MANOKWARI, PAPUAKITA.com—Bawaslu Provinsi Papua Barat mencatat ada delapan variabel dan 26 indikator yang menjadi diguakan dalam memetakan kerawanan TPS pada Pilkada Serentak 2024, di Provinsi Papua Barat.
“Pertama, variabel penggunaan hak pilih, keamanan, politik uang, politisasi SARA, netralitas, logistik dan lokasi TPS, serta jaringan internet dan listrik,”.
Demikian, Koordinator Divisi Pencegahan, Parmas, dan Humas Bawaslu Menahen Julens Sabarofek saat menggelar konfrensi pers, Rabu (20/11/2024).
Menahen Sabarofek melanjutkan, indikator TPS rawan paling tinggi se Provinsi Papua Barat mencakup kendala aliran listrik dan jaringan internet di lokasi TPS. TPS berada di lokasi khusus, berada di dekat rumah pasangan calon dan atau posko tim kampanye pasangan calon
Kemudian, TPS di dekat wilayah kerja, seperti pertambangan, pabrik, TPS dekat lembaga pendidikan yang siswanya berpotensi memiliki hak pilih, TPS didirikan di wilayah rawan bencana. Misalkan, banjir, tanah longsor, dan gempa.
Selanjutnya, TPS didirikan di wilayah rawan konflik, TPS sulit dijangkau akibat faktor geografis dan cuaca, memiliki riwayat keterlambatan pendistribusian logistik pemungutan dan penghitungan suara di TPS (maksimal H-1) pada saat Pemilu
Memiliki riwayat kekurangan atau kelebihan dan bahkan tidak tersedia logistik pemungutan dan penghitungan suara pada saat Pemilu, memiliki riwayat logistik pemungutan dan penghitungan suara mengalami kerusakan untuk di TPS pada saat Pemilu
Termasuk, ASN, TNI/Polri, dan Perangkat Desa melakukan tindakan/kegiatan yang menguntungkan atau merugikan pasangan calon, Petugas KPPS berkampanye untuk pasangan calon, terdapat riwayat praktik menghina/menghasut di antara pemilih terkait isu agama, suku, ras, dan golongan di sekitar lokasi TPS
Terdapat riwayat praktik pemberian uang atau materi lainnya yang tidak sesuai ketentuan pada masa kampanye di sekitar lokasi TPS, terdapat penolakan penyelenggaraan pemungutan suara
Memiliki riwayat terjadi intimidasi kepada penyelenggara pemilihan, memiliki riwayat terjadi kekerasan di TPS, terdapat riwayat Pemungutan Suara Ulang (PSU) dan/atau Penghitungan Surat Suara Ulang (PSSU), terdapat riwayat TPS yang menggunakan sistem noken tidak sesuai ketentuan (Khusus TPS yang memiliki riwayat pemungutan suara)
“Terdapat pemilih disabilitas yang terdaftar pada DPT di TPS, terdapat Penyelenggara Pemilihan di TPS yang merupakan pemilih di luar domisili TPS tempatnya bertugas. Terdapat Potensi Pemilih Memenuhi Syarat, namun tidak Terdaftar di DPT (Potensi DPK)
Terdapat Pemilih Pindahan (DPTb), terdapat pemilih DPT yang sudah Tidak Memenuhi Syarat (TMS) (meninggal dunia, alih status TNI/Polri, Dicabut Hak pilih berdasarkan,” bebernya.
Sepuluh indikator tertinggi
Menahen Sabarofek menambahkan, dari 26 indikator, terdapat sepuluh besar indikator TPS rawan paling tinggi di provinsi Papua Barat yang tersebar di 7 kabupaten.
Di antaranya, memiliki riwayat kekurangan atau kelebihan dan bahkan tidak tersedia logistik pemungutan dan penghitungan suara pada saat Pemilu sebanyak 547 TPS.
Selanjutnya, terdapat kendala jaringan internet di lokasi TPS sebanyak 169 TPS. Terdapat kendala aliran listrik di lokasi TPS sebanyak 160 TPS. Terdapat pemilih DPT yang sudah Tidak Memenuhi Syarat (TMS) meninggal dunia, alih status TNI/Polri, dicabut hak pilih berdasarkan putusan pengadilan) sebanyak 70 TPS.
Terdapat pemilih pindahan (DPTb) sebanyak 55 TPS. TPS sulit dijangkau (geografis dan cuaca) sebanyak 40 TPS. Terdapat Potensi Pemilih Memenuhi Syarat, namun tidak Terdaftar di DPT (Potensi DPK) sebanyak 33 TPS.
“TPS didirikan di wilayah rawan bencana (banjir, tanah longsor, gempa) sebanyak 26 TPS. Terdapat pemilih disabilitas yang terdaftar pada DPT di TPS sebanyak 20 TPS. Terdapat riwayat Pemungutan Suara Ulang (PSU) dan/atau Penghitungan Surat Suara Ulang (PSSU) sebanyak 15 TPS. Ini 10 indikator tertinggi,” pungkasnya. (PK-01)