MANOKWARI, Papuakita.com – Dewan Pengurus Daerah Barisan Merah Putih (DPD-BMP) Provinsi Papua Barat mengajak seluruh komponen masyarakat asli Papua, untuk bersama-sama mencurahkan pikiran dan tenaga memperjuangkan kehadiran kursi otsus di DPRD di tingkat kabupaten dan kota.
“Marilah kita sesama orang asli Papua jangan saling bertolak belakang dan menyerang. Jika ada kekeliruan diantara kita, mari duduk bersama-sama. Jangan tanyakan apa yang sudah Papua Barat berikan untuk anda tetapi apa yang sudah anda berikan untuk daerah ini,” ujar Wakil Ketua I DPD BMP, Valentinus Wainarissy,” Selasa (5/6/2018).
Kata Valentinus, ada celah hukum yang memperkuat perjuangan menghadirkan kursi otsus tersebut. Dan sebagai penggagas lahirnya kursi Otsus di Tanah Papua, tetap BMP pada prinsip akan memperjuangkan kursi Otsus DPRD kabupaten dan kota.
“Relevansi pasal 6 ayat (2) dan ayat (4) Undang Undang otonomi khusus ada pada UU 1945 pasal 18 (b). Dimana, negara menghargai setiap usulan dari masyarakat adat. Apapun putusan masyarakat adat itu negara wajib menghargai,” kata Valentinus.
Di dalam pasal 6 ayat (2) dan ayat (4) UU Otsus mengatur tentang representasi kursi otonomi khusus di DPRD tingkat Provinsi (DPRP dan DPR PB).
Amanat pasal ini kemudian diejawantahkan melalui Perdasus Nomor 4 Tahun 2014 yang diberlakukan Pemerintah Provinsi Papua. Dan, Perdasus Nomor 16 Tahun 2013 yang diberlakukan di Provinsi Papua Barat.
“Ini (kursi otsus, red) menjadi kepentingan masyarakat adat untuk melakukan pengawasan terhadap kucuran dana otsus yang begitu besar di kabupaten dan kota. Tidak mungkin 11 anggota DPR PB otsus bisa melakukan pengawasan di 13 daerah, ini sangat luas,” ujarnya.
Representasi kursi otsus di DPRD tingkat provinsi dialokasikan dengan jumlah ¼ dari jumlah kursi DPRP/DPR PB. Penetapan kursi ini melalui mekanisme pengangkatan yang diisi oleh unsur masyarakat adat dengan memperhatikan keterwakilan perempuan.
Menurut Valentinus, perjuangan menghadirkan kursi DPRD otsus tersebut sangat relevan untuk menyikapi pelbagai persoalan dan dinamika yang berkembang di tengah-tengah masyarakat (asli) Papua.
“Bertolak dari ketidaksejahteraan rakyat Papua dalam implementasi otonomi khusus, BMP mencoba mencarikan solusi. Solusinya adalah menciptakan sistem pengawasan anggaran di tingkat kabupaten dan kota,” ujarnya.
Mengapa BMP ingin memperjuangkan kursi otsus di kabupaten dan kota? Kata Valentinus, yang memiliki hak anggaran adalah DPRD. Maka perlu dibentuk kursi ini di daerah. Sehingga pengawasan lebih optimal.
“Inilah alasan kenapa harus ada kursi otsus di kabupaten dan kota. Untuk itu, dalam perubahan Perdasus Nomor 16 Tahun 2013, perlu diatur satu atau dua pasal tentang kursi ini sehingga menjadi dasar hukumnya,” ungkap Valentinus.
“Kita harusnya bergandeng tangan dan jangan saling menyikut karena kepentingan masing-masing. Kita sama-sama bangun negeri ini. Kalau ada kekeliruan di BMP, kita bicarakan bersama. Apa solusi untuk memecahkan persoalan yang dihadapi rakyat Papua,” ungkap Pelaksana Harian Ketua DPD BMP, Leonardus Tuturop.
Leonardus mengatakan, perjuangan menghadirkan kursi otsus di tingkat kabupaten dan kota selaras dengan kebijakan gubernur Papua Barat. Dimana, mengalokasikan dana otsus ke daerah menjadi 90 persen.
“Jumlahnya besar. Siapa yang akan mengawalnya? Kemarin-kemarin saja yang jumlahnya kecil kita belum tahu kejelasannya, dikemanakan dan untuk apa saja? Belum semua masyarakat mengetahui manfaat dana ini. Kita tidak sayang dengan masyarakat kita dengan kehidupan yang seperti itu saja,” katanya.
Leonardus menambahkan, saat mengajukan permohoan ke Mahkama Konstitusi (MK), BMP tidak sekadar memperjuangkan kursi otsus di tingkat provinsi tetapi perjuangan yang sama juga untuk tingkat kabupaten dan kota.
“BMP gugat itu kursi otsus harus ada dari tingkat kabupaten, provinsi serta pusat. Kalau kita hanya gugat di tingkat provinsi saja, ok. Kita tutup buku disini. Materi-materi kita itu mencakup semua. Ini bukan barang baru, sudah dari lama. Ada celah hukum. Asalkan kita mau bergandeng tangan,” kata Leonardus. (RBM)