MANOKWARI, PAPUAKITA.COM – Pemetaan potensi peredaran narkoba di lingkungan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) yang dilakukan Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Papua Barat, menunjukan Lapas Sorong dan Lapas Manokwari tinggi potensi peredaran gelap narkoba.
Kepala Divisi Pemasyarakatan Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Papua Barat, Elly Yuzar mengatakan, tercatat di lapas Sorong hampir mendekati 200 an kasus narkoba. Sedangkan, di lapas Manokwari berada di bawah 100 an kasus.

“Jadi kita petakan ada lapas Sorong dan Lapas Manokwari. Itu yang kita antisipasi masalah peredaran narkoba,” ujar Elly Yuzar kepada wartawan ketika ditemui di ruang kerjanya, Jumat (15/2/2019).
Tingginya kasus narkoba di lapas Sorong, dipicu oleh perkembangan kota yang semakin terbuka—pertumbuhan ekonomi dan perputaran uang yang tinggi.
“Untuk di Papua Barat ada beberapa titik yang menjadi perhatian khusus. Pertama, Sorong. Itu narkoba tidak akan lepas dari kota besar dan perputaran ekonomi. Sorong, kotanya lebih besar dari Manokwari, ekonominya, perputaran uangnya lebih kencang dari Manokwari. Ini punya dampak,” kata Elly Yuzar.
Kasus narapidana yang memakai ganja pernah ditemukan di lapas Manokwari beberapa bulan lalu. Meski dua lapas tersebut menjadi atensi khusus, Kanwil Hukum dan HAM juga memaksimalkan pengawasan terhadap lapas lainnya yang ada di Papua Barat.
“Untuk di Papua Barat ada dua (lapas) yang sangat kita waspadai. Mudah-mudahan tidak seperti yang kita khawatirkan. Bukan karena ada terjadi tetapi potensi itu ada. Makanya, di awal-awal kita pantau lebih waspada. Lapas lain tetap kita pantau dan saya kira masih steril,” ungkap Elly Yuzar.
Menurut Elly Yuzar, upaya memasukan narkoba ke dalam lapas dilakukan dengan berbagai cara. Misalnya, cara konvensional dengan memasukan narkoba ke makanan, lipatan celana/baju, sendal jepit yang dibelah, diselipkan di rambut, dan (maaf) dimasukan di dalam kelamin wanita.
“Itu modus-modus, kita tidak bayangkan barang seperti itu dimasukan sedemikian rupa. Dari segala macam sisi dimasukan,” ujarnya.
Masuknya narkoba ke lingkungan lapas, lanjut Elly Yuzar, tidak menutup kemungkinan bisa melibatkan orang dalam lapas maupun tamu yang membesuk narpidana.
“Pertama kita tidak tuduh siapa-siapa, kita sendiri saja ada yang khianat. Untuk itu, siapapun yang masuk ke dalam lapas akan digeledah, Kalapas akan digeledah termasuk Kakanwil akan digeledah. Itu dari pegawai. Kalau dari pegawai sudah kita sterilkan tentu tamu,” tegasnya.
Koordinasi dengan BNN dan Kepolisian
Di samping itu, dalam upaya pemberantasan narkoba di lingkungan lapas, Elly Yuzar mengatakan, pihaknya belum berkoordinasi dengan pihak BNN Provinsi Papua Barat maupun kepolisian.
“Kalau dari BNN, untuk ke kita sampai hari ini belum ada. Belum diminta ke saya. Kemarin ada indikasi satu kasus di Sorong. Ada orang pakai lalu ketangkap. Mengaku perantaranya dari dalam Lapas. Ini baru indikasi belum bisa dibuktikan,” tutur Elly Yuzar.
Elly Yuzar menambahkan, pengakuan sabu diperoleh dari dalam lapas telah menjadi tren baru bagi pengedar narkoba. Akan tetapi, hal itu disinyalir sebagai upaya untuk mengurangi tekanan saat ditangkap dan menjalani pemeriksaan petugas.
“Benar ada sebagian narkoba dikendalikan oleh napi, tetapi ada juga sebagain dari mereka (pengedar di luar lapas). Sekarang ini ada tren mengaku-mengaku begitu ditangkap sebutnya barang didapat dari dalam lapas. Tolong ini teman-teman wartawan dikroscek benar,” tutup Elly Yuzar.
Indikasi peredaran narkoba di lapas Sorong yang melibatkan narapidana dikuatkan pihak BNN Provinsi Papua Barat. Di mana, BNNP PB telah menangkap J (14) yang menjadi kurir sabu di Kota Sorong pada awal Februari lalu.
Hasil penyelidikan dan penyidikan terhadap J yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka, mengungkapkan jika sabu milik seseorang narapidana kasus narkotika yang tengah menjalani hukuman di lapas Sorong. (RBM)