOKWARI, PAPUAKITA.com—Terdapat tiga (3) Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Undang Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua yang dinilai sangat berpihak dan mencerminkan penghormatan kepada masyarakat adat (asli) Papua.

Demikian diungkapkan Ketua Pansus Revisi UU Otsus DPR Papua Barat Yan Anton Yoteni. Ungkapan Yoteni ini ia sampaikan pada saat menghadiri acara peringatan Hari Masyarakat Adat Sedunia (HAMAS) ke-26 tingkat Provinsi Papua Barat yang dipusatkan di Kampung Isenebuai, Distrik Rumberpon, Kabupaten Teluk Wondama.

Diketahui, peringatan HAMAS itu dilaksanakan setiap tanggal 9 Agustus. Acara ini diikuti oleh Aliansi Masyarakat Adat Papua (AMAP), pihak gereja dari Klasis GKI Rumberpon. Kegiatan juga diisi dengan diskusi panel. Yoteni hadir mewakili ketua DPR Papua Barat (DPRPB).

“DPR Papua Barat telah memperjuangkan hak-hak masyarakat adat melalui revisi Undang Undang Otonomi khusus. Perjuangan itu terbukti dengan lahirnya tujuh (7) Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP). Ini menjawab pernyataan masyarakat soal apa saja yang sudah dikerjakan oleh kami,” ujar Yoteni.

Dari ketujuh RPP itu, kata Yoteni, ada tiga yang bergengsi. Mencerminkan lex specialis derogat legi generalis. “Spesial yang memberikan penghormatan, berpihak kepada masyarakat adat (asli) Papua,” ujar Yoteni lagi.

Adapun ketiga RPP dimaksud, kata Yoteni, pertama soal pengangkatan anggota (DPRPB). “Keberpihakan terbaru sekarang ini adalah pengangkatan anggota DPRK (DPR Kabupaten/Kota). Ketiga, adalah pembentukkan Badan Khusus Otonomi khusus,” paparnya.

Yoteni mengklaim, Badan Khusus ini selevel kementerian/lembaga karena dikoordinir langsung oleh wakil presiden. dirinya menegaskan, tiga hal khusus itu adalah penghormatan negara. Negara juga telah mengakui keberadaan masyarakat adat. Itu ditegaskan di dalam UUD Pasal 18b.

“Turunannya itu dalam bentuk UU Otsus yang sudah direvisi. Dalam revisi tersebut jelas-jelas tujuh butir RPP ada di dalamnya. Tiga itu benar-benar bergengsi. Juga di dalam UU Otsus itu termuat alokasi dana 10 persen untuk masyarakat adat. Itu tidak ada dulu, sekarang masyarakat adat diberikan kewenangan yang begitu luas,” sebut Yoteni.

Yoteni menambahkan, kewenangan masyarakat adat dimaksud sudah terimplementasikan dalam penerimaan calon bintara Polisi maupun TNI.

“Di periode lalu (2014-2019) tepatnya  2017, DPRPB berkerja sama dengan STIH Manokwari menuliskan buku tentang masyarakat adat Teluk Wondama. Buku setebal 900 sekian halaman itu memuat tentang kriteria suku-suku asli Wondama. Ada tujuh suku dan 139 marga, selain itu bukan orang asli Wondama. Ini salah satu kerja nyata. Memang belum banyak yang bisa diperbuat untuk masyarakat,” pungkasnya. (ARF)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *