Bidang Hukum dalam Pemerintahan Dipandang Sebelah Mata

MANOKWARI, PAPUAKITA.COM— Produk hukum di negara (hukum) Indonesia (rule of law; Rechstaat) menegaskan, bahwa setiap Lembaga Negara, Lembaga Masyarakat dan setiap warga negara wajib taat dan patuh terhadap hukum. Hukum harus menjadi panglima bukan kekuasaan

Meski demikian, dalam realitas pemerintahan—hukum dengan perangkatnya, yakni Biro, Bagian Hukum, Bagian Perundang-undangan Sekretariat Dewan Provinsi dan Kabupaten/Kota masih dipandang sebelah mata oleh Organisasi Perangkat Daerah (OPD).

“Inilah faktor utama ketidakberhasilan pemerintah daerah memproduksi Peraturan Daerah, Peraturan Kepala Daerah, Keputusan Kepala Daerah, Peraturan/Keputusan DPRD atau DPR (Papua Barat) yang berkualitas,” jelas Kepala Biro Hukum Setda Provinsi Papua Barat Rober, KR. Hammar.

Rakoor Hukum se Papua Barat
Rakoor hukum se-Papua Barat yang diselenggarakan Biro Hukum Setda Provinsi Papua Barat di Wasior, Kabupaten Teluk Wondama, 8-9 April 2019. Foto : Istimewa

Pernyataan Rober Hammar ini disampaikan pada kegiatan Rapat Koordinasi Hukum Se-Papua Barat yang berlangsung di Kabupaten Teluk Wondama pada 8-9 April lalu. Adapun tema rakoornis “Koordinasi, Akselerasi Produk Hukum Daerah di Papua Barat”.

Menurut Rober Hammar, cara pandang yang keliru tersebut diakibatkan para pimimpinan OPD dan staf belum mengerti dan memahami urgensitas produk hukum daerah. Untuk itu, menurut Rober Hammar, perlu dilakukan desiminasi Permendagri Nomor 120 Tahun 2018 tentang Produk Hukum Daerah.

Permendagri tersebut mengatur tata cara, mekanisme, dan waktu pemrosesan suatu produk hukum.

“Untuk mengantisipasi dan merupakan solusi dari kemandekan tersebut, maka biro hukum setda Papua Barat tahun 2019 ini menyiapkan Raperdasi dan atau Peraturan Gubernur tentang tata cara dan mekanisme peyusunan produk hukum Daerah,” jelas Rober Hammar lagi.

Rober Hammar menambahkan, inti dari Perdasi atau Perkada (peraturan kepala daeraj) tersebut mengatur tata cara mulai dari tingkat OPD, pembahasan di tingkat kabupaten/kota, dan provinsi, pengajuan ke legislatif, pertimbangan Majelis Rakyat Papua Provinsi Papua Barat (khusus perdasus), harmonisasi, fasilitasi.

Mengatur juga, verifikasi dan evaluasi baik di tingkat provinsi, pusat, karena semua Raperda/Raperdasus dan Perkada tingkat provinsi wajib disampaikan ke Kemendagri, dan kabupaten/kota wajib diserahkan ke provinsi, dengan batas waktu fasilitasi 15 hari per satu produk hukum daerah.

Rober Hammar menambahkan, dalam pembahasan produk hukum daerah melibatkan bukan saja para perancang namun juga melibatkan OPD maupun pihak yang memiliki otoritas dan kompentesi sesuai substansi produk hukum yang digagas, termasuk pembiayaan di setiap tingkatan pembahasan.

“Sehingga akselerasi dan kualitas produk hukum daerah tercapai dan dijadikan dasar hukum tindak pemerintah dalam pelaksanaan pemerintahan, pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan menuju masyarakat yang adil, makmur, mandiri, bermartabat, religius, dan harmonis di Papua Barat,” tutup Rober Hammar. (RBM)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *