MANOKWARI, Papuakita.com – Ketua Fraksi otonomi khusus DPR Papua Barat, Yan Anthon Yoteni mengungkapkan, pembagian proyek pekerjaan di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Papua Barat, diadukan Forum Komunikasi Pengusaha Asli Papua ke DPR Papua Barat (DPRPB).
Aduan itu disampaikan karena prosesnya disinyalir penuh spekulasi, yakni ada praktik mengubah-ubah nama (kontraktor) dan tidak mencantumkan nama pimpinan atau direktur perusahaan, sementara nama dan nilai kontrak tercantum jelas. Selain itu, proyek penunjukan langsung tidak sesuai kehendak Peraturan presiden (Perpres) Nomor 84/2012.
“Penunjukan langsung sesuai Perpres 84/2012, nilai Rp500 juta dan diperuntukan bagi OAP (orang asli Papua). Faktanya, untuk kabupaten Raja Ampat dan Teluk Wondama tak ada satupun OAP yang kerja. Untuk kabupaten Sorong itu didominasi oleh non OAP, OAP hanya dapat 5 paket saja. Di dinas seenaknya mereka ubah kontrak,” kata Yoteni, Rabu (7/11/2018).
Yoteni menegaskan, gubernur Papua Barat dan Kadin PUPR harus memberikan perhatian atas keluhan yang disampaikan para pengusaha asli Papua. Saat ini, jumlah pengusaha asli Papua sesuai daftar yang diserahkan perwakilan forum komunikasi pengusaha asli Papua, Melky Belskadit ke fraksi Otsus DPRPB mencapai 1.053 orang dan tersebar di berbagai asosiasi yang ada.
“Gubernur telah berjanji kepada para pengusaha di berbagai pertemuan, mereka akan diakomodir di dinas PUPR. Beliau sudah berjanji untuk upayakan supaya semua bisa dapat, tetapi fakta yang direkam oleh forum ini menunjukan seperti yang tadi saya kasih tahu,” ujar Yoteni.
Paket tak bertuan
Selain menyoroti proyek penunjukan langsung tersebut, forum komunikasi pengusaha asli Papua juga menemukan kejanggalan dalam pembagian pekerjaan khususnya di wilayah Raja Ampat, Kabupaten Sorong, dan Teluk Wondama.
Ada sejumlah paket pekerjaan yang tercantum hanya nama perusahaan dan nomimalnya saja. Sedangkan, nama pimpinan atau manajer perusahaan tidak ada. Berdasarkan data yang diserahkan Melky Bleskadit, jumlah paket di wilayah Sorong sebanyak 96 dengan nilai rata-rata mencapai Rp300 juta lebih.
“Pimpinan perusahaan itu mengidentifikasi pemiliknya orang asli Papua. Ada pimpinan yang bukan orang asli Papua, juga ada yang kosong. Nama perusahaan ditulis, tetapi direkturnya kosong. Ini indikasikan kuat bukan OAP dan membuka celah spekulasi tadi. Kaget sekali kita ini. Kita akan usulkan ke pimpinan DPRPB untuk memanggil dinas terkait untuk jelaskan hal ini,” tukasnya.
Yoteni menambahkan, gubernur harus memberikan perhatian serius atas persoalan yang dihadapi pengusaha asli Papua. Sebab, gubernur Papua Barat mempunyai cita-cita yang baik untuk merangkul semua anak-anak pengusaha asli Papua.
“Ditingkat eksekusinya lain, banyak yang tidak terakomodir. Kalau mau adil seharusnya satu paket itu 1 pengusaha, tetapi faktanya ada perusahaan yang dapat lebih dari satu paket. Rata-rata paket itu Rp500 juta tetapi dipecah lagi, ada yang kerja Rp30-40 juta, ini mau dapat apa? Mau dapat apa disitu kan kasihan,” kata Yoteni.
Adapun Kepala Dinas PUPR Provinsi Papua Barat, Heri Geson Natanyel Saflembolo tidak dapat dikonfirmasi ihwal tudingan yang dialamatkan forum komunikasi pengusaha asli Papua. Upaya menghubungi yang bersangkutan melalui telepon selulernya tidak mendapat respon. (RBM)