MANOKWARI, PAPUAKITA.com—DPR Papua Barat (DPRPB) mendorong adanya pembahasan dan penetapan Rancangan Peraturan Daerah Khusus (Raperdasus) tentang Pengelolaan Usaha Pertambangan Rakyat.
Langkah itu dinilai bisa menjadi langkah awal dan komitmen bagi Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua Barat dan DPRPB menyikapi aktivitas ilegal mining yang marak berlangsung di Papua Barat.
“Mendorong raperdasus pengelolaan usaha pertambangan adalah semangat menertibkan kembali tambang-tambang yang belum teratur. Produk hukum daerah ini ke depan kita akan mengatur dan memberikan ruang bagi masyarakat adat pemilik hak ulayat untuk mengelola sumber daya alam (SDA) sendiri,” kata Ketua Fraksi Otsus George Karel Dedaida, Rabu (3/8/2022)
Dalam rancangan produk hukum itu, jelas Dedaida, telah diatur sehingga usaha pertambangan tidak memakai bahan kimia berbahaya seperti, merkuri juga alat berat yang dapat merusak lingkungan.
Pengelolaan pertambangan Sumber Daya Alam (SDA) akan dikembalikan ke masyarakat sebagai pemilik hak ulayat untuk dikelola secara baik demi mensejahterakan masyarakat adat.
Diketahui, aktivitas ilegal mining telah merambah masuk ke kawasan konservasi. Menurut Dedaida, didalam rancangan produk hukum tersebut sudah diatur harus ada izin pinjam pakai lahan khusus masyarakat pemilik hak ulayat, bukan untuk industri besar.
Selain itu, dalam pengelolaan usaha pertambangan ada kaidah-kaidah lingkungan, baik baku mutu air, baku mutu lingkungan dan lainnya. Ini harus menjadi bahan pertimbangan dalam pemberian izin. Sehingga jangan sampai akibat dari tambang yang besar merusak lingkungan dan berdampak pada masyarakat adat yang berada di wilayah tambang.
Raperdasus usaha tambang rakyat, sebut Dedaida, merupakan perjuangan panjang dan akhirnya disepakati eksekutif dan legislatif untuk dimasukan dalam Propemperda.
“Saya sangat bersyukur karena itulah yang kita dan masyarakat harapkan guna menjawab polemik yang berkembang dibidang tambang khususnya di Manokwari Raya,” ujar Dedaida.
Ditambahkannya, dalam raperdasus tersebut juga diatur terkait proses perizinan melalui Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) di tingkat provinsi. Itu sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2010 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraaan Pengelolaan dan Pelaksanaan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
“Perizinan dikembalikan kepada kewenangan gubernur maka itu akan diatur secara baik dan pastinya akan melalui proses yang cukup panjang. Ada persyaratan lingkungan yang harus diikuti agar tertib usaha tambang,” pungkasnya. (PK-01)