MANOKWARI, PAPUAKITA.com—Meski perekonomian Papua Barat tumbuh melambat di tahun 2019, namun diperkirakan akan kembali kuat di tahun 2020. Pada tahun 2020, Bank Indonesia memperkirakan ekonomi Papua Barat akan kembali tumbuh meningkat. Berada di atas 4% secara year on year (yoy).
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Papua Barat, S.Donny H. Heatubun menyampaikan hal tersebut dalam forum Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) Provinsi, Kamis (12/12/2019).
Peningkatan pertumbuhan ekonomi, ini didorong oleh membaiknya kinerja seluruh sektor, baik dari sisi pengeluaran maupun dari sisi lapangan usaha. Selain itu, sinergi antarinstansi dan pelaku usaha, transformasi serta inovasi dalam mendukung perekonomian terus didorong sehingga perekonomian menjadi lebih maju dan berdaya tahan.
“Dalam menjaga momentum ekonomi Papua Barat ke depan, kami pandang perlunya reformasi struktural yang meliputi beberapa aspek,” kata Donny.
Adapun saran reformasi structural meliputi peningkatan pemanfaatan potensi sumber daya alam yang dapat diperbaharui (renewable resources) seperti perikanan, perkebunan, kehutanan dan pertanian serta membangun industri pengolahannya sehingga memberikan nilai tambah yang tinggi serta dapat menyerap banyak tenaga kerja yang ada.
Pengembangan potensi pariwisata. Provinsi Papua Barat dikenal memiliki keindahan alam yang luar biasa sehingga dapat mendatangkan devisa dan mendorong industri kreatif bagi masyarakat.
Selain itu, pembangunan dan penguatan infrastruktur dasar (energi, transportasi, dan komunikasi) sehingga dalam jangka menengah panjang akan memberi nilai tambah kepada perekonomian yang semakin besar.
Perbaikan iklim investasi dan mendorong komoditi ekspor untuk terus dikembangkan, serta penerapan teknologi di berbagai bidang untuk mendorong efisiensi dan kemajuan perekonomian.
Menurut Donny pada tahun 2019, perekonomian diperkirakan tumbuh melambat di bawah 4% (yoy). Perlambatan ini dipengaruhi oleh kinerja ekspor yang kurang optimal dan konsumsi pemerintah yang tidak sebaik tahun sebelumnya. Meskipun demikian, kinerja konsumsi rumah tangga dan investasi yang cukup solid mampu menopang perekonomian pada tahun ini.
“Dari sektor lapangan usaha, kinerja industri pengolahan dan pertambangan menurun yang sejalan dengan turunnya ekspor. Turunnya kinerja ini ditengarai oleh kurang optimalnya produksi gas alam cair atau Liquified Natural Gas akibat proses pemeliharaan salah satu fasilitas produksi,” katanya.
“Sementara itu kinerja konstruksi terus terakselerasi seiring terdapatnya proyek berskala besar di Papua Barat seperti pembangunan Train III Tangguh LNG, pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG), serta pembangunan Ring Palapa Timur. Kinerja pertanian, kehutanan, dan perikanan juga terdorong positif oleh semakin baiknya produksi serta harga internasional yang masih kompetitif,” sambung Donny.
Sementara itu, inflasi Papua Barat tahun 2019 diperkirakan berada pada kisaran 1,9-2,3% (yoy), lebih rendah dibandingkan tahun lalu yang tercatat 5,2% (yoy).
“Sementara tahun 2020, inflasi kami perkirakan meningkat terbatas dan berada pada level 3,3-3,7% (yoy) yang terutama disebabkan oleh kenaikan beberapa kelompok administered prices, seperti kenaikan tarif listrik, cukai rokok, bahan bakar, maupun kesehatan,” papar Donny.
Berkaca terhadap kondisi inflasi saat ini, rendahnya inflasi tahun 2019 disumbang oleh terkoreksinya kelompok inflasi volatile food, rendahnya inflasi administered prices, serta terjaganya inflasi inti.
BI mencatat terjaganya inflasi pada tahun ini tentu tidak terlepas dari peran aktif Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) di seluruh daerah di Papua Barat dalam menjaga dan memantau pasokan.
“Ke depan, kami berharap koordinasi dan sinergi antarpelaku usaha dan TPID terus dipertahankan dan ditingkatkan dalam menghadapi risiko tekanan inflasi,” ucapnya.
Kinerja Perbankan di Papua Barat
Di sisi lain, kinerja perbankan di Papua Barat sampai dengan September 2019 tumbuh sangat baik yang tercermin dari posisi aset, kredit, dan DPK.
Kata Donny, posisi aset perbankan di Papua Barat tercatat senilai Rp19,6 triliun, atau tumbuh 20,16% (yoy). Posisi DPK senilai Rp16,8 triliun, atau tumbuh 20,10% (yoy). Posisi kredit senilai Rp13,3 triliun,atau tumbuh 10,89% (yoy).
