MANOKWARI, PAPUAKITA.com—Pemerintah Provinsi Papua Barat bersama DPR Papua Barat (DPRPB) bertemu dengan Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian di Jakarta, Kamis (19/1/2022). Pertemuan itu membahas sejumlah masalah. Salah satunya menyangkut pergeseran anggaran.
Ketua DPRPB Orgenes Wonggor mengatakan, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terkait pergeseran anggaran telah membawa dampak yang sangat luar biasa. Sebab anggaran (APBD) yang sudah ditetapkan itu berdasarkan program yang disusun oleh pemerintah maupun pokok-pokok pikiran DPRPB.
“Kita sudah tetapkan anggaran tersebut sehingga secara otomatis program-program yang sesuai aspirasi baik di wilayah Papua Barat maupun Papua Barat Daya ini sudah disampaikan ke masyarakat bahwa akan didorong lewat APBD 2023. Dikeluarkannya PMK maka secara otomatis sejumlah mata anggaran terpaksa harus digeser,” ujarnya.
Diketahui, pergeseran anggaran ini sesuai dengan Peraturan Kementerian Keuangan (PMK) Nomor 206/PMK.07/2022 tentang Alokasi Transfer ke Daerah untuk Provinsi/Kabupaten/Kota di Wilayah Provinsi Papua Barat dan Provinsi Papua Barat Daya Tahun Anggaran 2023.
Dalam pertemuan itu, DPRPB telah meminta petunjuk kepada Mendagri. Agar melegitimasi pengelolaan anggaran di wilayah provinsi Papua Barat Daya melalui surat edaran atau semacamnya. Sehingga, bupati dan wali kota di wilayah tersebut bisa mengarahkan anggaran serta program dan kegiatannya untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan.
“Pemerintahan sudah berjalan. Jadi, kita juga minta supaya program dan kegiatan dari kabupaten dan kota itu diarahkan pada pembangunan provinsi Papua Barat Daya. Pak menteri sudah sampaikan bahwa akhir bulan ini sampai Februari, beliau akan ke Papua Barat dan Papua Barat Daya,” kata Wonggor.
Kunjungan menteri tersebut, menurut Wonggor, juga untuk bertemu dengan 29 anggota DPRPB yang berasal dari wilayah Sorong Raya—yang kini daerah tersebut menjadi daerah bawahan provinsi Papua Barat Daya. Mendagri juga dijadwalkan akan bertemu dengan penjabat gubernur.
Agenda lawatan tersebut menjadi catatan Kemendagri untuk bisa melihat langsung ke daerah. Di sisi lain, berkaitan dengan tugas pengawasan, DPRPB disebut tidak memiliki kewajiban apa lagi hak dalam hal mengawasi secara langsung pengelolaan anggaran provinsi Papua Barat Daya. Pengawasan tersebut langsung dilakukan oleh Komisi II DPR RI.
“DPR Papua Barat tidak punya kewenangan melakukan pengawasan di Papua Barat Daya, ini penjelasan mendagri. Pengawasan lansung dikomunikasikan dengan DPR RI. Juga 29 anggota dewan ini hanya bisa berkoordinasi dan komunikasi dengan penjabat gubernur jika ada hal-hal urgen. Soal pengawasan langsung dengan Komisi II DPR RI,” ungkapnya.
Meski ada 29 anggota dewan asal wilayah Papua Barat Daya yang kini tercatat sebagai anggota DPRPB, mereka ini hanya semacam mendapat tugas tambahan. Untuk membangun komunikasi dan koordinasi dengan penjabat gubernur terkait usulan-usulan yang akan mereka dorong dan arahkan ke Papua Barat Daya.
Wonggor menambahkan, agenda pertemuan dengan pak menteri adalah pertegas dan perjelas soal pergeseran anggaran dan tupoksi DPRPB di wilayah provinsi Papua Barat Daya. Selain itu, permasalahan yang sama menyangkut anggaran juga terjadi di tiga provinsi baru di wilayah Papua.
“Intinya di situ, kita dalam pertemuan meminta kalau bisa PMK dibatalkan. Tetapi itu sudah menjadi kebijakan negara sehingga semua pemangku kepentingan di daerah wajib mengamankannya karena tidak ada pilihan lain. Ya, kita sendiri juga yang perjuangkan pemekaran Papua Barat Daya dan harus dukung berjalannya pemerintahan,” pungkasnya. (*)