MANOKWARI, PAPUAKITA.com—Aktivitas penambangan ilegal emas di Kampung Waserawi, Distrik Masni, Kabupaten Manokwari terus berlangsung, kendati sempat ditertibkan namun, aktivitas ini berjalan terus, bahkan cukup marak.
Kondisi ini mendorong masyarakat sub Suku Meyah di dataran distrik Warmare, Prafi, Masni dan Sidey (Warpramasi), mememinta pemerintah pusat meberikan Izin Penambangan Rakyat (IPR), agar sumber daya alam yang terkandung di tanah leluhur mereka dapat dikelola secara terbuka dan dirasakan manfaatnya.

“Selama ini memang di sanalah (Waserawi, red) wilayah moyang kami melakukan aktivitas, kalau ditolak harus dengan alasan yang jelas. Kami mau mengelola sumber daya alam di wilayah kami sendiri,” kata salah seorang tokoh masyarakat, Musa Mandacan kepada anggota DPD RI, Filep Wamafma saat menggelar pertemuan di Manokwari, Rabu (11/3/2020).
Penting diterbitkannya IPR, menurut Musa Mandacan supaya tidak memberikan ruang bagi penambang ilegal terus beroperasi. Sebab, hampir sudah 3 tahun usulan masyarakat adat untuk melakukan penambangan tradisional di wilayah Waserawi—sepanjang Sungai Wariori—melalui koperasi yang telah terbentuk belum mendapat kepastian dan kejelasan izinnya.
Mewakili masyarakat adat, Musa menyesalkan aktivitas penambangan ilegal yang terus berjalan. Di sisi lain, masyarakat dalam ketidakpastian menanti diterbitkannya IPR dan dirugikan.
“Kami menunggu aturan sementara orang yang tidak tahu aturan sudah menambang. Ada lebih dari seribuan orang mendulang emas. Dugaan saya ada oknum aparat yang bermain dan melakukan perlindungan (mem-back up) para penambang ilegal,” ujar Musa Mandacan.
Menguatkan dugaannya, Musa Mandacan menyatakan, mudah saja untuk ditelisik secara kasat mata, dimana banyak warga baru yang berdatangan di dataran Warpramasi.
“Sudah banyak pendatang baru yang tinggal di rumah-rumah kos, dulu kita dengan orang trans sudah baku kenal. Tapi sekarang semakin banyak lagi yang datang untuk menambang,” tuturnya.
Adapun keterangan Ketua Koperasi Merekngkei Meyah, Nikodemus Manufandu, terbentuknya koperasi dan pengusulan IPR sesuai dengan kesepakan masyarakat serta mengikuti saran dari Pangdam XVIII Kasuari, usulan itu dikatakan disampaikan saat penyisiran di lokasi penambangan pada 2017.
Nikodemus Manufandu menjelaskan, saran Pangdam waktu itu, agar masyarakat membentuk koperasi untuk melakukan penambangan. Gayung bersambut, masyarakat langsung merespon usulan itu dengan membentuk koperasi.
“Kita sudah lakukan dengan mengusulkan izin sampai di Kementerian ESDM. Namun sampai saat ini alih fungsi lahan yang sudah ada rekomendasi gubernur belum juga ditindaklanjuti oleh Bidang Tata Ruang Dinas Pekerjaan Umum. Alasan membutuhkan anggaran yang besar untuk pemetaan,” terang Nikodemus Manufandu.
Filep Wamafma mengaku, akan terus mendorong keinginan masyarakat tersebut. Ia menilai, kehendak masyarakat adat di dataran Warpramasi positif. Karena dengan kesadaran penuh masyarakat mau mengelola sumber daya alamnya secara mandiri.
“Kita akan terus kawal aspirasi ini. Alasan anggaran saya pikir ini tidak relevan. Seharusnya masyarakat adat mendapat dukungan dari pemerintah daerah. Kalau memang terus dipersulit maka kita akan dorong ke pusat,” ujar Filep merespon penyampaian masyarakat.
Usulan IPR, Filep mengajak masyarakat terus melakukan pengawalan. Agar apa yang diperjuangkan dapat segera terealisasi, tentunya dengan pengelolaan yang baik. Dia menambahkan, dengan memikirkan dampak lingkungan penambangan tradisional ini akan meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Perolehan IPR
Pengusulan IPR perlu didahului dengan penetapan Wilayah Penambangan Rakyat (WPR), setelah penetapan WPR, tahap selanjutnya adalah mendapatkan IPR dari kepala daerah. Kepala daerah memberikan IPR, terutama kepada penduduk setempat, baik perseorangan maupun kelompok masyarakat atau koperasi.
IPR adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan dalam wilayah pertambangan rakyat dengan luas wilayah dan investasi terbatas. IPR diberikan dengan jangka waktu paling lama 5 tahun dan dapat diperpanjang.
Adapun dasar hukum untuk penetapan WPR dan diterbitkanya IPR merujuk pada sejumlah aturan sebagai berikut :
Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara; Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan; Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. (TRI/ARF)