MANOKWARI, PAPUAKITA.com—Bakal calon gubernur Papua Barat Wahidin Puarada, menyatakan mengundurkan diri dari pencalonan sebagai calon gubernur Papua Barat periode 2024-2029.
Keputusan tersebut wujud dari kesadaran berpolitik, serta taat terhadap norma-norma hukum yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang mengatur tentang syarat calon kepala daerah.
Jiwa besar WP mundur dalam suksesi Papua Barat, ini tidak lepas dari diskusi bersama Ketua KPU Provinsi Papua Barat Paskalis Semunya. Dirinya mengaku, topik diskusi menyoal permasalahan hukum yang sempat dijalaninya.
“Sempat saya berdiskusi dengan Ketua KPU Provinsi Papua Barat, Pak Paskalis Semunya, itu terkait masalah hukum yang saya jalani. Saya ceritakan semua. Diskusi berlanjut sampai pada kesimpulan bahwa apapun itu aturan harus ditegakkan,” ungkap Wahidin dalam wawancara bersama papuakita.com.
Diketahui, WP sempat berproses di Pengadilan Negeri (PN) Manokwari atas kasus hukum yang disangkakan kepada dirinya. Ia dituntut 3 tahun penjara. Namun, PN memutuskan yang bersangkutan bebas pada tahun 2002.
Baca juga : Wahidin Puarada: Papua Barat harus keluar dari kemiskinan
Kemudian, Jaksa mengajukan Kasasi dan yang bersangkutan dinyatakan bersalah dan dihukum 6 tahun pada 2013. Proses hukum berjalan, ia lantas menjalani hukuman dan baru dinyatakan bebas pada April 2022.
“Ada klausul yang menyatakan jika ancaman hukuman 5 tahun atau lebih maka, harus istirahat. Keputusan ini juga untuk memberikan pembelajaran kepada siapa saja yang bermasalah hukum yang sama jika ingin maju sebagai calon kepala daerah maka harus istirahat ,” ungkapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Bupati Fakfak (2000-2010) juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh lapisan masyarakat provinsi Papua Barat, termasuk seluruh pendukung, kader dan pengurus PAN di tingkat DPD hingga DPP, PKB, dan PKS.
“Terima kasih kepada seluruh jajaran PAN, PKB yang sudah memberikan dukungan dan memperjuangkan hingga ke DPP partai untuk mendapatkan rekomendasi. Juga kepada jajaran PKS,” ujarnya.
Menurutnya WP, langkah politik sejumlah partai tersebut sangat luar biasa dalam membangun komunikasi politik dalam satu keinginan untuk memunculkan tokoh-tokoh potensial di Papua Barat untuk mengabdikan diiri kepada masyarakat dan provinsi Papua Barat.
Wahidin Puarada menegaskan, bahwa dirinya telah mencermati ketentuan aturan yang berlaku terkait syarat calon dan pencalonan dalam pilkada 2024-2029. Sehingga keputusan yang diambil sebelumnya untuk maju adalah keputusan yang berdasar.
“Mengapa saya harus maju? Saya maju itu supaya ada iklim demokrasi yang terbangun di provinsi Papua Barat. Jangan sampai hanya satu calon saja, harus ada 2,3 atau empat supaya demokrasi itu betul-betul terwujud dalam pilkada Papua Barat,” ujar dia.
Alasan berikutnya adalah ingin menunjukkan kepada kader-kader terbaik dan hebat Papua Barat dari kalangan birokrat, politisi, intelektual agar berani menyatakan diri dan siap berpartisipasi aktif dan maju dalam kontestasi politik di Papua Barat.
Ia menyatakan, tak boleh takut dengan pikiran sendiri, takut dengan bayangan sendiri. Bismillah, yakni melangkah untuk Papua Barat yang lebih baik. Itu akan lebih terhormat ketimbang bersembunyi dalam pikiran dan ketakutan. Sehingga potensi yang dimiliki tidak bisa diaplikasikan.
Dalam perspektif WP, sebenarnya tak ada yang mesti ditakutkan ketika berbicara memimpin provinsi Papua Barat. Karena sejatinya, memimpin provinsi ini tak lain adalah berbicara tentang keberhasilan memimpin daerah masing-masing.
Dengan berbekal keberhasilan memimpin kabupaten Fakfak sebagai satu-satunya daerah di Tanah Papua yang mampu keluar dari kemiskinan pada 2008, adalah salah satu modal kuat yang mendorong WP berani maju pilkada.
“Bismillah dengan pengalaman keberhasilan ini, kita siap. Kalau kabupaten Fakfak bisa kita buat seperti itu mengapa tidak kita buat juga untuk provinsi Papua Barat bisa keluar dari provinsi miskin,” paparnya.
Tergerak maju sebagai bakal calon gubernur Papua Barat. Sejatinya adalah misi mulia seorang Wahidin Puarada. Ia ingin menolong orang perorang di Papua Barat melalui kebijakan yang dimiliki. Agar supaya mampu berperan sebagai subjek pembangunan. Bukan sebagai objek pembangunan.
“Siapapun dia dan dimanapun bekerja harus menjadi subjek pembangunan. Dengan kebijakan itu, dia bisa menolong dirinya dan keluarganya, lingkungan, masyarakat, dan lebih luas menolong daerahnya. Kalau bupati itu wilayah dan orangnya sedikit, kalau gubernur itu wilayah yang lebih luas dan orangnya banyak,” imbuhnya.
Terkait dengan dengan hal itu, baginya misi menjadi gubernur adalah sarana untuk menolong orang. Kendati demikian misi menolong orang ini bukan saja ketika menjadi gubernur, apapun itu bisa menolong.
“Tetapi seorang gubernur itu performanya lebih baik,” bebernya.
Potensi sumber daya
Membuat masyarakat dan Provinsi Papua Barat bisa keluar dari kemisikan, Wahidin Puarada meyakini bisa dicapai melalui pengelolaan sumber daya yang dimiliki. Baik sumber daya alam, sumber daya aparatur atau SDM, dan sumber daya finansial daerah.
“Kita punya sumber daya orang per orang, sumber daya aparatur di semua lini. Kita punya sumber daya keuangan yang luar biasa besar. Ini kalau dimaintenance secara baik dan tepat insya Allah provinsi ini akan keluar dari provinsi miskin dalam 2024-2029,” katanya.
Di sisi lain, pengelolaan berbagai sumber daya yang ada ini, dibutuhkan kemampuan manajerial yang mumpuni. Sehingga melahirkan kebijakan-kebijakan yang mampu menggerakkan semua potensi tersebut sebagai subjek pembangunan secara bersama.
Wahidin Puarada menambahkan, masih memiliki niat dan keingian untuk mengabdikan diri untuk daerah dan masyarakat Papua Barat. Akan tetapi demi menegakkan aturan dan wujud dari pembelajaran politik kepada masyarakat, niatan tersebut mesti diurungkan.
“Atas keputusan ini, saya juga meminta maaf kepada seluruh lapisan masyarakat Papua Barat yang sudah menaruh harapan kepada saya. Insya Allah masih diberikan umur panjang dan kesehatan serta lebih siap lagi dari sekarang. Kita akan bertemu pada pilkada 2029 ke depan,” tutupnya. (PK-01)