MANOKWARI, PAPUAKITA.COM—Isu tentang Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) merupakan pusat peredaran narkotika harus harus diubah dengan pencegahan yang lebih protektif di dalam lapas.
Demikian disampaikan Kepala Kanwil Kemenkumham Provinsi Papua Barat, Anthonius Mathius Ayorbaba dalam sambutannya saat membuka Talk Show bertemakan “Mewujudkan Lapas Klas IIb Manokwari Bersih dari Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba”, Kamis (11/4/2019).
“Isu yang beredar 2 tahun terakhir ini bahwa lapas merupakan pusat peredaran narkotika harus diubah dengan pencegahan yang lebih protektif di dalam lapas sehingga dapat menghapus pola pikir masyarakat tentang lapas, yang beranggapan selama ini bahwa lapas adalah tempat sarang peredaran narkoba,” jelasnya.
Kegiatan talk show tersebut merupakan program diseminasi informasi P4GN yang digelar oleh BNNP Papua Bidang P2M Sie Pencegahan. Kegiatan tersebut juga dirangkai dengan pengukuhan sebanyak 80 orang Satgas P4GN dari masing-masing perwakilan peserta yang hadir.
Adapun perserta talk show berasal dari perwakilan Kejari Manokwari, Pengadilan Negeri Manokwari, Bapas, Lapas Klas IIb Manokwari, Kanwil Kemenkumham, LPKA Manokwari, LPP Manokwari, STIH, Dinas Sosial kabupaten Manokwari, Kesbangpol provinsi Papua Barat, Badan Pemberdayaan Kampung kabupaten Manokwari, narapidana di lapas Klas IIb Manokwari, Keluarga penyalahguna narkotika, dan Polres Manokwari.
Kepala BNNP Papua Barat, Drs. Setija Junianta, S.H.,M.Hum dalam sambutannya, menyampaikan situasi darurat yang memprihatinkan terus berkembang seiring dengan berjalannya waktu. Tahun 2018 pun relatif tanpa perubahan yang berarti. Hal ini ditandai dengan kejahatan narkotika tanpa pandang bulu, semuanya di jebloskan ke tahanan dan berakhir di penjara.
Setija Junianta memaparkan beberapa kondisi terkait peredaran gelap narkoba, diantaranya prevalensi penyalah guna trennya naik dari tahun ke tahun; penjara mayoritas dihuni terpidana narkotika, sehingga kondisinya overload; aparat lapas menjadi tidak berdaya; tempat rehabilitasi jumlahnya sangat terbatas.
“Masyarakat salah kaprah dalam memandang penyalah guna (tak mampu membedakan dengan pengedar). Mereka menganggap benar kalau penyalah guna ketika disidik, dituntut, diadili, ditahan, dan dihukum penjara. Beberapa indikato ini yang menyebabkan kesimpulan darurat narkotika di negeri ini,” jelasnya.
Dikatakan, Lapas saat ini mayoritas dihuni para penyalah guna. Hal ini sangat menguntungkan bagi peredaran gelap narkotika, tapi bagi penanggung jawab lapas, ini seperti buah simalakama.
“Fakta bahwa 90 persen narkoba yang beredar di pasaran dikendalikan dari penjara. Jika ini benar tentu Sebuah ironi. Lapas yang seharusnya menjadi tempat penghukuman dan pembinaan bagi para narapidana justru menjadi zona nyaman untuk melanjutkan aksi kejahatannya,” sebut Setija Junianta.
Setjia Junianta berharap, kegiatan talk show ini dapat menjadi acuan terkoordinirnya kolaborasi yang baik antara stakeholder yang diundang dengan lapas dan BNNP sehingga overload yang selama ini yang dialami oleh lapas dapat mulai berkurang karena menurunnya jumlah penyalahguna dan peredaran gelap narkotika.
Praktisi Hukum dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Papua Barat, Penina, SH menyampaikan, bahwa lembaga hukum selama ini mencoba membantu para penyalahguna dengan cara bekerja sama dengan BNNP dan berusaha melakukan yang terbaik untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Dirinya berharap ke depannya lebih ke arah rehabilitasi dari pada dikirim ke lapas. (*/RBM)