Selanjutnya, rasio kredit bermasalah atau NPL secara net berada di level 2,44% untuk bank umum, kemudian bagi BPR, rasio NPL net tercatat tinggi sebesar 16,13%.
“Ini menjadi sinyal bagi BPR dalam penyaluran kreditnya supaya lebih berhati-hati. Secara umum, dengan kondisi perbankan yang semakin baik, diharapkan dapat menjadi motor pertumbuhan bagi Provinsi Papua Barat melalui pembiayaan sektor produktif. Namun demikian, kami mengharapkan agar perbankan tetap harus prudent dan govern sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” tegas Donny.
Sistem pembayaran, lanjut Donny, berlangsung dengan aman, cepat, dan andal. Dalam pelaksanaan tugas pengelolaan Uang Rupiah, hingga triwulan III 2019 aliran uang keluar dari khasanah Bank Indonesia Provinsi Papua Barat tercatat Rp1,29 triliun, sedangkan aliran uang masuk tercatat Rp1,21 triliun.
“Dalam rangka memastikan uang yang beredar dalam kondisi yang baik, bank Indonesia Provinsi Papua Barat melakukan kegiatan kas keliling. Dari hasil kas keliling tersebut, uang tidak layak edar yang terserap sebesar Rp24,44 miliar Rupiah,” bebernya.
Dengan nilai tersebut, kata Donny artinya, BI berupaya untuk menjaga dan menjamin kualitas uang di Papua Barat tidak lusuh dan layak edar.
Selanjutnya, dari sisi non tunai, nilai transaksi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) tercatat Rp3,7 triliun, dan transaksi Real Time Gross Settlement (RTGS) tercatat Rp3,1 triliun.
Donny menyatakan, Bank Indonesia Papua Barat juga terus berupaya mendorong pembayaran nontunai melalui program-program yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan awareness masyarakat mengenai konsep dan manfaat pembayaran nontunai di tengah inovasi digital dan perkembangan kanal pembayaran yang tengah berlangsung secara global.
“Beberapa inisiatif seperti kampanye Quick Response Indonesian Standard (QRIS) dan sosialisasi terkait Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) telah dilakukan dengan melibatkan pemerintah daerah, perbankan, pelaku usaha, asosiasi, UMKM binaan, dan mahasiswa di provinsi Papua Barat. Ke depan, kami berharap kinerja sistem pembayaran di Papua Barat menjadi semakin aman, cepat, efisien dan andal,” tutupnya.
Donny menambahkan, kondisi pertumbuhan ekonomi Papua Barat tidak lepas dari kondisi dan pertumbuhan ekonomi nasional. Di mana, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang cukup baik pada tahun 2019 akan meningkat pada tahun 2020. Selama tiga triwulan tahun 2019, pertumbuhan ekonomi mencapai masing-masing sebesar 5,07%, 5,05%, dan 5,02% secara tahunan.
Tidak mungkiri, meskipun telah ditempuh berbagai kebijakan stimulus, memburuknya perekonomian dunia membatasi kemampuan untuk dapat tumbuh lebih tinggi seperti yang diharapkan.
Bauran kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia dan Pemerintah diharapkan dapat mempertahankan momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia, yang diprakirakan berada di sekitar 5,1% (yoy) pada 2019 dan meningkat dalam kisaran 5,1-5,5% (yoy) pada tahun 2020. Secara spasial, pertumbuhan yang membaik juga tercatat di sejumlah wilayah NKRI pada tahun 2019.
“Pada tahun 2020, pertumbuhan ekonomi regional diprakirakan meningkat kecuali wilayah Kalimantan. Kalimantan berpotensi tumbuh melambat sejalan dengan meningkatnya kebutuhan impor barang modal dan konstruksi terkait proyek investasi pengolahan hasil tambang serta melambatnya ekspor batubara,” imbuh Donny.
Perekonomian Papua Barat sangat menjanjikan, terlebih dengan sumber daya alam yang melimpah. Papua Barat memiliki aset sumber daya alam berupa gas alam cair. Keberadaan gas alam cair langsung berdampak signifikan pada perekonomian Papua Barat, yang pada tahun 2019 yaitu 45 persen.
“Bahkan sektor migas masih menguasai lebih dari separuh pangsa PDRB. Dengan kata lain trend kecenderungan pertumbuhan ekonomi provinsi Papua Barat dapat diperkirakan dari laju pertumbuhan migas,” demikian Gubernur Papua Barat, Dominggus Mandacan dalam sambutan tertulis yang dibacakan oleh Asisten Bidang Perekonomian, Melkias Werinussa.
Gejolak perekonomian khusus untuk wilayah Papua, perekonomian regionalnya menyumbang sekira 2,5 persen terhadap perekonominan nasional. gejolak perekonomian yang terjadi di wilayah Papua belum berpengaruh terhadap perkembangan perekonomian nasional.
Gubernur juga memberikan apresiasi terhadap Bank Indonesia karena telah memberikan kontribusi besar dalam pelaksanaan tugas yang berimbas dalam menentukan arah kebijakan perekonomian nasional. (ARF)