MANOKWARI, PAPUAKIT.COM—Ketua Dewan Adat Papua Wilayah III versi Mananwir Paul Vincen Mayor menilai, polemik antara Majelis Rakyat Papua Provinsi Papua Barat (MRPB) dengan DPR Papua Barat (DPRPB) terkait Perdasus pengangkatan anggota DPRPB melalui jalur otonomi khusus harus dilihat dengan baik.
Kata Paul Mayor, syarat pendidikan yang diatur di dalam perdasus keanggotaan DPRPB jalur otsus adalah bentuk diskiriminasi. Ia membandingkan hal tersebut dengan ketentuan bagi calon anggota DRP dari jalur parpol, dimana tidak membatasi kualifikasi pendidikan.
“Lantas mengapa aturan itu berlaku bagi anak Papua,” ujar Paul Mayor kepada wartawan saat mengelar jumpa pers, Senin (8/4/2019).
Menurut Paul Mayor, informasi yang ia peroleh bahwa perdasus yang menjadi polemik ini, kini masih dalam proses penomoran oleh kementrian dalam negeri. Ditegaskannya, perseteruan antara MRPB dan DPRPB menunjukan, bahwa kedua lembaga ini tidak menghormati masyarakat adat.
Kepala Suku Maybrat Marthen Nauw menegaskan, langkah DPRPB dengan menetapkan dan mengesahkan Perdasus Keanggotan DPR Papua Barat Melalui Mekanisme Pemilihan Dalam Rangka Kerangka Otonomi Khusus, dimana salah satu poin terkait syarat pendidikan, ini merupakan upaya untuk membatasi kesempatan bagi anak Papua lain.
“Orang papua ini banyak jadi tidak ada anggota DPR jalur otsus yang abadi semua punya hak yang sama. Lantas mengapa (oknum) DPRPB otsus yang tidak memiliki wilayah adat yang jelas datang dan kemudian duduk buat aturan sesuai dengan keinginan sendiri,” tunding Marthen Nauw.
Marthen Nauw meminta kepada anggota DPRPB jalur otsus (2014-2019), yang akan mengakhiri masa tugasnya untuk ikhlas memberikan kesempatan kepada orang Papua yang lain. “Ini berlaku bukan hanya Untuk DPRPB Otsus, tetapi juga berlaku bagi anggota MRP di Papua Barat,” ujar dia.
Tokoh masyarakat, Wempy Kambu mengingatkan kembali soal perjuangan melalui Kongres II rakyat Papua yang melahirkan keputusan politik, yakni pemberian otonomi khusus. Dia menegaskan, perjuangan mendapatkan otonomi khusus melalui sebuah proses panjang, penderitaan, bahkan pengorbanan darah dan nyawa.
Meski demikian, ia menjelaskan, bahwa anggota kongres saat itu tidak ada batasan soal pendidikan sarjana atau lainnya. Namun, Wempi Kambuh mempertanyakan soal polemik perdasus anggota DPRPB jalur otsus yang dinilainya karena dilatarbelakangi syarat pendidikan bagi calon anggota DPRPB tersebut.
“Calon DPR jalur partai pun tidak membatasi itu (pendidikan) lantas mengapa harus jalur otsus ada syarat semacam itu,” Kata Wempi Kambu yang menyebut diri sebagai Panel dan Prsedium Papua.
Saat ini menurutnya, pengambil kebijakan menyangkut kriteria calon DPRPB dari jalur otsus maupun MRPB terkesan mengabaikan masyarakat adat Papua sebagai inti dari otsus.
“Polemik antara MRPB denga DPR jalur otsus ini menunjukan bahwa kedua lembaga ini tidak menghormati masyarakat adat yang merupakan inti dari otonomi khusus. Setiap kebijakan tidak lagi menjadi aspirasi murni masyarakat adat, justru langkah yang di putuskan hanya berdasarkan kepentingan masing-masing,” tandasnya. (ADL)